Translate

Welcome Guys

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
Tampilkan postingan dengan label essai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label essai. Tampilkan semua postingan

essai toleransi jangan pake kaca mata kuda

Written By iqbal_editing on Rabu, 10 Mei 2017 | 17.24

Toleransi (Jangan) Kaca Mata Kuda



Indonesia yang tidak toleran. Begitu pesan yang secara eksplitis diikatakan oleh negara-negara dalam Dewan HAM PBB, pekan kemarin. Kehidupan beragama Indonesia dinilai buruk. Kebebasan beragama dinayatakan dalam ancaman. Alasan itulah yang membuat sebanyak 74 negara mengevaluasi isu toleransi beragama pada indonesia melalui Proses Universal Periodic Review, Dewan HAM PBB, dalam sesi ke-13 di Jenewa (mediaindonesia.com, 24/5/12).

Ada yang seiya dengan penilaian tersebut, ada pula yang tidak sepakat. Pihak yang seiya mengangguki, bahwa benar ada ketidaktoleranan di Indonesia ini. Telunjuk mengarah pada sebagian kelompok –mengarah pada ormas Islam– yang dikatakan sering mengganggu dan melanggar kebebasan beragama. Penggagalan diskusi buku Irshad Manji di Salihara berikut penolakan umat Islam dan ormas di tempat lainnya, juga penolakan Lady Gaga merupakan kasus teranyar untuk menunjuk pelanggaran kebebasan.

Sebelumnya tentu ada kasus Ahmadiyah, dan aliran sesat lain macam Lia Eden, dsb yang telah dinyatakan bersalah karena menyimpang sekaligus penodaan terhadap akidah umat Islam. Di samping itu ada kasus sengketa gereja di beberapa tempat. Kasus-kasus inilah yang dalam penilaian tertentu telah melanggar kebebasan ditunjuk oleh pihak yang sepakat. Survei CSIS belakangan seakan membetulkan bahwa tingkat toleransi yang rendah.

Namun bukan berarti tidak ada suara yang mengkritisi penilaian intoleransi beragama di Indonesia. Tokoh-tokoh dari umat Islam seperti KH Hasyim Muzadi, Jusuf Kala, serta tokoh ormas Islam lain-lain pun menepis pernyataan intolerannya indonesia. Penilaian tersebut bahkan dianggap sebagai tudingan yang tidak tepat. KH Hasyim Muzadi menyebut penilaian adanya intoleransi beragama di Indonesia berasal dari laporan oknum di dalam negeri.Bagi pihak-pihak yang opurtunis, isu toleransi beragama memang dijadikan komoditas untuk meraih pundi-pundi materi. Dengan adanya intoleransi maka pihak-pihak tertentu itu mengerima gelontoran dana guna mengadakan pembinaan toleransi beragama. Tentu saja dengan toleransi persfektif Barat. Toleransi kaca mata kuda.

Kalau negara luar memvonis negeri ini intoleran, mari dudukkan perkaranya dengan kaca mata kenyataan. Bukan kaca mata kuda.

Kalau yang dimaksud toleransi adalah menghormati kebebasan menjalankan agama, maka mari lihat. Di indonesia, sekalipun mayoritas muslim, lihatlah, setiap hari besar keagamaan, di sini libur. Bukan hanya hari besar keagamaan umat Islam. Silakan lihat dan pelototi kalender yang ada di sini, Indonesia. Di negara Barat? Apakah ada hak bagi umat Islam untuk mendapatkan hari libur untuk merayakan hari besarnya?

Mari lihat, di sini pertumbuhan pembangunan tempat ibadah Kristen dan Protestan pesat. Lebih meningkat daripada pembangungan tempat ibadah umat Islam. Kalau ada terdengar nyaring sampai ke beranda internasional, ada umat non Islam yang beribadah di trotoar, itu kehendak mereka. Pihak pemerintah daerah terkait sudah menawarkan dan menyediakan bangunan lain.

Apa? Oh, karena di daerah itu umat Islam menolak pendirian gereja, lantas itu tidak toleran? Kalau begitu bagaimana dengan di daerah lain, yang juga dipadati oleh umat non Islam. Umat islam di daerah tersebut bahkan sulit mendapat izin mendirikan tempat ibadah. Dan itu tidak pernah ribut-ribut.

Baik, sekarang lihat di negeri sana, di negeri yang menuding di Indonesia tidak toleran. Mari lihat, di beberapa negara –Swiss termasuk, ada larangan keras membangun kubah (bagian atas) mesjid. Di negara-negara Barat, umat Islam beribadah di gedung-gedung biasa, di antaranya gereja yang dimodifikasi menjadi mesjid. Begitulah, saking sulitnya mendirikan mesjid. Belum lagi ada larangan keras membunyikan adzan dengan pengeras suara. Padahal adzan panggilan untuk shalat kepada umat Islam.

Bagaimana pula dengan tindakan kriminal orang Barat pengidap islamofobia akut terhadap muslimah berjilbab dan berkerudung? Bahkan dengan nama yang berbau Muslim pun. Bahkan kitab suci umat Islam pun tak luput, dengan merasa mewah pula dipropagandakan untuk dibakar.

Jadi, toleran-intoleran tidak bisa begitu saja disematkan pada umat Islam di Indonesia. Apalagi dengan menggunakan toleransi dalam kaca mata kuda.

Jadi, siapa yang berhak untuk menyandang gelar sebagai intoleran? Jangan pakai kaca mata kuda.[]

Selesai 6/6/12
17.24 | 0 komentar | Read More

essai tentang pasar

Written By iqbal_editing on Rabu, 29 Maret 2017 | 03.27

Peran Nyata Pasar Tradisional
Pasar Tradisional merupakan suatu wadah dimana disitu terdapat penjual dan pembeli yang saling bertransaksi disertai dengan proses tawar menawar. Biasanya barang yang dijual berupa kebutuhan rumah tangga seperti sembilan bahan pokok (SEMBAKO), pakaian, elektronik, jasa dan masih banyak lagi. Negara Indonesia sendiri hampir setiap pelosok terdapat berbagai pasar-pasar tradisional. Pasar tradisional tersebut memiliki berbagai nama tersendiri contohnya saja Pasar Senen, Pasar Kliwon, dan Pasar Wonogiri. Namun seiring majunya zaman maupun pesatnya perkembangan industri, pasar tradisional di Indonesia semakin hari tidak lagi mendapat perhatian dari pihak  pemerintah. Ditambah lagi dengan revitalisasi pasar tradisional yang belum merata. Padahal biasanya pasar tradisional lebih di dominasi oleh kelas menengah kebawah. Jelas hal itu menjadi masalah penting bagi kaum menengah kebawah.
Lantas, bagaimana sebenarnya peran pasar tradisional yang nyata?
Pertama, pasar tradisional mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Terutama untuk kalangan menengah kebawah. Dengan adanya pasar tersebut apapun hasil panen bumi dapat diperjualbelikan di pasar. Apalagi jika ada beberapa orang yang memiliki berbagai keterampilan seperti kerajinan dan jasa juga dapat mereka jual di pasar.
Kedua, pasar tradisional merupakan suatu primadona (icon) di daerah tertentu. Indonesia mempunyai banyak tempat-tempat wisata dan disitulah biasanya pasar tradisional di dekat tempat wisata yang menjual berbagai cinderamata secara otomatis pasar tersebut akan menjadi icon di daerah wisata tersebut. Dampak yang ditimbulkan nantinya ekonomi di daerah tersebut akan meningkat. Serta dapat memperkenalkan Negara yang bersangkutan di kancah Internasional.
Ketiga, menciptakan lapangan kerja baru. Pasar tradisional yang banyak diminati konsumen akan lebih membutuhkan pegawai. Hal tersebut dikarenakan kemampuan untuk melayani konsumen secara cepat dan efisien. Contohnya saja penjual mie ayam di pasar-pasar. Semakin banyak pembeli tentunya penjual akan secepat mungkin menyiapkan pesanan mie bagi pembeli. Dari situlah lapangan kerja baru dapat terbentuk. Terlebih jika memiliki keterampilan yang lain, mereka yang pengangguran dapat membuka lapak di pasar-pasar tradisional.
Peran pasar tradisional yang saati ini berkurang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya kurangnya peran pemerintah, proses revitalisasi hanya dianggap sebagai pembenahan bagian bangunan pasar dan membuat pasar tradisional higienis dan bersih. Padahal yang dibutuhkan dari proses revitalisasi selain hal tersebut juga diharapkan pemerintah mengatur atau membimbing masuknya barang barang local maupun non local. Jadi nantinya apa yang diperjualbelikan di dalam pasar tradisional berkualitas dan tidak illegal.
Nah, setelah kita mengetahui apa sebenarnya peran pasar tradisional, dari sinilah diharapkan kita sebagai warga Negara Indonesia apalagi bagi kaum muda-mudi penerus bangsa harus berpartisipasi dalam peningkatan ekonomi di Indonesia ini. Terutama untuk kaum menengah ke bawah yang masih butuh upaya untuk meningkatkan perekonomiannya. Jangan sampai pesatnya industri menjadikan pasar tradisional tergusur oleh pasar pasar modern. Karena masih banyak pasar-pasar tradisional yang menjadi gantungan hidup masyarakat menengah kebawah.
Mari kita bersama-sama mengembalikan fungsi pasar tradisional seperti sedia kala. Dibalik pasar tradisional masih ada berbagai cara demi terwujudnya perekonomian Indonesia yang makmur dan merata.
03.27 | 0 komentar | Read More

