Karya : Witri Andriyani
BABAK 1
Pagi yang dingin menerkam daging. Bau sampah-sampah yang berserakan
menusuk-nusuk hidung yang membasah. Pagi itu tak secerah biasanya, berkabut
tebal. Ratih pun terbangun dari mimpinya dan menggigil tak tahan kedinginan. Selimutnya
yang terbuat dari lapisan-lapisan koran tak mampu melindunginya dari dinginnya
pagi ini. Gadis belia 13 tahun itu pun mulai terbiasa dengan keadaan ini.
Satpam : Heh bocah. Ini sudah siang ayo cepat bangun dan pergi! (usir seorang satpam penjaga toko)
Ratih : (membangunkan
tubuhnya yang masih terasa lemas dan kaku).
Satpam : Ayo pergi bocah kecil! Cari kerja saja sana sana! Datang ke
kota malah untuk menggelandang. Kalau tidak bisa bekerja, pulang saja ke kampungmu
itu, cari ibumu.
Tanpa pikir panjang lagi Risna
langsung saja pergi meninggalkan satpam itu. Ia juga merasa kesal dengan ocehan
satpam itu yang tak tahu hal yang sebenarnya.
Risna : Ya Alloh. Sampai kapan aku terus menggelandang seperti
ini. Kapan ini semua akan berakhir. Aku pun tidak tahu apakah hari esok aku
bisa makan atau tidak. Hari ini aku dapat makan atau tidak saja aku tidak tahu.
Sinar terik siang itu, menyapu
seluruh kabut, terlihatlah semua gedung-gedung pencakar langit yang
menjulang-julang seperti tak tampak di mana ujungnya. Sejak kemarin sampai
siang itu Ratih belum juga mendapatkan makanan. Tubuhnya yanng kurus, berjalan
layu di antara trotoar-trotoar yang dipenuhi para penjual kaki lima. Perutnya
yang sedari pagi bergejolak kini tak lagi dihiraukannya. Ia terus saja berjalan
berjalan dan berjalan tanpa arah dan tujuan, tatapannya pun terlihat kosong.
Risna : (menyebrang jalan.
Tiba-tiba . . . )
CCIIIIITTT GUUBBBRRAAKK!!!
Lalu orang-orang pun langsung
berkerumun berebut melihat orang yang tertabrak.
Orang 1 : Hei siapa itu yang tertabrak?
Orang 2 : Ah hanya anak jalanan kok. Ayo bu kita pergi.
Orang 3 : Korbannya wanita ayo cepat tolong. Bawa dia ke rumah sakit.
Hei kau yang menabrak ayo cepat tolong dia. Kau harus bertanggung jawab!
Bu Karmila : bukan saya yang menabrak Pak. Yang menabrak tadi orangnya langsung
kabur. Biar saya saja yang antar ke rumah sakit. Tolong angkat dan masukkan ke
mobil saya!
Lalu orang-orang pun mengangkatnya masuk ke dalam
mobil bu Karmila. Untung saja bu Karmila adalah seorang dokter. Sehingga bisa
langsung ditangani tanpa proses yang berbelit-belit mengingat Ratih merupakan
seorang glandangan.
BABAK 2
Beberapa jam kemudian Ratih terbangun. Ia
terkejut dengan adanya kabel infus dan tubuhnya yang sakit dan pegal-pegal.
Setelah kesadarannya kembali pulih sepenuhnya,, ia sadra kalau dirinya kini
berada di rumah sakit.
Bu Karmila : Alhamdulillah kamu sudah sadar juga. (tersenyum lembut)
Ratih : (Terdiam)
Bu Karmila : Maaf ya tadi ibu yang telah menabrak kamu. Apakah kamu masih
merasa sakit?
Ratih : (hanya mengangguk)
Bu Karmila : (tersenyum kembali) syukurlah kalau begitu. Oya Ibu belum tahu
nama kamu siapa. Apakah Ibu boleh tahu siapa nama kamu?
Ratih : Na-ma saya Ra-tih Bu. (sambil meringis kesakitan)
Bu Kramila : Oooh Ratih. Pasti masi sangat sakit ya? Ya sudah untu beberapa
hari kedepan kamu opnam di sini. Soal biaya jangan kamu pikirkan. Ibu akan
bertanggunjawab kok.
