Cerpen Karangan: Imelda Oktavera
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Lingkungan
Lolos moderasi pada: 5 September 2016
Cuaca sejuk di sebuah bukit yang menghijau. Bukit hijau yang banyak ditumbuhi pohon pinus. Daun-daun pohon pinus melambai ditiup angin yang berhembus lembut di pagi ini.
Seperti juga di bukit utara, anga angin berhembus lembut menyapa sahabatnya pino pinus di pagi ini.
“Pagi pino pinus…” sapa anga angin menghembus pino pinus sahabatnya.
“Pagi anga angin.” Balas pino pinus.
“Apakah hari ini kamu dan teman-temanmu akan bermain di tempat ini sampai siang?” tanya pino pinus.
“Mungkin hanya beberapa saja pino pinus karena sepertinya mereka akan bermain ke arah barat siang nanti.” Jawab anga angin.
“Kenapa mereka bermain disana?” tanya pino pinus.
“Katanya sih mereka ingin berkeliling ke arah barat hari ini, mungkin ingin melihat situasi disana saat ini. Mungkin… mereka akan melewati daerah ini.” ucap anga angin.
“Oh… begitu, tapi kamu masih di sini kan anga, kalau kamu dan teman-temanmu tidak bermain di sini bukit ini akan kehilangan kesejukannya.” ucap pino pinus.
“Ah… tanpa kami kalian sudah membuat bukit ini sejuk karena oksigen yang kalian keluarkan. Kami pun bisa menghembuskan kesejukan ke seluruh bukit ini karena kalian juga.” ucap anga angin.
“Tapi tetap kami membutuhkan kalian.” ucap pino pinus.
“Yeaahhh… kita bekerjasama untuk itu…” ucap anga sambil berputar di sekeliling pino pinus karena kegirangan. Dedaunan pohon pinus bergerak cepat mengikuti arah anga angin dengan ceria.
“Tapi…” anga angin berhenti berputar dan berhembus pelan di dedaunan pino pinus.
“Tapi apa?” tanya pino pinus, yang kembali melambai pelan.
“Kemaren siang aku ke arah timur…” ucap anga angin.
“Lalu?” tanya pino pinus.
“Disana beberapa temanmu pepohon sudah tidak kelihatan lagi…” ucap anga angin.
“Maksudmu? Tidak kelihatan bagaimana? Apakah di sana matahari tidak bersinar? Tapi di timur bukannya matahari pertama terbit?” tanya pino pinus penasaran.
“Bukan karena matahari tidak bersinar di sana, cuma…” ucap anga menghentikan perkataannya.
“Cuma… apa?” tanya pino pinus semakin penasaran.
“Cuma mereka sepertinya sudah ditebang oleh manusia.” ucap anga angin.
“O ya…” ucap pino pinus wajahnya terlihat sedih, dedaunanan di rantingnya sedikit melayu.
“Memang mereka pepohonan yang besar dan sudah berusia puluhan tahun. Kamu ingat pak jaka jati yang aku ceritakan ke kamu?” tanya anga angin.
“Iya, ingat…” jawab pino pinus, kembali riang.
“Aku sudah tidak menemukannya lagi disana. Padahal aku suka bermain di antara dedaunan dan rantingnya…” ucap anga angin sedih, pino pinus kembali sedih dedaunannya dihembus anga angin perlahan.
“Tapi jangan khawatir mereka bakalan menanam kembali jati kecil yang baru. Mereka cuma mengganti pohon tua dengan yang muda…” ucap pino pinus penuh harap.
“Aku pikir nggak begitu karena sampai sekarang bukit timur masih gundul… dan mulai terasa panas…” ucap anga angin.
“O ya…” ucap pino pinus.
“Aku takut kalau bukit timur akan longsor seperti bukit barat…” ucap anga angin.
“Oh… jangan sampai itu terjadi, akan kemana semua hewan di hutan ini? Mereka pasti akan ketakutan dan tidak punya tempat tinggal.” ucap pino pinus.
“Yeah… bukan hanya hewan-hewan di hutan kita tapi pemukiman dan kebun penduduk pasti terkena dampaknya.” ucap anga angin sambil berputar ke kaki pino pinus.
“Hai juga anga angin…” ucap pak tata tanah yang pendiam.
“Apa kabar hari ini pak?” tanya anga angin pada pak tata tanah.
“Baik anga angin…” jawab pak tata tanah.
“Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya pino pinus yang cemas, obrolan anga angin dan pak tata tanah terhenti.
“Kita nggak bisa berbuat apa-apa pino pinus, kita juga nggak bisa katakan pada pak jaja hujan untuk tidak turun. Semua ada bagiannya, tugasnya.” ucap anga angin, sambil bergerak kembali ke atas.
“Kalau pak jaja hujan tidak turun, maka kamu juga tidak bisa bertahan hidup tanpa air. Seluruh alam ini akan kering dan semua pasti akan mati.” ucap anga angin.
“Iya kamu benar, tapi kalau pak jaja hujan turun sederas kemarin, bisa-bisa bukit timur akan longsor seperti bukit barat.” ucap pino pinus, anga angin kembali menghembus dedaunan pino pinus.
“Ya memang, itulah tugas kamu dan teman pohonmu yang lain pino pinus, untuk mencengkram tanah dan menjaga kestabilannya supaya jangan longsor.” ucap anga angin.
“Ya, tapi kalau semua ditebang gimana? Siapa yang akan menjaga kestabilan tanah di bukit ini.” ucap pino pinus.
“Ya, itu tugas manusia menjaga pepohonan ini. Supaya tetap berdiri tegak dan tidak ditebang, kalau pun ditebang hanya pohon yang tua kemudian harus diganti dengan pohon yang muda.” ucap anga angin.
“Iya, kamu benar manusialah yang harus menjaga kami.” ucap pino pinus masih lesu.
“Hei lihat itu… Bu wawa awan sudah mulai tebal dan menghitam, sebentar lagi pasti pak jaja hujan akan turun.” ucap anga angin.
“Iya, lihat mereka mulai menutupi pak mata matahari…” ucap pino pinus.
“Sebenarnya semua dapat dicegah kalau saja manusia-manusia itu tidak serakah, seandainya mereka menanam kembali pohon-pohon muda pengganti pohon yang sudah tua. Bukit ini pasti akan kembali menghijau dan aku beserta temanku pun pasti sangat senang bisa bermain di pucuk-pucuk pepohonan, di ranting-ranting dan daun yang menghijau.” ucap anga angin.
“Ya… dan aku bisa dengar ceritamu tentang pepohonan lain yang hidup di bukit ini.” ucap pino pinus.
“Aku dan teman pohonku yang lain bisa menjadi sarang dan tempat berlindung hewan-hewan di hutan ini. Burung-burung akan senang bermain di ranting kami dengan nyanyiannya yang merdu.” ucap pino pinus lagi.
“Kita hanya bisa berharap Tuhan membuka mata hati para manusia itu supaya tidak bertindak serakah.” ucap anga angin.
“Ya… kita hanya bisa berdoa supaya Tuhan membuka hati mereka, bukan hanya untuk keselamatan hutan kita tapi juga untuk keselamatan manusia itu sendiri…” ucap pino pinus, pak jaja hujan mulai turun perlahan.
“Halo temanku anga angin dan pino pinus…” sapa pak jaja hujan.
“Halo pak jaja hujan.” ucap pino pinus dan anga angin serentak.
“Ho ho hooo… Aku akan memberi kalian kesegaran dengan airku…” ucapnya riang sambil mengguyur pino pinus dengan airnya yang mulai deras…
“Iya pak jaja hujan… hutan akan menjadi lebih sejuk sekarang.” ucap pino pinus.
“Iya, anga angin pasti membantu menyebar kesegaran ini…” ucap pak jaja hujan.
“Iya pasti pak jaja hujan…” ucap anga angin senyum.
“Yaah… kalian jangan terlalu sedih tentang kejadian di bukit barat, semoga di bukit utara ini tidak terjadi longsor. Di sini masih banyak pepohonan, tu pino masih kuat mencengkram pak tata tanah.” ucap pak jaja hujan, pak tata tanah hanya senyum tak bicara.
“Iya pak, semoga ngak akan terjadi longsor lagi. Semoga manusia-manusia itu terbuka hatinya.” ucap pino pinus.
“Masih ada beberapa manusia yang peduli pada bukit ini, berharaplah mereka berhasil menyelamatkan bukit ini… hutan ini…” ucap pak jaja hujan.
“Yeah… aku melihat kemarin ada beberapa manusia mendatangi bukit selatan, mereka membawa beberapa pohon muda.” ucap dara angin yang sudah nimbrung aja di dekat mereka. Semua mengalihkan pandangan ke dara.