essai Kamera Single Lens Translucent Generasi Kedua

Written By iqbal_editing on Senin, 27 Februari 2017 | 07.29

Kamera Single Lens Translucent Generasi Kedua

31 Des Setelah menggelontor pasar kamera digital SLT (Single Lens Translucent) generasi pertama, kini Sony merilis gereasi kedua. Meski produksi kamera tersebut terhambat banjir pabrik kamera Sony di Thailand. Teknologi SLT merupakan teknologi kamera digital interchangeable lens antara SLR dan mirrorless. Disebut SLR (Single Lens Reflex) sebagai kamera SLR konvensional juga tidak karena tidak memiliki cermin yang diangkat saat menangkap cahaya obyek ketika tombol shutter ditekan. Disebut mirrorless seperti kamera format CX Nikon maupun format empat per tiga Olympus seri PEN dan Panasonic Lumix seri G serta Samsung seri NX, kurang tepat karena masih memakai cermin yang memantulkan cahaya ke sensor autofocus. Untuk kelas mirrorless murni, Sony mengisinya dengan seri Alpha NEX. Definisi yang ambigu disebabkan Sony mengembangkan sendiri teknologi Single Lens Translucent. Format sensor kamera SLT memakai ukuran format APS-C sehingga lebih luas dibanding format micro third four maupun format CX. Kamera SLT memiliki viewfinder elektronik built-in.
Kamera Sony Alpha SLT -A77
Kamera SLT menggunakan teknologi cermin tembus cahaya yang memungkinkan sebagian besar cahaya (sekitar 70%) untuk tembus melewati cermin menuju sensor gambar. Sedangkan sebagian kecil cahaya (sekitar 30%) dipantulkan menuju sensor AF dan viewfinder. Dengan demikian memungkin posisi cermin dalam keadaan statis tanpa perlu gerakan flip-flap sebagaimana yang terjadi pada cermin pemantul di kamera SLR konvensional. Bagusnya lagi mempersingkat waktu perekaman citra dan mempercepat autofokus secara terus menerus.
Kamera Sony Alpha SLT-A65 (tanpa lensa)
Generasi pertama kamera Sony yang mengusung teknologi SLT adalah Sony Alpha SLT A33 dan A55 dirilis tahun kemarin. Secara fisik A33 dan A55 nyaris sama, model pertama untuk kelas bawah sedangkan yang kedua merupakan flagship dari seri kamera SLT Sony. Bedanya pada resolusi gambar (14,2 MP dengan 16,2 MP) dan kecepatan jepretan kontinyu (7 fps dengan 10 fps) serta kelengkapan GPS built-in. Model A55 masih beredar di pasar dengan banderol 7 jutaan rupiah dalam paket lensa 18-55mm.
Kamera Sony Alpha SLT-A35
Tahun ini Sony merilis 3 model kamera SLT generasi kedua yakni Sony Alpha SLT A35, A65, dan A77. Model A35 untuk kelas bawah, A65 untuk kelas menengah, dan A77 adalah flagship model SLT generasi kedua. Model A35 sebagai kamera entry-level memiliki layar LCD tetap, resolusi gambar 16,2 megapiksel, body terbuat dari plastik. Model A65 mewarisi fitur yang sama dengan model teratas A77 seperti layar LCD bisa diputar, resolusi gambar 24,3 megapiksel. Bedanya A65 bodinya dibuat dari plastik sedangkan model A77 dibuat dari paduan magnesium yang kokoh dan ringan.
Kamera Sony Alpha SLT-A55
Kamera Sony Alpha SLT A77 dilepas di pasaran lokal dengan banderol 13 jutaan rupiah (body only), A65 berbanderol 7 jutaan rupiah (body only), dan A35 dilabeli harga 5 jutaan rupiah (body only). Untuk saat ini tinggal Canon saja yang menjadi produsen kamera besar tanpa merilis seri kamera IL (Interchangeable Lens) yang mirrorless. Kamera mana yang masuk wishlist anda?
Kamera Sony Alpha SLT-A33
07.29 | 0 komentar | Read More

ESSAI hiv /aids

Written By iqbal_editing on Kamis, 26 Januari 2017 | 06.46

“JANGAN TINGGALKAN KAMI”
“Saya malu jika harus mengaku sebagai penderita HIV.
Saya takut masyarakat akan mengucilkan saya.
Saya ingin diterima oleh masyarakat layaknya orang pada umumnya”
Begitulah sedikit kata yang dapat saya petik dari seorang teman penderita HIV. Begitu besar ketakutan mereka seandainya mereka harus mengaku sebagai penderita HIV/AIDS dan dikucilkan dari masyarakat. Hanya sedikit dari komunitas mereka yang mau mengakui dirinya mengidap HIV/AIDS di masyarakat. Mereka takut dirinya akan dikucilkan.
Menurut data dari Departemen Kesehatan (Depkes) hingga 31 Maret 2008, kasus AIDS sudah mencapai 11.868 yang terjadi di 32 provinsi dan 194 kabupaten/kota dengan presentase tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (53,62%). Sedangkan menurut data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) hingga akhir 2007, diperkirakan di Indonesia jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 200.000 jiwa. Angka ini masih jauh dengan perkiraan yang dibuat oleh UNAIDS yang memperkirakan penderita HIV/AIDS mencapai 250.000 jiwa. Jumlah ini diperkirakan hanya dari 10 persen dari seluruh orang yang terinfeksi HIV di Indonesia. Jika ditelusuri lebih lanjut masih banyak penderita HIV/AIDS yang enggan melaporkan dirinya ke Komisi Penanggulangan AIDS maupun dinas kesehatan terkait karena salah satu alasan di atas.
Fakta ini layaknya sebuah gunung es yang hanya nampak pada permukaannya saja. Gunung es yang hanya nampak setelah gunung tersebut membentuk dasar yang sangat besar. Begitu pula dengan penderita HIV/AIDS. Mereka enggan untuk mengakui dirinya mengidap HIV/AIDS. Hanya sebagian kecil dari mereka yang melaporkan diri ke Depkes maupun dinas-dinas terkait lainnya sedangkan sisanya yang jumlahnya jauh lebih besar lebih memilih untuk diam.
Ketakutan para ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) ini sangatlah mendasar mengingat begitu kerasnya stigma negative terhadap mereka di masyarakat. Masyarakat terlanjur telah memberikan “stempel” negatif terhadap para pengidap HIV/AIDS. Ada anggapan di masyarakat bahwa pengidap HIV/AIDS adalah seseorang yang perlu dijauhi. Hal ini bersumber dari kekurang pahaman masyarakat mengenai penyebaran penyakit HIV/AIDS.. Masyarakat hanya tahu bahwa orang dengan HIV/AIDS penuh dengan kenistaan. Padahal pandangan keliru inilah yang harus dirubah dalam masyarakat. Pandangan negatif terhadap ODHA yang selama ini telah ada dalam masyarakat harus segera diubah agar para ODHA merasa nyaman di masyarakat,  tanpa ada rasa takut yang menghantui mereka.
Segala upaya pencegahan dan penanggulangan yang masih diwarnai stigma dan diskriminasi tentu saja akan jauh dari harapan. Bahkan cenderung merusak citra serta merugikan dan akhirnya menghambat upaya-upaya penanggulangan berikutnya. Disinilah peran semua pihak dan generasi muda khususnya, mengingat kelompok umur remaja (20-29 tahun) menduduki peringkat pertama penderita HIV/AIDS, untuk menghapuskan stigma dan diskriminasi yang telah beredar di masyarakat.
Peran serta pemerintah dalam memberikan pendidikan serta pengetahuan kepada masyarakat tentang HIV/AIDS, telah menunjukkan hasil yang baik. Namun pendidikan dan pengetahuan yang telah diberikan oleh pemerintah tidaklah cukup bagi masyarakat untuk merubah stigma yang selama ini sudah melekat kepada ODHA. Masyarakat membutuhkan pembuktian yang nyata dalam kehidupan bermasyarakat untuk merubah stigma tersebut. Segala tindakan yang dilakukan ODHA akan selalu menjadi sorotan bagi masyarakat.
Dengan membangkitkan rasa percaya diri para ODHA akan mampu membuat mereka lebih terbuka. Membangkitkan semangat mereka agar mau bersosialisasi dengan masyarakat dengan segala keterbukaan. Membangkitkan rasa percaya diri mereka sehingga mereka tidak lagi tertutup dan memperbanyak jumlah penderita HIV/AIDS. Generasi muda yang sangat dekat dengan ODHA yang paling berpotensi untuk melakukan itu semua. Generasi muda, dalam hal ini terutama teman-teman dalam pergaulan ODHA yang tidak terinfeksi, yang memegang peran yang sangat besar dalam membangkitkan kepercayaan diri ODHA dan menumbuhkan keterbukaan mereka.
ODHA pada hakekatnya adalah manusia biasa. Manusia yang perlu bersosialisasi, manusia yang butuh teman. Mereka tidak ingin dikucilkan. Mereka memerlukan  kita. Sudah sepatutnya kita sebagai generasi muda melibatkan ODHA dalam setiap ajang kegiatan. Hapuskan diskriminasi yang selama ini terjadi. Dengan melibatkan ODHA dalam setiap ajang kegiatan dan organisasi akan menghapuskan stigma negatif yang selama ini berkembang di masyarakat. Setidaknya sedikit demi sedikit masyarakat akan bisa memberikan kepercayaan mereka kepada ODHA. Dengan mengikutsertakan ODHA dalam setiap kegiatan dan organisasi, akan membuktikan dengan sendirinya kepada masyarakat bagaimana sebenarnya seorang ODHA. Masyarakat tidak lagi perlu menerka bagaimana kehidupan seorang ODHA. Tapi mereka dapat langsung membuktikannya melalui pengamatan mereka dalam setiap kesempatan.
Keterbukaan seorang ODHA dalam bermasayarakat akan menjadi kunci utama dalam penanggulangan HIV/AIDS nantinya. Dengan kejujuran ODHA dan keterbukaan mereka untuk berbagi sedikit kisah mereka kepada generasi muda lainnya akan membuka wawasan generasi muda agar terhindar dari penyakit ini. Akan memberikan banyangan nyata dan menimbulkan efek jera kepada mereka yang telah melakukan tindakan-tindakan beresiko agar segera keluar dari “lingkaran setan” sehingga mereka terhindar dari penyakit mematikan ini.
ODHA bukanlah seorang manusia yang perlu dijauhi. ODHA bukanlah manusia yang penuh dengan kenistaan. Mereka sama seperti kita, generasi muda Indonesia. Hanya saja mereka memiliki sedikit kekurangan yang setiap orang juga akan mungkin memilikinya apabila tidak waspada. Bukan berarti waspada pada penderitanya, tetapi pada penyakitnya. Waspada terhadap penularan penyakit tersebut. Waspada terhadap tindakan-tindakan beresiko yang dapat membuat setiap orang mengidap penyakit tersebut.
06.46 | 0 komentar | Read More