Ratih : Iya Bu terimakasih.
Bu Karmila : Kamu istirahat dulu ya. Ibu masih ada tugas melayan pasien lain. Ibu juga dokter di sini.
Jadi, kalau kamu butuh sesuatu jangan segan untuk menghubungi ibu ya. Kamu juga
bisa minta bantuan suster untuk mencari Ibu. Maaf Ibu tidak bisa lama-lama
meneman kamu. Iu tinggak dulu ya. (langsung meninggalkan kamar Ratih)
Ratih : Bu. Nama Ibu siapa?
Bu Karmila : Bu Karmila. (tersenyum dan meningalkan kamar dengan
terbru-buru)
Ratih : Baik sekali ibu itu. Walaupun ia sudah menabrakku, tapi
rasanya aku tak pantas untuk diselamatkan. hidupku tak ada gunanya lagi. Kalau
saja dia itu ibuku, pasti aku tak seperti ini.
Suster Dina : Selamat siang Ananda Ratih? Saya cek kesehatan kamu dulu ya?
Ratih : Ya. Selamat siang Sus. Kapan saya bisa pulang Sus?
Suster Dina : Kamu sudah tiga hari di sini, seharusnya besok sudah bisa
pulang. Tetapi, menunggu pemberitahuan dari bu Karmila dulu, baru kamu boleh
pulang. Kamu sudah ingin pulang? Pasti kamu sangat kesepian di sini ya?
Ratih : Sebenarnya aku sudah ingin pulang dari sini. Tapi tidak
tahu harus ke mana..hehe
Suster Dina : Lho memangnya rumah kamu ada di mana?
Ratih : Sebenarnya saya tidak punya rumah. (Memasang muka
sedih)
Suster Dina : (hanya bisa diam, karena merasa tak enak hati).
Oya ini ada roti dan buah titipan dari
bu Karmila. Semoga akmu menyukainya ya. Suster pergi dulu ya. Cepat sembuh. (ia
langsung pergi meninggalkan Ratih)
Ratih : Sebenarnya siapa itu bu Karmila? Mengapa ia begitu baik
kepadaku. Ternyata masih ada orang yan berhati mulia seperti bu Karmila. (sambil
memakan roti dan mngucurkan air mata karena terharu).
Keesokan harinya merupakan waktu
Ratih untuk meninggalkan rumah sakit. Ia bingung apakah biaa rumah sakit sudah
dibereskan atau belum. Kalau belum mungking ia tak akan dapat keluar dari rumah
sakit seumur hidupnya.
Bu Karmila : selamat pagi Ratih? Apakah kamu sudah merasa baikkan sekarang?
Ratih : Iya Bu. Tapi masih sedikit sakit kalau untuk berjalan.
Dan mungkin 2 minggu lagi perban ini sudah bisa dilepas.
Bu karmila : Syukurlah kalau begitu. Untuk masalah perban itu membutuhkan
waktu yang lumayan lama. Jadi kamu masih butuh perawatan ekstra lagi selama
penyembuhan.
Ratih : Iya Bu sepertinya memang begitu. (murung)
Bu Karmila : Tapi kamu jangan khawatir. Ibu akan bertanggungjawab sepenuhnya.
Kamu tinggal saja dengan ibu ya. Semoga saja dengan begitu kamu akan cepat
sembuh.
Ratih : (dengan mata berkaca-kaca)
Bu Karmila : Kamu tidak keberatan kan tinggal di rumah Ibu?
Ratih : Aku hanya tidak ingin merepotkan Ibu lagi.
Bu Karmila : Ibu tidak merasa terbeban samasekali. Di ruma Ibu tinggal seoang
diri, jadi kamu bisa menemani Ibu juga. Bagaimana, kamu mau kan?
Ratih : (hanya mengangguk malu)
Bu Karmila : Oke deh. Ayo kita kemasi barang-baraanng kamu dan kita menuju ke
rumah. (ajaknya dengan semangat)
BABAK 3
Suasana kekakuan mulai mencair dan
menghangatkan perbincangan diantara mereka berdua di dalam mobil perjalanan
menuju ke rumah bu Karmila.