“O ya…” ucap pak tata tanah yang sedari tadi diam.
“Iya pak tata tanah, aku melihat mereka kemarin.” ucap dara angin semangat sambil menghampiri pak tata tanah, yang membuat beberapa daun yang sudah gugur di atas pak tata tanah bergerak dan terbang rendah.
“Syukurlah, semoga kan banyak manusia yang pintu hatinya di buka untuk menjaga kelestarian hutan kita ini. Hutan ini untuk kebaikan kita bersama…” ucap pino pinus sedikit ceria. Anga berhembus ke pucuk pino pinus yang bisa merasakan sedikit kelegaan pino pinus. Pucuk pino pinus melambai pelan.
“Iya, kita harus selalu berharap dan berdoa dan melakukan tugas kita dengan baik.” ucap pak jaja hujan bijak. Semua mulai tersenyum penuh harap.
“Hei… lihat teman-teman mulai mengumpul…” ucap dara angin, para teman angin sudah muncul.
“Yeah… ayo kita berkeliling, supaya semua merasakan kesejukan hujan, pohon dan angin… juga kelembutan pak tata tanah dong…” ucap anga ceria.
“Iya teman-teman, salam untuk pepohonan yang lain ya…” ucap pino pinus yang kembali ceria.
“Iya pino, nanti kami akan kembali untuk menceritakan pengalaman kami menjelajah bukit dan hutan ini…” ucap anga angin yang mengelilingi pino pinus sebagai ucapan perpisahan hari ini.
“Iya…” ucap pino riang.
“Hai…” para teman angin menyapa sambil berlalu melewati pino pinus, anga angin, dara angin, pak jaja hujan dan pak tata tanah.
“Hai…” balas pino pinus dan pak tata tanah. Pino pinus melambaikan daunnya, anga angin dan dara angin mengelilingi pino pinus dan pak tata tanah.
“Hai teman-teman…” balas anga angin dan dara angin ceria.
“Hai… para angin…” sapa pak jaja hujan.
“Ayo dara angin kita susul teman-teman kita.” ucap anga angin bersemangat melihat teman-temannya yang lebih dahulu berlalu.
“Selamat tinggal pino pinus, pak jaja hujan dan pak tata tanah…” ucap anga angin dan dara angin, lalu mereka pun berhembus menyusul teman-temannya.
“Ya…” balas pino pinus, pak jaja hujan dan pak tata tanah.
“Aku juga akan semakin menyebar nih pino, pak tata tanah. Bu wawa awan sudah mulai bergerak.” ucap pak jaja hujan, semua melihat ke bu wawa awan yang mulai bergerak.
“Iya pak jaja hujan, salam untuk bu wawa awan ya pak…” ucap pino pinus.
”Saya juga pak jaja hujan…” ucap pak tata tanah lembut.
“Iya pino pinus dan pak tata tanah…” ucap pak jaja hujan mulai bergerak pergi. Pino pinus melambai ceria. Sepeninggal pak jaja hujan, anga angin dan dara angin. Pino pinus dan pak tata tanah juga tetap melakukan tugasnya. Pino pinus dengan daun, ranting dan batangnya menghalangi pak jaja hujan langsung jatuh ke pak tata tanah sehingga permukaan tanah tak tergerus air pak jaja hujan. Dengan akarnya pino pinus mencoba menjaga kestabilan tanah di sekelilingnya, supaya tidak terjadi erosi tanah. Akar pino pinus pun juga membantu penyerapan air ke pak tata tanah dan daun-daunnya memberikan oksigen untuk sekelilingnya. Pak tata tanah memberi tempat untuk pino pinus berdiri, membiarkan sisa air pak jaja hujan mengalir masuk ke pori-pori pak tata tanah dan menyebarkan air ke sekelilingnya serta menjaga cadangan air dalam tubuh pak tata tanah. Pak tata tanah juga tak lupa memberikan nutrisi yang cukup untuk semua tanaman yang tumbuh di atasnya. Alam melakukan tugasnya… Sebaiknya kita pun begitu. Supaya alam ini dapat lestari dan menjadi tempat hidup yang aman dan nyaman bagi kita semua makhluk ciptaan Tuhan… Seperti tujuan penciptaan Dunia ini oleh Tuhan. Dunia ini milik kita bersama dan juga tanggung jawab kita bersama…
0 komentar:
Posting Komentar