essai tentang kemiskinan

Written By iqbal_editing on Senin, 09 Januari 2017 | 06.57

BAB I
PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat.
Masalah kemiskinan merupakan isu sentral di Tanah Air, terutama setelah Indonesia dilanda krisis multidimensional yang memuncak pada periode 1997- 1999. Setelah dalam kurun waktu 1976-1996 tingkat kemiskinan menurun secara spektakuler dari 40,1 persen menjadi 11,3 persen, jumlah orang miskin meningkat kembali dengan tajam, terutama selama krisis ekonomi. Studi yang dilakukan BPS, UNDP dan UNSFIR menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada periode 1996-1998, meningkat dengan tajam dari 22,5 juta jiwa (11,3%) menjadi 49,5 juta jiwa (24,2%) atau bertambah sebanyak 27,0 juta jiwa (BPS, 1999)
menurut INDEF tahun 2009 yang memproyeksikan jumlah penduduk miskin mencapai 40 juta (16,8%) sedangkan data BPS pada Maret 2008 menyatakan bahwa penduduk miskin sebanyak 35 juta jiwa (15,4%) Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru tahun 2006, mencapai 60 juta jiwa dari total penduduk atau sekitar 25 persen. Dengan asumsi pendapatan perbulan hanya RP 150 ribu perbulan. Padahal standar Bank Dunia orang miskin memiliki pendapatan US$2 perkapita per hari. Maka jika standar ini digunakan maka jumlah keluarga miskin di Indonesia lebih fantastik lagi. Kemiskinan sebuah kondisi kekurangan yang dialami seseorang atau suatu keluarga. Kemiskinan telah menjadi masalah yang kronis karena berkaitan dengan kesenjangan dan pengangguran. Walaupun kemiskinan dapat dikategorikan sebagai persoalan klasik, tetapi sampai saat ini belum ditemukan strategi yang tepat untuk menanggulangi masalah kemiskinan, sementara jumlah penduduk miskin tiap tahunnya meningkat.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalahnya antara lain :
1.      Kemiskinan di indonesia
2.      Konsep kemiskinan
3.      Penyebab kemiskinan
4.      Dampak dari kemiskinan
5.      Upaya pengentasan kemiskinan
BAB III
PEMBAHASAN
I. Kemiskinan Di Indonesia
Kemiskinan menurut Wikipedia bahasa Indonesia adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Masalah kemiskinan adalah masalah yang kompleks dan global. di Indonesia masalah kemiskinan seperti tak kunjung usai. masih banyak kita dapati para pengemis dan gelandangan berkeliaran tidak hanya di pedesaan bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta pun pemandangan seperti ini menjadi tontonan setiap hari.
Kini di Indonesia jerat kemiskinan semakin parah. Jumlah kemiskinan di Indonesia pada Maret 2009 saja mencapai 32,53 juta atau 14,15 persen (www.bps.go.id). Kemiskinan bukan semata-mata persoalan ekonomi melainkan kemiskinan kultural dan struktural.
Hari Susanto (2006) mengatakan umumnya instrumen yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat tersebut miskin atau tidak bisa dipantau dengan memakai ukuran peningkatan pendapatan atau tingkat konsumsi seseorang atau sekelompok orang. Padahal hakikat kemiskinan dapat dilihat dari berbagai faktor. Apakah itu sosial-budaya, ekonomi, politik, maupun hukum.
Menurut Koerniatmanto Soetoprawiryo menyebut dalam Bahasa Latin ada istilah esse (to be) atau (martabat manusia) dan habere (to have) atau (harta atau kepemilikan). Oleh sebagian besar orang persoalan kemiskinan lebih dipahami dalam konteks habere. Orang miskin adalah orang yang tidak menguasai dan memiliki sesuatu. Urusan kemiskinan urusan bersifat ekonomis semata.
Bila kita cermati kondisi masyarakat dewasa ini. Banyak dari mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Bahkan, hanya untuk mempertahankan hak-hak dasarnya serta bertahan hidup saja tidak mampu. Apalagi mengembangkan hidup yang terhormat dan bermartabat.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan menambah panjang deret persoalan yang membuat negeri ini semakin sulit keluar dari jeratan kemiskinan. Hal ini dapat kita buktikan dari tingginya tingkat putus sekolah dan buta huruf. Belum lagi tingkat pengangguran yang meningkat “signifikan.” Jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 di Indonesia sebanyak 12,7 juta orang. Ditambah lagi kasus gizi buruk yang tinggi, kelaparan/busung lapar, dan terakhir, masyarakat yang makan “Nasi Aking.”
II. KONSEP KEMISKINAN
Kemiskinan adalah keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf hidup kelompoknya dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut
Tiga dimensi (aspek atau segi) kemiskinan, yaitu : Pertama, kemiskianan multidimensi artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskiananpun memiliki banyak aspek. Diliahat dari kebijakan umum kemmiskinan meliputi aspek primer yang berupa mikin akan asset-aset, organisaisi politik dan pengetahuan serta keterampilan aspek yang sekunder yang berupa miskin jaringan social dan sumber-sumber keuangan dan memanifestasikan dirinya dalam bentuk kekurangan gizi,air dan perumahan yang tidak sehat dan perawatan kesehatan yang kurang baik serta pendisikan yamg juga kurang baik.
            Kedua, Aspek kemiskinan tadi saling berkaitan baik secara maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kemajuan atau kemunduran pada salh satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran pada aspek lainnya.
            Ketiga, bahwa yang miskin adalah manusianya baik secara individual maupun kolektif. Kita seering mendengar perkataan kemiskinan pesesaan (rural proferty) dan sebagainya, namun ini bukan desa atau kota, yang mengalami kemiskianan tetapi orang – orang atau penduduk atau juga manusianya yang menderita miskin jadi miskin adalah orang-orangnya penduduk atau manusianya
Adapun cirri-ciri kemiskinan pada umumnya adalah. Pertama pada umumya mereka tidak memiliki faktor produksi seperti tanah modal ataupun keterampilan sehingga kemampuan untuk memperoleh pendapatan menjadi terbatas.
            Kedua mereka tidak memmiliki kemungkinan untk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Ketiga tingkat poendidikan rendah waktu mereka tersita untuk mencari nafkah dan mendapatkan pendapatan penghasilan. Keempat kebanyakan mereka tinggal di pedesaan. Kelima mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak didujung oleh keterampilan yang memadai.
III. PENYEBAB KEMISKINAN

Pada umumnya di Negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:
• Kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia di Indonesia
Seperti kita ketahui lapangan pekerjaan yang terdapat di Indonesia tidak seimbang dengan jumlah penduduk yang ada dimana lapangan pekerjaan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduknya. Dengan demikian banyak penduduk di Indonesia yang tidak memperoleh penghasilan itu menyebabkan kemiskinan di Indonesia

• Tidak meratanya pendapatan penduduk Indonesia
Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka lakukan relative tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ada sebagian penduduk di Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih. Ini yang diusebut tidak meratanya pendapatan penduduk di Indonesia.

• Tingakat pendidikan masyarakat yang rendah
Banyak masyarakat Indonesia yang tidak memiliki pendidikan yang di butuhkan oleh perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja. Dan pada umumya untuk memperoleh pendapatan yang tinggi diperlukan tingkat pendidikan yang tinggi pula atau minimal mempunyai memiliki ketrampilan yang memadai dehingga dapat memp[eroleh pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dehari-hari sehingga kemakmuran penduduk dapat terlaksana dengan baik dan kemiskinan dpat di tanggulangi.