Bu Karmila : Kalau Ibu boleh tahu, asal kamu dari mana?
Ratih : Aku sudah menganggap kalau tidak punya masa lalu lagi Bu.
Bu Karmila : Bisa ditebak kalau amu sangat tida menyukai masa lalumu itu ya?
Memang benar kalau kita terus aja memikirkan masa lalu kita, terus merasa
menyesal dengan masa lulu kita, kita tidak akan bisa meraih hari ini dan masa
depan kita. Tetapi bukan berarti kamu menyia-nyiakan masa lalumu itu. Gunaka
masa lalumu itu sebagai guru penasihatmu, yang akan menuntunmu untuk menjauh
dari kesalahan yang sama dengan masa lalu kamu itu.
Ratih : Iya Ibu memang benar. Tapi hatiku selalu merasa sakit
kalau harus mengingat hal itu.
Bu Karmila : Mungkin kalau kamu mau berbagi, beban itu akan sedikti terkurangi.
Ratih : (diam saja)
Bu Karmila : Oke. Mungkin kamu masih butuh waktu untuk mengungkapkannya. Tapi
Ibu tetap percaya kalau kamu anak yang baik kok
Ratih : (tersenyum)
Masa lalu yang cukup sulit
membuatnya selalu ingin menutup rapat-rapat. Ia tak hanya malu, tapi ia juga
takut kalauorang-orang dalam masa lalunya amengetahui keberadannya.
Bu Karmila : ini dia ruma Ibu. Memang tak besar, tapi Ibu berharap kamu ska
tinggal di sini. (sambil merangkul ratih)
Ratih : aku sangat suka kok Bu. Ini bahkan sangat besar dan
indah.
Bu Karmila : Untuk satu bulan ini mungkin Ibu akan jarang masuk kerja. Ya kerna beberapa masalah di
rumah sakit. Tapi itu bukan masalah besar kok. Eh malah jadi curhat.
Ratih : apa Ibu tidak apa-apa? Boleh ko Ibu cerita sama Ratih.
Bu Karmila : Hmm kamu maunya Cuma mendengarkan cerita itu begitu? Sedangkan
kamu tidak mau cerita kehidupanmu kepada Ibu? Itu tidak adil tauu. (rayunya)
Ratih : Yah Ibu ini. Besok-besok saja aku ceritanya ya. (tersenyum
manja)
Bu karmila : ya baiklah. Ibu juga akan cerita besok-besok.hehe.. Oya sekarang
kita masak-masak yuk?
Ratih : Masak? Tapi ratih belum pernah masak sebelumnya.
Bu Karmila : Oke. Setelah ini kamu akan pernah masak. (sambil membimbing
Ratih memasuki dapur)
Ratih : Dimana keluarga Ibu?
Bu Karmila : Ibu tidak punya siapa-siapa di sini. Cuma punya kamu.
Ratih : Ibu ini jangan bercanda terus. Aku serius..
Bu Karmila : Iya Iu juga serius.
Ratih : Ibu belum pernah menikah dan punya anak?
Bu Karmila : Ya sudah.
Ratih : Lalu mereka kemana?
Bu Karmila : Mereka pergi sayang. Mereka pergi meninggalkan jejak luka disini. (sambil
menunjukkan ke dadanya)
Ratih : Jadi Ibu sudah bercerai?
Bu Karmila : Ibu dulu hanya menikah secara siri. Jadi suami Ibu dengan mudahnya
meninggalkan Ibu. Ibu tidak tahu kalau sebenarnya dulu Ibu adalah seorang
simpanan. Karena ketahuan oleh istri tuanya, jadi Ibu ditinggalkan olehnya
begitu saja.
Ratih : (tercengang)
Bu Karmila : Ayo cepat bantu potong-potong tahu ini. Jangan malah melamun
seperti itu.
Suasana keakraban diantara mereka
berdua terjalin begiu saja. Ini lebih bisa disebut kearaban diantara teman.
Bu Karmila : Hei Ratih. Apa kamu tidak bosan satu minggu ini ada di rumah terus
tidak keluar samasekali. Kamu tidak ingin jalan-jalan?
Ratih : Ahh Ibu ini. Dari dulu Ratih juga jalan-jalan terus tiap
hari. Di rumah terus dalam sebulan pun aku tidak akan bosen Bu. Hehe..
Bu Karmila : Bagaimana kalau kita jalan-jalan ke mall saja. Ibu ingin belikan
baju buat kamu. Ayo cepat kamu siap-siap dulu.
Ratih : Wah yang benar saja Bu? Asiikk jalan-jalan jalan-jalan.. (berlari
ke kamarnya mempersiapkan diri)
Bu Karmila : Syukurlah kamu sudah bisa mendapatkan keceriaanmu kembali anakku. (tersenyum
teharu)
BABAK 4
Ratih menyambut hari-hari dengan
riangnya. Kedekatan mereka berdua semakin lengket saja. Mereka telah mirip
dengan pasangan ibu dan anak yang sedang asyik berbelanja. Memilih baju ini dan
itu. Tertawa dan saling mngejek. Tampaknya hati mereka telah menyatu.
Bu Karmila :Wah itu baju kemarin yang kita beli kan? Sangat cocok buat kamu.
Ibu suka.
Ratih : Benarkah Bu. (dengan bangganya). Bu.. (seperti
igin menceritkan sesuatu)
Bu Karmila : Ya?
Ratih : Ibu mengapa baik sekali kepada Ratih?
Bu Karmila :Memangnya kenapa? Apa Ibu salah sudah berbuat baik kepadamu?
Ratih : Tidak seperti itu Bu. Rasanya aku kurang pantas diberi
perlakuan sebaik ini olh orang lain. (sedih)
Bu Karmila : Ibu sudah menganggap kamu
sebagai ank Ibu sendiri.
Ratih : (hampir meneteskan air mata)
Bu Karmila : Sudah-sudah jangan menangis. (sambil mengusap pipi ratih yang
sudah membasah). Oya apa kamu ingin sekolah dan menjadi dokter seperti Ibu.
Ratih : Dokter? Rasanya tidak mungkin.
Bu Karmila : Apanya yang tidak mungkin. Ibu akan membantumu. Dan kamu kan
menyembuhkan semua penyakit di dunia ini.
Ratih : Iu terlalu bersemangat. Apa mungkin semua penyakit bisa
disembuhkan?
Bu Karmila : Ooh ya tentu. Ada suatu cerita dari negeri antah berantah. Di
negeri itu ada seorang pencuri yang sakit parah. Ia menggunakan uang curiannya
untuk beobat kesegala penjuru dunia. Tapi ternyata penyakitnya itu bertambah
parah. Dan ia berpikir ia kan segera mati. Tapi pada suatu hari ia pergi ke
gunung. Ia melihat jutaan pohon sakura yang sedang mekar. Hatinya menjadi
sangat bahagia. Setelah beberapa hari kemudian, ia cek ke dokter. Dan yang
paling mengejutkan ternyata penyakit yang ia derita selama ini telah sebuh
total. Jadi dapat kita ambil kesimpulan, tak ada penyakit yang yak dapat
disembuhkan. Dan tak hanya obat yang dapat menyembuhkan kita, tapi juga hati.
Yang dapat mendorong tubuh seseorang menyembuhkan penyakit dengan sendirirnya.
Dan ingatlah mati karena suatu penyakit itu
bukanlah suatu kematian. Kematian yag sesungguhnya ialah saat kita
dilupakan.
Ratih : Ooh benarkah (tercengang)
Bu Karmila : Iya anakku. Makanya jadilah seorang dokter yang menyembuhkan
siapapun. Jadilah penerus Ibu ya. Ibu akan memperkenalkan ilmu kedokteran
padamu mulai dari sekarang. Selain itu kamu juga harus sekolah agar nanti kamu
bisa kuliah di kedoteran. Apa kamu setuju?
Ratih : Iya Bu setuju. (menjawab dengan girangnya)
BABAK 5
Hingga hari demi hari tela
terlewati, dan tak terasa telah dua bulan lamanya Ratih berada di rumah itu.
Lukanya kini pun berangsur sembuh, dan berjalan pun sudah tak terasa sakit
lagi. Dan kini ia menjadi sangat rajin di sekolahnya. Demi menggapai cita-cita
menjadi dokter impian seperti bu Karmila.