• Kurangnya perhatian dari pemerintah
Masalah kemiskinan bisa dibilang menjadi maslah Negara yang semakin berkembang setiap tahunnya dan pemerintah sampai sekarang belum mampu mengatasi masalah tersebut. Kureangnya perhatian pemerintah akan maslah ini mungkin menjadi salah satu penyebnya.
IV. Dampak Kemiskinan
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks, diantaranya :
1. Pengangguran.
Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.
2. Kekerasan.
Kekerasan-kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu. belakangan banyak oknum-oknum yang menggunakan modus penipuan melalui sms.
3. Pendidikan
Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Karena untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.
Kondisi seperti ini membuat masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekola berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang
4. Kesehatan
Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
V. Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia
Seperti telah disinggung di atas bahwa kemiskinan merupakan suatu masalah yang kompleks dan multidimensional yang tak terpisahkan dari pembangunan mekanisme ekonomi, sosial dan politik yang berlaku. Oleh karena itu setiap upaya pengentasan kemiskinan secara tuntas menuntut peninjauan sampai keakar masalah. Jadi, memang tak ada jalan pintas untuk mengentaskan masalah kemiskinan ini. Penanggulanganya tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa.
Komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 yang disusun berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Disamping turut menandatangani Tujuan Pembangunan Milenium (atau Millennium Development Goals) untuk tahun 2015, dalam RPJM-nya pemerintah telah menyusun tujuan-tujuan pokok dalam pengentasan kemiskinan untuk tahun 2009, termasuk target ambisius untuk mengurangi angka kemiskinan dari 18,2 persen pada tahun 2002 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009.
Dalam pelaksanaan program pengentasan nasib orang miskin, keberhasilannya bergantung pada langkah awal dari formulasi kebijakan, yaitu mengidentifikasikan siapa sebenarnya “si miskin” tersebut dan dimana ia berada. Kedua pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan melihat profil dari si miskin.
Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia di antaranya :
a.       banyak rumah tangga yang berada disekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPP AS$1,55-per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan.
b.      ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia
c.       mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.
Tiga cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi, layanan masyarakat dan pengeluaran pemerintah. Masing-masing cara tersebut menangani minimal satu dari tiga ciri utama kemiskinan di Indonesia, yaitu: kerentanan, sifat multi-dimensi dan keragaman antar daerah dengan kata lain, strategi pengentasan kemiskinan yang efektif bagi Indonesia terdiri dari tiga komponen:
·         Membuat Pertumbuhan Ekonomi Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
Pertumbuhan ekonomi telah dan akan tetap menjadi landasan bagi pengentasan kemiskinan. Pertama, langkah membuat pertumbuhan bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci bagi upaya untuk mengkaitkan masyarakat miskin dengan proses pertumbuhan baik dalam konteks pedesaan-perkotaan ataupun dalam berbagai pengelompokan berdasarkan daerah dan pulau.
Hal ini sangat mendasar dalam menangani aspek perbedaan antar daerah. Kedua, dalam menangani ciri kerentanan kemiskinan yang berkaitan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apapun yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat akan dapat dengan cepat mengurangi angka kemiskinan serta kerentanan kemiskinan.
·         Membuat Layanan Sosial Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
Penyediaan layanan sosial bagi rakyat miskin baik oleh sektor pemerintah ataupun sektor swasta-adalah mutlak dalam penanganan kemiskinan di Indonesia. Pertama, hal itu merupakan kunci dalam menyikapi dimensi non-pendapatan kemiskinan di Indonesia. Indikator pembangunan manusia yang kurang baik, misalnya Angka Kematian Ibu yang tinggi, harus diatasi dengan memperbaiki kualitas layanan yang tersedia untuk masyarakat miskin.
Membuat layanan bermanfaat bagi masyarakat miskin memerlukan perbaikan sistem pertanggungjawaban kelembagaan dan memberikan insentif bagi perbaikan indikator pembangunan manusia. Saat ini, penyediaan layanan yang kurang baik merupakan inti persoalan rendahnya indikator pembangunan manusia, atau kemiskinan dalam dimensi non-pendapatan, seperti buruknya pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Di bidang pendidikan, salah satu masalah kunci adalah tingginya angka putus sekolah di masyarakat miskin pada saat mereka melanjutkan pendidikan dari SD ke SMP. Dalam menyikapi aspek multidimensional kemiskinan, upaya-upaya hendaknya diarahkan pada perbaikan penyediaan layanan, khususnya perbaikan kualitas layanan itu sendiri. Upaya-upaya t    ersebut dapat di wujudkan dalam bentuk :
1. Meningkatkan tingkat partisipasi sekolah menengah pertama
2. Layanan kesehatan dasar yang lebih baik untuk masyarakat miskin maupun untuk penyedia layanan.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat miskin dalam mengakses air bersih dan sanitasi.
4. Perjelas tanggungjawab fungsional dalam penyediaan layanan.
5. Perbaiki penempatan dan manajemen PNS.
6. Berikan insentif lebih besar untuk para penyedia layanan.
·         Membuat Pengeluaran Pemerintah Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi kemiskinan (baik dari segi pendapatan maupun non-pendapatan). Pertama, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi.
Kedua, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan. Membuat pengeluaran bermanfaat bagi masyarakat miskin sangat menentukan saat ini, terutama mengingat adanya peluang dari sisi fiscal yang ada di Indonesia saat kini.
BAB IV
PENUTUP
·         Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umum begitu banyak dan kompleks, diantaranya pengangguran, kekerasan, masalah pendidikan dan masalah kesehatan.
·         Tiga cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi, layanan masyarakat dan pengeluaran pemerintah.
06.57 | 0 komentar | Read More

essai ribuan jiwa dan tetesan darah

Written By iqbal_editing on Sabtu, 31 Desember 2016 | 19.47

RIBUAN JIWA DAN TETESAN DARAH
Oleh:  Rezki Amelia Anggraeni

“ Pahlawan “. Yah sebuah kata yang identik dengan perjuangan dan pengorbanan seorang tokoh demi merebut dan mempertahankan sesuatu yang dianggapnya benar dan dilakukan dengan tanpa pamrih. Sama halnya dengan apa yang pernah terjadi di negara kita, sebelum adanya kemerdekaan, para tokoh pejuang yang bertindak sebagai pahlawan bangsa Indonesia melakukan pengorbanan dan perjuangan yang sangat besar demi merebut suatu kemerdekaan yang merupakan kepentingan kita bersama. Sehingga dibalik kemerdekaan yang telah kita capai selama 70 tahun lamanya itu terdapat begitu banyak peristiwa yang dilalui untuk menjadi Indonesia merdeka,
Para pejuang kita yang telah gugur di medan peperangan dengan ikhlas mengorbankan jiwa dan raganya demi menghapus penjajahan yang merupakan suatu bentuk tindakan yang tidak sesuai dengan peri kemanusian dan peri keadilan. Begitu banyak darah yang membasahi bumi pertiwi, begitu banyak nyawa yang melayang demi mencapai satu tujuan, yaitu Indonesia merdeka, adil dan makmur. Bukan hanya itu, mereka juga rela mempertaruhkan hidupnya demi dua warna yang merupakan lambang kebangsaan kita, yaitu bendera merah putih. Dan bukan hanya hidupnya yang mereka pertaruhkan, tetapi hidup istri, anak hingga cucu dan cicit merekapun menjadi taruhannya.
Namun, apakah kita sebagai generasi-generasi penerus bangsa sadar akan hal itu? Pernahkah kita menyadari akan besarnya perjuangan dan pengorbanan mereka dalam merebut kemerdekaan yang tidak sempat mereka nikmati? Sementara kita sebagai generasi penerus perjuangan mereka telah menikmati apa yang telah mereka perjuangkan selama ini, sebuah kemerdekaan yang tidak pernah kita rasakan betapa sulit dan besar pengorbanan yang dilakukan dalam merebutnya.
Mengapa saya katakan bahwa generasi penerus bangsa saat ini tidak memperdulikan perjuangan para pejuang-pejuang negara, karena melihat dari sikap mereka saja di setiap harinya itu belum bisa membuktikan bahwa mereka peduli terhadap apa yang telah diperjuangkan hingga dikorbankan para pahlwan yang tentunya juga merupakan untuk kesenangan kita bersama. Apa yang mereka lakukan itu tidak lain dan tidak bukan hanya semata-mata untuk menghentikan segala bentuk penindasan bangsa asing kepada kita. Menghapus segala perbuatan yang tidak seharusnya mereka lakukan kepada kita di rumah kita sendiri.
Sebagai salah satu contoh kecil, setiap hari senin seluruh bangsa Indonesia dari Sabang sampai Marauke diwajibkan untuk melaksanakan upacara bendera yang merupakan salah satu bentuk dan cara kita mengenang jasa para pahlawan yang telah mendahului kita. Akan tetapi, tidak jarang siswa/siswi itu tidak mengikuti pelaksaan upacara bendera dengan penuh hikmat. Mengapa sya katakan demikian? Karena selama pelaksanan upacara bendera berlangsung, ada-ada saja tingkah laku siswa/siswi yang tidak sewajarnya mereka lakukan yang tentunya tidak mencerminkan jiwa kepahlawanan. Misalnya, pada saat pelaksanan upacara bendera berlangsung, ada siswa/siswi yang bercerita, saling mengganggu satu sama lain bahkan tidak jarang siwa/siswi yang mengeluh kepanasan atau capek berdiri. Ironisnya, terkadang bukan hanya siswa/siswi yang bersikap seperti itu, tetapi juga guru-guru yang merupakan panutan, merupakan orang yang seharusnya memberikan contoh yang baik kepada siswa/siswinya justru merekalah yang tidak mencerminkan perilaku yang sewajarnya mereka jadikan contoh kepada peserta-peserta didiknya. Sehingga siswa/siswi juga merasa bahwa sedangkan orang yang bertindak  sebagai contoh untuk kita, bercerita ataupun mengeluh kepanasan, mengapa kita tidak?
Nah, inilah sebabnya mengapa saya katakan bahwa ratusan jiwa dan tetesan-tetesan darah para pejuang yang gugur di medan perang itu seakan terlupakan. Jasa-jasa mereka tidak lagi dikenang oleh generasi-generasi penerusnya. Tidakkah kita sadari bahwa pada masa perjuangan para pahlawan merebut kemerdekaan itu pengorbanan, tantangan, dan resikonya itu jauh lebih besar daripada partisipasi kita dalam kegiatan upacara bendera yang merupakan salah satu bentuk atau cara kita menghargai dan mengenang jasa mereka. Mereka itu berjuang dengan penuh semangat, tak mengenal lelah, tak mengenal panas ataupun dingin, tak kenal siang ataupun malam, mereka lalui semua itu demi kepentingan kita juga, demi Indonesia merdeka, dan perjuangan yang mereka lakukan itu bukan dalam beberapa hari ataupun beberapa bulan, tetapi dalam waktu yang panjang dan membutuhkan proses yang begitu lama. Bukan hanya itu, apa yang mereka rasakan pada saat itu hanyalah penderitaan dan kesengsaraan semata. Penyiksaan yang dilakukan oleh para manusia-manusia keji yang tidak mempunyai rasa keperimanusian. Sedangkan kita yang hanya diwajibkan ikut berpartisipasi dalam kegiatan upacara bendera dalam rangka mengenang jasa mereka yang hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja sudah banyak mengeluh, mengoceh, dan  banyak komentar. Bagaimana seandainya, jika kita yang melalui masa kepedihan itu, masa ketidak adilan itu, sanggup kah kita? Jangankan dengan kerasnya sikap para penjajah saat itu, berdiri beberapa saat saja di tengah teriknya matahari kita sudah tidak sanggup. Bagaimana dengan mereka yang telah berjuang mati-matian tapi tidak sempat merasakan nikmatnya hasil perjuangan dari semangat juang mereka sendiri.
Itukah yang mereka harapkan dari kita sebagai generasi penerusnya? Itukah sikap yang semestinya kita cerminkan atas segala perjuangan dan pengorbanan yang hingga merenggut nyawa mereka? Itukah cara kita membalas detak jantung dan tetesan darah mereka demi sebuah kemerdekaan, demi kepentingan bersama kita? Bukan. Bukan sikap seperti itu yang mereka harapkan dari kita. Bukan sikap yang suka mengeluh, sikap patah semangat atau apapun perilaku yang berbanding terbalik dengan apa yang mereka harapkan. Mereka mengharapkan generasi-generasi penerusnya dapat meneladani sikap yang telah mereka cerminkan sebelumnya.
Oleh sebab itu, marilah kita bersama-sama menumbuhkan jiwa nasionalisme kita, buanglah semua sikap dan ego kita yang tidak sewajarnya kita paparkan dalam keseharian kita sebagai generasi penerus perjuangan mereka yang gagah berani dalam merebut kemerdekan, agar tetesan-tetesan darah mereka tidak terbuang sia-sia, agar jasa-jasa mereka tidak berlalu begitu saja. Dan oleh karena itu, kita juga perlu menyadarkan diri kita masing-masing akan pentingnya kemerdekaan yang dalam merebutnya tidak semudah ketika membalikkan kedua telapak tangan ataupun semudah mengedipkan  kedua mata kita. Karena kalau bukan kita yang menyadarinya sendiri, maka sampai kapanpun kita tidak bisa menjadi generasi yang mereka harapkan, generasi yang berguna bagi bagi keluarga, bangsa dan negara. Seberapa banyakpun orang yang berusaha menyadarkan kita bahkan hingga mulut mereka berbusa-busa itu tidak akan bisa mengubah sikap kita. Karena yang bisa mengubahnya itu hanyalah diri kita sendiri. Guru, orang tua atau siapapun orang yang bertindak selaku motivator itu hanya sebagai media yang dapat membantu agar kita sadar akan sikap yang seharusnya kita cerminkan. Mulai sekarang mari kita buktikan bahwa kita adalah generasi penerus bangsa yang akan mempertahankan kemerdekaan negara yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan yang telah mendahului kita. Bangkitkan jiwa nasionalisme kita, kobarkan semangat juang yang panas membara, demi menjaga kehormatan bangsa, demi mempertahankan negara, dan demi mewujudkan cita-cita serta tujuan nasional negara kita. Merdeka !!!
19.47 | 0 komentar | Read More

essai pertanian senjata indonesia

Written By iqbal_editing on Minggu, 25 Desember 2016 | 06.59

Pertanian, Senjatanya Indonesia


Pertanian suatu istilah yang sering kita dengar, tapi apakah kita tau arti dari pertanian itu? Apakah kita tahu bahwa pertanian itu dapat menjadi senjata bagi kita rakyat Indonesia? Mengapa bisa disebut sebagai senjata? Siapakah yang akan menjadi tentara yang akan memegang senjata itu? Banyak sekali pertanyaan yang akan muncul ketika kita mendengar bahwa “Pertanian, Senjatanya Indonesia” mari kita bahas.
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan mahkluk hidup untuk kepentingan manusia, kepentinga yang menyangkut hidup dan mati rakyat, yang akan membawa malapetaka apabila hal tersebut diabaikan. Tanpa kita sadari, perkembangan pada sektor pertanian di Negara kita telah mengalami kemunduran yang begitu siginifikan. Hal tersebut mengakibatkan pukulan yang telak untuk bangsa kita, bangsa yang hidup di atas tanah yang subur, bangsa yang sangat menggantungkan diri pada ketahanan pangannya namun tidak dapat menjaganya.
Kondisi Geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil dengan wilayah daratan dan lautan yang sangat luas serta posisi silang Indonesia yang sangat strategis membawa implikasi adanya kandungan sumber daya alam yang berlimpah dan beraneka ragam yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Lihat, betapa kayanya sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia, sehingga dapat disimpulkan oleh penulis, bahwa sektor pertanian merupakan pilar utama pembangunan Indonesia dikarenakan hampir seluruh kegiatan perekonomian Indonesia berpusat pada sektor tersebut. Itulah yang dimaksud sebagai “Pertanian, senjatanya Indonesia”
Untuk mencapai  keberhasilah peningkatan pembangunan sektor pertanian diperlukan adanya kerjasama antara berbagai kalangan yang berkecimpung langsunng dibidang pertanian, baik itu dari petani, pemerintah, lembaga penelitian, ilmuwan, innovator, kalangan akademik (mahasiswa, siswa), maupun pihak industri.
Kemajuan dalam sektor pertanian mampu menguatkan  ketahanan pangan di Indonesia, yang belakangan ini kita tahu bahwa Indonesia sedang mengalami “krisis pangan” bukan hanya dapat mengatasi hal tersebut, tapi juga dapat mengatasi berbagai macam masalah seperti, pertumbuhan ekonomi, berkurangnya orang yang menderita penyakit gizi buruk, berkurangnya jumlah pengangguran, kenaik moral bangsa Indonesia, dan lain-lain. Semua masalah tersebut dapat dimusnah oleh senjatanya Indonesia, yaitu Pertanian. Diperlukan upaya di dalam meningkatkan kualitas senjata bangsa Indonesia sehingga dapat mencapai keadaan yang prima, diantaranya :
1.      Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia petani melalui penyuluhan serta upaya meningkatkan kualitas SDM petani melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan pertanian sehingga pengetahuan informasi dan teknologi pertanian dapat sepenuhnya terkuasai oleh sang pemegang senjata terdepan, yaitu petani.
2.      Penguatan peran lembaga ekonomi petani melalu peningkatan modal usaha tani
3.      Keterlibatan para remaja dalam pembangunan sektor pertanian, hal ini penting mengingat malangnya remaja masa kini yang tidak mau mencoba mengangkat senjatanya, yaitu pada sektor pertanian.
4.      Penyedian bantuan benih kepada petani dan pemberdayaan kelembagaan pembenihan.
5.      Meningkatkan kesejahteraan petani dalam segala bidang, mengingat jasanya yang tinggi untuk mempertahankan ketahanan pangan Indonesia.
6.      Memanfaatkan lahan-lahan non produktif sehingga dapat dijadikan lahan produktif.
7.      Penerapan dan peningkatan teknologi dari para ilmuwan pertanian untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian Indonesia.
06.59 | 0 komentar | Read More

essay tentang pergaulan bebas

Written By iqbal_editing on Selasa, 20 Desember 2016 | 05.21

ESSAY TENTANG PERGAULAN BEBAS DI INDONESIA



Remaja adalah individu labil yang emosinya tidak terkontrol oleh pengendalian diri yang benar. Masalah keluarga, kekecewaan, pengetahuan yang minim, dan ajakan teman-teman yang bergaul bebas membuat makin berkurangnya potensi generasi muda Indonesia dalam kemajuan bangsa. Melihat berbagai fakta yang terjadi saat ini, tidak sedikit para remaja yang terjerumus ke dalam lembah perzinahan, disebabkan terlalu jauhnya kebebasan mereka dalam bergaul, faktor utama masalahnya adalah kurangnya pemahaman masyarakat saat ini terhadap batas-batas pergaulan antara pria dan wanita. Disamping itu didukung oleh arus modernisasi yang telah mengglobal dan lemahnya benteng keimanan kita mengakibatkan masuknya budaya asing tanpa penyeleksian yang ketat. Mengenal siapa remaja dan apa masalah yang dihadapinya adalah suatu keharusan bagi orang tua. Dengan bekal pengetahuan ini orang tua dapat membimbing anaknya menjadi remaja yang baik.
Sebenarnya apa yang telah terjadi di tanah air kita ini? istilah pacaranpun sudah tidak asing lagi, hampir semua remaja sekarang berpacaran. Padahal dari pacaran itulah awal terbentuknya suatu perzinahan, apa yang seharusnya belum mereka kenal, tetapi sudah berusaha untuk mengenalnya. Kita tentu tahu bahwa pergaulan bebas itu adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang, yang mana telah melewati batas-batas norma agama yang ada. Masalah pergaulan bebas ini sering kita dengar baik di lingkungan maupun dari media massa. Ada banyak sebab remaja melakukan pergaulan bebas. Penyebab tiap remaja mungkin berbeda tetapi semuanya berakar dari penyebab utama yaitu kurangnya pegangan hidup remaja dalam hal keyakinan/agama dan ketidakstabilan emosi remaja sekaligus rasa ingin tahu yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan perilaku yang tidak terkendali, seperti pergaulan bebas yang melewati batas ini identik sekali dengan adanya seks bebas.
Pergaulan bebas dapat dikurangi apabila orang tua dan anggota masyarakat ikut berperan aktif dalam memberikan motivasi dan dorongan kepada para remaja dan memberikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan remaja dalam proses keremajaannya. Sehingga segala sesuatu yang dilakukannya dapat bermanfaat dalam kehidupan. Pergaulan bebas tidak dapat dipandang remeh, karena pergaulan bebas dapat menjerumuskan para remaja. Maka dari itu kita harus mampu memilih pergaulan yang pas buat kita, karena jika kita salah pergaulan maka hal buruk yang akan menimpa kita.
05.21 | 0 komentar | Read More

essai novel tenggelamnya kapal van der wick

Written By iqbal_editing on Sabtu, 17 Desember 2016 | 07.24

essai Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck



Analisis Novel “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” karya Hamka dengan Pendekatan Histori dan Pendekatan Emotif
Oleh
Siti Sa’adiah 
Ketika melihat sampul sebuah novel yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” karya Hamka, dalam sampul tersebut terdapat gambar sebuah kapal yang tenggelam, pikiran saya langsung teringat akan sebuah film barat yaitu “Titanic” yang menceritakan tentang tenggelamnya kapal tersebut akibat menabrak gunung es di kutub utara. Awalnya saya mengira cerita novel ini tidak akan jauh berbeda dengan cerita film tersebut, namun setelah saya membacanya dan mengaitkan dengan film tersebut ternyata tidak ada kaitannya sama sekali. Jika film Titanic banyak bercerita yang berlatar di kapal tersebut, namun pada novel ini memiliki latar diberbagai tempat. 
Saya penasaran dengan biografi Hamka sebagai penulis novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, saya mencoba mencari tahu bagaimana biografi beliau dan apa tujuan beliau membuat novel tersebut. Setelah saya mencari tahu, bahwa HAMKA adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau lahir di Molek, Meninjau, Sumatra Barat, Indonesia pada tanggal 17 Februari 1908. Ayah beliau bernama Syeh Abdul Karim bin Amrullah (Haji Rasul).
Ketika Hamka berumur 10 tahun ayahnya membangun Thawalib Sumatra di Padang Panjang. Di sana Hamka belajar tentang ilmu agama dan bahasa Arab. Di samping belajar ilmu agama pada ayahnya, Hamka juga belajar pada beberapa ahli Islam yang terkenal seperti: Syeh Ibrahim Musa, Syeh Ahmad Rasyid, Sutan Mansyur dan Ki Bagus Hadikusumo.
Pada tahun 1927 Hamka menjadi guru agama di Perkebunan Tinggi Medan dan Padang Panjang tahun 1929. tahun 1957-1958 Hamka sebagai dosen di Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhamadiyah Padang Panjang.
Hamka tertarik pada beberapa ilmu pengetahuan seperti: sastra, sejarah, sosiologi, dan politik. Pada tahun 1928 Hamka menjadi ketua Muhammadiyah di Padang Panjang. Tahun 1929 beliau membangun “Pusat Latihan Pendakwah Muhammadiyah” dua tahun kemudian menjadi ketua Muhammadiyah di Sumatra Barat dan Pada 26 juli 1957 beliau menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia.
Hamka sudah menulis beberapa buku seperti: Tafsir Al-Azhar (5 jilid) dan novel seperti; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di bawah Lindungan Ka’bah, Merantau Ke Deli, Di dalam Lembah Kehidupan dan sebagainya. Hamka memperoleh Doctor Honoris Causa dari Universitas Al- Azhar (1958), Doctor Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia (1974) dan pada 24 juli 1981 Hamka meninggal dunia.
Hamka membuat novel tersebut berdasarkan kisah nyata tentang kapal Van Der Wijck yang berlayar dari pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, menuju Tanjung Priok, Jakarta, dan tenggelam di Laut Jawa, timur laut Semarang, pada 21 Oktober 1936. Peristiwa itu kemudian diabadikan dalam sebuah monumen bersejarah bernama Monumen Van Der Wijck yang dibangun pada tahun 1936 di Desa Brondong, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, sebagai tanda terima kasih masyarakat Belanda kepada para nelayan yang telah banyak membantu saat kapal itu tenggelam. Dan Hamka mengabadikannya dalam sebuah novel.
Walaupun peristiwa tenggelamnya Kapal Van der Wijck tersebut benar-benar terjadi, namun novel yang dibuatya tidak lepas dari cerita fiksi belaka. Sebagaimana umumnya karya sastra yang baik dibangun di atas serpihan kejadian nyata, Hamka pun mengolah tragedi yang memilukan itu dalam kisah fiksi yang diberi badan peristiwa konkret dengan plot yang apik sehingga imajinasi pembacanya memiliki pijakan di dunia faktual. Karakter utamanya (Zainuddin, Hayati, dan Aziz) seolah pribadi-pribadi yang benar-benar hidup dan mewakili potret kaum muda pada masa itu ketika mereka berhadapan dengan arus perubahan sementara kakinya berpijak pada adat dan tradisi.
Novel in dibuat atas kritik Hamka terhadap tradisi Minangkabau saat itu yang tidak sesuai dengan dasar-dasar Islam ataupun akal budi yang sehat. Hamka berhak melakukan kritik tersebut karena pada saat ia hidup dalam masa tersebut. Sehingga ia bukan hanya merekam sejarah, melainkan juga sang pelaku yang fasih dengan kultur masyarakat Minang dan perubahannya pada zaman itu.
Sejak awal novel ini diterbitkan berpindah dari satu penerbit ke penerbit lain. Mula-mula penerbit swasta, kemudian mulai tahun 1951 oleh Balai Pustaka. Lalu pada tahun 1961 oleh Penerbit Nusantara. Hingga tahun 1962 novel ini telah dicetak lebih dari 80 ribu eksemplar. Setelah itu penerbitannya diambil alih oleh Bulan Bintang. Tidak hanya di Indonesia, Van Der Wijck juga berkali-kali dicetak di Malaysia. Hingga kini novel ini terus dicetak, hingga dibuatkan film layar lebar yang bayak diminati para penonton. 
Ketika novel ini terbit, banyak tanggapan negatif dari pembaca terutama yang muslim. Mereka menolak dan enggan membaca novel tersebut dan mengatakan bahwa tidak pantas seorang ulama membuat sebuah novel yang bercerita tentang percintaan. Namun hamka menanggapinya dengan santai, ia mengatakan bahwa tidak sedikit novel yang berpengaruh positif terhadap pembacanya seperti novel tahun 1920-an dan 1930-an yang mengupas adat kolot, pergaulan bebas, kawin paksa, poligami, dan bahaya pembedaan kelas. 
Banyak tantangan dan rintangan ketika hamka menerbitkan novel tersebut. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck menghadapi batu sandungan lebih keras pada 1962, yakni 24 tahun sejak pertama diterbitkan. Seorang penulis bernama Abdullah SP membuat esai berjudul “Aku Mendakwa Hamka Plagiat” yang dimuat di Harian Bintang Timur 7 September 1962. Dalam esai itu ia menilai bahwa Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ialah hasil jiplakan dari novel Magdalena karya sastrawan Mesir Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi yang juga hasil saduran dari novel Sous les Tilleuls karya pengarang Prancis, Alphonse Karr.
Untuk membuktikan tuduhannya Abdullah SP membuat perbandingan dengan metode “idea-script” dan “ide sketch” yang menjajarkan dua novel itu secara detail dalam bentuk tabel perbandingan. Metode perbandingan semacam ini baru pertama dilakukan sepanjang sejarah sastra Indonesia. Dan dari hasil perbandingan itu Abdullah SP menemukan banyak kemiripan, sehingga ia menuduh Hamka sebagai plagiator. Karuan saja tuduhan itu memicu polemik, lebih-lebih serangan terhadap Hamka tidak berhenti pada esai tersebut melainkan berlanjut dengan dibuatnya kolom khusus di Harian Bintang Timur yang berjudul “Varia Hamka” dalam lembaran kebudayaan Lentera yang diasuh oleh Pramoedya Ananta Toer.
Kabar teakhir yang menggembirakan, selain dibuatkan film yang memiliki judul yang sama dengan novelnya yaitu Tenggelamnya Kapal Van der Wijck yang berhasil memikat para jutaan penonton, novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck pun sedang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan rencananya akan di terbitkan di Mesir. Buku Hamka ini merupakan langkah awal penerjemahan buku-buku Indonesia ke bahasa Arab.   
Selain bisa dilihat dari latar belakang lahirnya novel tersebut dan biografi pengarangnya, saya pun akan menganalisis novel tersebut dengan pendektan emotif. Jika pendekatan historis lebih menekankan pada biografi pengarang dan latar belakang sejarah sastra itu sendiri artinya di luar teks tersebut, tetapi pendekatan emotif lebih menekankan pada perasaan atau mengajuk emosi pembacanya terhadap suatu karya sastra.
Setelah membaca novel ini, saya menemukan banyak sekali dialog-dialog antar tokoh yang menguras perasaan emosi pembacanya. Itu sebabnya saya tertarik menggunakan pendekatan emotif. Novel ini menceritakan tentang kisah cinta yang tak sampai antara Zainuddin dan Hayati. Zainudin yang semenjak dilahirkan hingga menginjak dewasa banyak mengalami masalah-masalah hidup yang dihadapinya. Ia terlahir sebagai anak yatim piatu karena orangtuanya meninggal, kemudian ia diasuh oleh ibu angkatnya yang kemudian meninggal juga. Setelah menginjak remaja, ia berniat untuk pindah ke Minangkabau kampung halaman nenek moyangnya yang juga tanah kelahiran ayahnya. Namun ketika ia sampai di sana, neneknya tidak menerima kehadirannya dikarenakan ia anak pisang. Di sana, ia dianggap asing karena memiliki ibu berdarah asli Makasar walaupun ayahnya tulen orang Minang. Menurut adat Minang, kebangsaan di ambil dari ibunya yaitu garis Matrilinear. Jadi walaupun ayahnya asli Minang jika ibunya bukan asli minang maka anak tersebut tidak akan di anggap sebagai keturunan Minang. Di suatu tempat, ia bertemu dengan seorang wanita yang bernama hayati seorang wanita cantik keturunan bangsawan. Setelah pertemuan tersebut, zainudin dan hayati saling berkirim-kiriman surat hingga keduanya tertarik menjalin sebuah hubungan. Setelah sekian lama mereka menjalin sebuah hubungan, sehingga orang-orang di kampung tersebut mendengar bahwa mereka menjalin hubungan, dan hal tersebut terdengar oleh keluarga Hayati. Tentu saja keluarga hayati tidak setuju jika hayati memiliki hubungan dengan Zainuddin yang tidak jelas asal-usulnya. Kemudian zainuddin di usir dari kampung Batipuh. Keluarga Hayati lebih memilih Aziz yang keturunan asli Minagkabau dan dari keluarga bangsawan untuk dijadikan suami Hayati.
Setelah mendengar bahwa hayati akan menikah dengan Aziz, Zainuddin merasa sakit hati dan tak menyangka dengan hayati yang kejam karena telah bersedia menerima aziz sebagai suaminya. Padahal pada saat itu mereka masih menjalin hubungan. Zainuddin masih teringat akan janji Hayati yang mengatakan bahwa ia akan terus menunggu Zanuddin ketika Zainuddin di usir dari kampung Batipuh. Tapi nyatanya, ia melanggar janjinya tersebut. Ia telah menghianati cinta suci Zainuddin. Hapus sudah harapan dan impian zainuddin menjadi suami dari Hayati. Karena kini hayati telah menjadi milik oranglain.
Akhirnya, untuk bangkit dari keterpurukan cintanya kepada hayati, ia memutuskan untuk pergi ke jakarta ia bangkit menjadi seorang penulis yang sukses dan namanya sudah terkenal dimana-mana. Kemudian ia tinggal di Suraba bersama temannya yang bernama Muluk. Di Surabaya ini ia bertemu dengan hayati dan Aziz yang kemudian Aziz memutuskan untuk bunuh diri karena ia jatuh miskin akibat tingkah lakunya sendiri. Dengan mengirim surat kepada Zainuddin, Aziz menitipkan Hayati kepadanya.
Meskipun Zainuddin masih menyimpan rasa cinta kepada Hayati, tetapi Zainuddin enggan menerima Hayati lagi karena takut akan di kecewakan kembali. Akhirnya Zainuddin menyuruh Hayati untuk pulang ke kampung asalnya di Batipuh. 
Hayati pun pulang dengan menumpang kapal Van der Wijck. Namun nasib malang menimpa hayati, kapal yang ditumpanginya tenggelam di laut Jawa. Mendengar berita tersebut, Zainuddin terkejut dan langsung menuju rumah sakit di Tuban. Sayangnya nyawa Hayati tidak bisa terselamatkan karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Semenjak kejadian itu, Zainuddin sering mengalami sakit dan akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan di samping pusara Hayati.
Berdasarkan sinopsis dari novel di atas, saya sebagai pembaca bisa merasakan apa yang dirasakan tokoh-tokoh utama pada novel tersebut. Jalan ceritanya membuat saya sedih, terharu, menangis, emosi, kesal, tegang, gelisah dan lain-lain. Ketegangan itu terjadi saat ayah Zainuddin Pendekar Sutam bertengkar dengan pamannya Datuk Mantari Labih yang mempermasalahkan harta. Hingga pamannya tersebut di bunuh oleh Pendekar Sutan. 
“.....Apa? Engkau katakan saya zalim?” kata datuk Mantari Labih sambil melompat ke muka, dan menyentak kerisnya, tiba sekali di hadapan Pendekar Sutan. Malang akan timbul, sebelum dia sempat mempermainkan keris, pisau belati Pendekar Sutan telah lebih dahulu tertancap di lambung kirinya, mengenai jantungnya.”... Saya luka.... Tolong....”cuma itu perkataan yang keluar dari mulut Datuk Mantari Labih. Dan dia tidak dapat berkata apa-apa lagi. Seisi rumah ribut”. 
Situasi ini membuat perasaan pembaca menjadi tegang karena akhirnya Pendekar Sutan masuk penjara dan di buang ke daerah Cilacap kemudian ada orang yang membawanya ke tanah Bugis. Di tanah tersebut Pendekar Sutan bertemu dengan ibu Zainuddin yang bernama Daeng Habibah. Setelah itu keduanya menikah dan setelah tiga dan empat tahun menjalani rumah tangga bersama lahirlah Zainuddin.
Saya pun ikut merasakan sedih ketika Zainuddin menjadi anak yatim piatu karena kedua orangtuanya telah meninggal. Mak Base, ibu angkatnya Zainuddin menceritakan kejadian mengapa kedua orangtuanya meninggal. Ibunya meninggal karena sesak nafas, pada saat itu Zainuddin masih berumur 9 bulan. Mendengar cerita tersebut, Zainuddin berlinang air mata.
“.....tidak berapa saat kemudian, ibupun hilanglah, kembali ke alam baqa, menemui Tuhannya, setelah berbulan-bulan berjuang menghadapi maut, karena enggan meninggalkan dunia sebab engkau masih kecil.” Air mata Zainuddin menggelanggang mendengarkan hikayat itu, Mak Base meneruskan pula.”
Mak Base menceritakan pula bahwa ayahnya meninggal dan tak di sangka-sangka. Karena meninggalnya dalam keadaan sedang shalat. 
“Rupanya kudrat Ilahi tidak mengizinkan ayahmu menunggumu sampai besar. Karena di waktu engkau sedang cepat bermain, di waktu sedang enak mengecap nikmat kecintaan ayah dan kecintaan ibu, terkumpul ke dirimu dari ayahmu seorang, ayahmu meninggal dunia. Meninggalnya seakan-akan terbang ke langit saja, dengan tidak tersangka-sangka. Pada suatu malam, petang Kamis malam Jum’at, sedang dia duduk di atas tikar sembahyangnya, bertekun sebagai kebiasaannya, meminta taubat dari segenap dosa, dia meninggal. Ketika itu engkau telah pandai menangis dan bersedih, engkau meratap memanggil-manggil dia.” 
Betapa malangnya nasib Zainuddin yang ketika itu masih kecil sudah ditinggal kedua orangtuanya. Sebagai pembaca, saya merasakan terharu dan sedih melihat nasib Zainuddin yang malang. Saya merasa kasihan terhadap Zainuddin yang masih kecil sudah kehilangan kasih sayang kedua orang tuanya.
Perasaan saya ikut senang ketika Zainuddin dekat dengan Hayati gadis desa yang cantik dan keturunan bangsawan. Walaupun cinta itu berawal dari rasa kasihan Hayati terhadap Zainuddin karena tidak dianggap di kampung Batipuh, setidaknya itu membuat Zainuddin tidak merasa sepi dan di asingkan di kampung tersebut.
“Sejak Zainuddin berkenalan dengan dengan Hayati, dia tidak merasa sunyi lagi di tanah Minangkabau yang memandangnya orang asing itu. Minangkabau telah lain dalam pemandangannya sekarang, telah ramai, telah mengalirkan engharapan yang baru dalam hidupnya. Di dinilah kedua makhluk itu mempersambungkan jiwa, sebelum mempersambungkan mulut.....”
Sebagaimana anak remaja pada umumya, Zainuddin dan Hayati sedang mengalami jatuh cinta hingga keduanya saling berkirim-kiriman surat. Ketika mereka saling beririm-kiriman surat, hingga beberapa kali Zainuddin mengirimi surat kepada Hayati. Suatu ketika, Hayati membalas suratnya, dan isi surat tersebut Hayati bermaksud mengajak bertemu dengan Zainuddin di suatu tempat.
Keduanya saling bertemu, saat itu Hayati memutuskan tidak menerima cinta Zainuddin, ia hanya ingin bersahabat dengannya. Tetapi Zainuddin meyakinkan bahwa ia ingin bersahabat juga bercinta. Tapi Hayati tetap memutuskan bahwa ia hanya ingin bersahabat saja. Mendengar keputusan tersebut, Zainuddin merasa kecewa dan mencoba menerima keputusan Hayati.
“Baiklah, Hayati ! Besar salahku memaksa hati yang tak mau. Baiklah, marilah kita tinggal bersahabat, saya takkan mengganggumu lagi. Pulanglah ke rumah, tidak ada keizinan Tuhan atas pertemuan dua orang muda yang sebagai kita ini kalu memang tak ada perkenalan bathin .....”
Pergilah Zainuddin dengan membawa perasaan kecewa. Melihat kepergian Zainuddin, hayati merasa tak kuasa menahan perasaannya kemudian ia menyuruh adiknya untuk memanggil kembali Zainuddin. 
“Apa Hayati?. “Saya mencintai dikau, biarlah hati kita sama-sama dirahmati Tuhan. Dan saya bersedia menempuh segala bahaya yang akan menimpa dan sengsara yang mengancam.”
“Hayati.... Kau kembalikan jiwaku ! Kau izinkan aku hidup. Ulurkanlah tanganmu, marilah kita berjanji bahwa hidupku bergantung kepada hidupmu, dan hdupmu bergantung kepada hidupku. Yang menceraikan hati kita, meskipun badan tak bertemu, ialah bila nyawa brcerai dengan badan.”
Pada bagian cerita ini, perasaan saya menjadi tak tentu saat membacanya. Antara kecewa, sedih, terharu dan senang semuanya menyatu. Saya seperti bisa merasakan apa yang dirasakan keduanya.
Ketika hubungan Zainuddin dengan Hayati terdengar oleh orang-orang kampung hingga terdengar oleh pihak keluarga Hayati. Maka keluarga Hayati mengusir Zainuddin dari kampungnya. Karena Zainuddin dianggap tidak pantas berhubungan dengan Hayati.
“.... Dengan sangat saya minta engkau berangkat saja dari sini, untuk kemaslahatan Hayati yang engkau cintai....”
Zainuddin merasa tercengang dan termenung dengan apa yang dikatakan pamannya Hayati. “ Angkatlah kepalamu Zainuddin, berilah say kata putus.” ujar Dt ... Pula. Diangkatlah kepalanya, dan kelihatanlah air matanya merapi. “Berilah saya keputusan, pergilah !” “Ba.....iklah, engku !”. Dengan perasaan sedih dan kecewa Zainuddin pergi meninggakan kampung Batipuh. 
Kutipan cerita ini membuat saya merasa iba dan kasihan kepada Zainuddin. Dia seakan-akan di perlakukan rendah hanya di karenakan dia tidak dianggap keturunan asli Minang walaupun ayahnya berdarah asli Minang. 
Diantara cerita-cerita dalam novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck ini, salah satu cerita ini yang membuat saya sebagai pembaca merasa sedih, kecewa bahkan emosi ketika Zainuddin yang berniat akan melamar Hayati, dengan mengirim surat kepada keluarga Hayati untuk mendapatkan izin melamar perempuan tersebut. Namun permintaan itu di tolak oleh keluarga Hayati karena pada saat yang brsamaan, Aziz pun mendatangi ke rumah Hayati dengan maksud untuk melamar Hayati, dan lamaran itu pun di terimanya. Saya merasa emosi ketika membacanya, padahal dulu Hayati pernah berjanji bahwa dia akan setia menunggu Zainuddin. Tetapi setelah ada orang yang hendak melamar kepadanya, ia telah menghianati cinta suci Zainuddin. Dia bersedia menerima lamaran tersebut hanya karena Aziz terlahir sebagai keturunan bangsawan dan berdarah asli Minang. Jika dibandingka dengan Zainuddin yang miskin dan tidak jelas asal-usulnya. Tidak heran jika keluarga Hayati lebih menyetujui Hayati menikah dengan Aziz.
Ketika sahabat Zainuddin yang bernama Muluk memeritahukan bahwa perkawinan antara Hayati dan Aziz telah berlangsung, oh betapa sakitnya hati Zainuddin, betapa terpuruknya perasaannya, badannya terasa lemah, ia menangis dan meratapi nasibnya yang malang .
“.... Dia masuk kembali ke dalam kamarnya, duduk menghadapi meja kecilnya sambil melepaskan air mata yang telah tertahan, dua patah perkataan yang dapat melepaskan segala perasaan hati, keluaarlah dari mulutnya: “....... Ah nasib !”
Perasaan saya seakan-akan terbawa dalam situasi tersebut, saya bisa merasakan sakitnya hati Zainuddin pada waktu itu. Setelah kejadian tersebut, Zainuddin mengalami sakit selama dua bulan lamanya, ia sering mengigau memanggil-manggil nama Hayati. Dokter yang datang pun tidak bisa mengobati sakit Zainuddin. Kemudian dokter tersebut menyuruh kepada Muluk sahabatnya untuk memanggil Hayati agar bisa mengobati sakitnya. Atas permintaan Muluk dan atas izin Aziz suaminya akhirnya Hayati bersedia menemui Zainuddin. 
Saat Hayati tiba di tempat Zainuddin tinggal, Zainuddin awalnya tidak sadar bahwa Hayati sudah bersuami, ia mengungkapkan segala impiannya kepada Hayati yang berharap Hayati menjadi istrinya. Ia sadar ketika memegang tangan Hayati yang hendak diciumnya, namun ketika melihat tangannya sudah mengenakan cincin atas pernikahannya dengan Aziz kemudian ia langung melepaskan tangan Hayati.
“O .... Kau berinai jari, ya, ya,... Saya lupa, kau sudah kawin, kau sudah kepunyaan orang lain, sudah hilang dari tangan saya.” sekarang saya insaf , haram saya menyintuh tangannya, dia bukan tunanganku, bukan istriku !”
“ Diambilnya ujung selimutnya, ditutupnya mukanya. Kemudian dia berkata: “... Keluarlah semuanya, pergilah semuanya, tinggalkan saya seoarng diri disini. Saya tidak akan perhubungan dengan orang-orang itu, merekapun telah putus pula dengan saya...... Pergilah, keluarlah, segera !” 
Oh betapa sedih dan kasihannya saya melihat nasib Zainuddin yang terpuruk cintanya kepada Hayati yang kini sudah bersuami. Saya merasa iba dengan keadaan Zanuddin yang terbaring lemah sakit. 
Perasaan saya pun terbawa emosi ketika Aziz suami Hayati sudah tak setia lagi dan merasa bosan kepada istrinya. Di luar rumah aziz sering melakukan judi dan memainkan perempuan-perempuan cantik. Malangnya nasib Hayati yang bersuami Aziz. Aziz jatuh miskin mendadak karena tingkah lakunya sendiri yang kerap menghambur-hamburkan uang. Harta bendanya di rampas dan rumahnya di sita hingga keduanya tidak memiliki apa-apa dan kemudian menumpang di rumah Zainuddin yang sekarang sudah mapan. Setelah berapa lama Aziz menumpang di rumah Zainuddin akhirnya ia memutuskan untuk pergi mencari pekerjaan, namun kabar tak terduga datang kepada Zainuddin dan hayati bahwa Aziz telah bunuh diri dan sebelum bunuh diri ia mengirimkan surat kepada Hayati bahwa ia telah menceraikan Hayati dan menyerahkan Hayati sepenuhnya Kepada Zainuddin.
Saya ikut menangis ketika Hayati telah di tinggal suaminya dan kemudian ia meminta maaf kepada Zainuddin atas kesalahan yang sudah diperbuatnya. Saya terkejut ketika Zainuddin mengatakan: “... Maaf?” ... Kau meminta maaf Hayati? Setelah segenap daun kehidupanku kau regas, segenap pucuk pangharapanku kau patahkan, kau minta maaf?” hayati pun terkejut ketika mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Zainuddin. Zainuddin mengungkapkan segala yang dirasakannya ketika hayati telah menghianati cintanya. Ia mengungkapkan perasaan dendam kepada hayati yang dulu telah membuatnya terpuruk. Sehingga ketika hayati menginginkan untuk hidup bersama dengan Zainuddin tetapi Zainuddin menolaknya dan memilih untuk menuruh Hayati pulang ke kampung asalnya.
“...Tidak Hayati ! Kau mesti pulang kembali ke Padang ! Biarlah saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau ! Janganlah hendak ditumpangi hidup saya, orang tak tentu asal... Negeri Minangkabau beradat!.... Besok hari senin, ada kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu ke kampungmu.”
Dengan berat hati, Hayati menuruti keinginan Zainuddin yang menyuruhnya pulang kampung. Sebelum kapal Van der Wijck yang ditumpanginya melaju, ia menitipkan surat kepada Muluk sahabat Zainuddin yang mengantarkan Hayati ke Tanjung Perang untuk diampaikan kepada Zainuddin.
Sesampainya di rumah, Muluk menyampaikan pesan hayati kepada Zainuddin dan memberikan sepucuk surat. Di bacanya surat tersebut, hingga Zainuddin mengeluarkan air mata dan merasa menyesal telah melepas Hayati pulang kampung, padahal ia masih cinta kepada Hayati. Padahal ia akan sengsara jika tidak ada Hayati.
“ Saya sudah salah, hati dendam saya dahuukan dari ketentraman cinta. Terus terang saya katakan, kalau tidak ada Hayati lagi di sini, saya akan sengsara, terus!”
Nasib malang menimpa Hayati, kapal yang ditumpanginya mengalami kecelakaan. Kapal tersebut tenggelam di Laut Jawa hingga nyawa Hayati tidak bisa terselamatkan akibat terlalu banyak mengeluarkan darah. Kejadian tersebut mengejutkan Zainuddin, ia kehilangan orang yang di cintainya untuk selama-lamanya. Semenjak kejadian tersebut, Zainuddin sering mengalami sakit hingga sakitnya merenggut nyawanya. Akhirnya ia di makamkan dekat pusara Hayati.
Sungguh, akhir cerita yang sangat tragis dan menyedihkan terutama bagi saya sebagai pembaca. Novel ini berhasil membuat perasaan saya tak karuan, hingga berhasil membuat saya menangis.
07.24 | 0 komentar | Read More
 
berita unik