Bu Karmila : Bu Hani, apakah aku akan benar-benar mati Bu?
Bu Hani : Semua orang pasti akan mati sahabatku. Jadi kamu tidak perlu
khawatir.
Bu Karmila : Aku hanya mengkhawatirkan Ratih. Aku belum siap untuk
meninggalkannya. Bu Hani lakukanlah sesuatu untuk memperpanjang usiaku ini Bu.
Aku mohon.
Bu Hani : Aku bukanlah Tuhan. Tapi aku akan semaksimal mungkin
menghambat pertumbuhan kanker hatimu itu.
Bu Karmila : Kalau saja nanti aku mati begitu cepat, boleh kan aku menitipkan
Ratih padamu sahabatku? Ia ingin menjadi seorang dokter. Jadikanlah ia seorang
dokter sepertimu, sahabatku.
Bu Hani : (menahan kesedihan)
Memang tak ada yang tahu sampai
kapan kita diberi kesempatan untuk bernapas di dunia ini. Inilah rahasia sang
kuasa. Sadar akan akhir usia kita itu pun anugerah terindah yang Tuhan berikan,
agar kita mempersiapkan akhir pada hidup kita. Bukanlah menjadikan kita putus
asa menghadapi sisa usia kita.
BABAK 6
Bu Karmila : Bagaimana kuliahmu hari ini Ra?
Ratih : Sangat mnyenangkan dong. Aku menjadi bersemangat ingin
jadi dokter. Apakah aku bisa?
Bu Karmila : Tak ada yang tak mungkin di dunia ini. (menjawab dengan dingin)
Ratih : Apa Ibu sedang sakit?
Bu Karmila : Tidak. Ibu hanya lelah saja. Lukamu kini kan sudah sembuh. Kupau
oun sudah bisa sekolah sekarang. Mungkin suah waktunya kau untuk kembali ke
kehidupanmu dulu.
Ratih : Ibu bicara apa? Apa yang Ibu tidak suka dari Ratih?
Bu Karmila : Bukan seperti itu. Apa yang Ibu ucapkan tadi sungguh-sungguh. Tak
ada gunanya lagi kau ada di sini. Tugasku untuk merawat pasienku sudah selesai
sekarang.
Ratih : Ibu. Ibu bilang aku ini anakmu. Lalu apa dengan Ibu
sekarang? Mengapa semuanya berubah begitu saja?
Bu Karmila : Sudah Ibu tidak mau dengar apa-apa lagi. Sekarang kemasi
barang-barangmu dan cepatla pergi dari rumah ini. Rumah ini akan segera kuual
dan aku akan pergi dari sini untuk selamanya.
Ratih : Ibu mau pergi kemana? Ratih ingin ikut. Ratih tidak punya
siapa-siapa lagi. Ratih hanya punya Ibu.
Bu Karmila : sebenarnya Ibu lelah menampungmu di sini. Kalau kau tak punya
siapa-siapa pergi saja ke rumah Bu Hani. Dia juga sepertinya menyukaimu.
Sekarang cepat kau pergi! (dengan mendorong Ratih untuk segera mengemasi
barang-barangnya)
Ratih : (Bergegas sambil meneteskan air mata)
BABAK 7
Sejak kejadian itu Ratih tak pernah
bertemu lagi dengan Bu Karmila. Ia sangat sedih harus berpisah dengan sosok Ibu
yang ia kenal tersebut. Impian untuk hidup bersama pun musnah. Sudah beberapa
hari ini ia tinggal di rumah bu Hani, setelah berhasil dibujuk oleh bu Hani.
Bu Hani : Bagaimana keadaanmu disana sekarang?
Bu Karmila : Ya, seperti ini lah. Tadi aku baru saja selesai dikemoterapi.
Bu Hani : Aku selalu berdoa agar kau membaik sahabatku.
Bu Karmila : Iya terimakasih. Lalu bagaimana keadaan Ratih di rumahmu?
Bu Hani : Sekarang Ratih dalam keadaan baik, hanya saja ia masih terus
mengurung diri di kamar. Tapi aku takkan berhenti untuk berusaha mengambil
hatinya. Kamu tenang saja, semua beres di tanganku. Kapan kamu bisa pulang?
Bu Karmila : Syukurlah kalau dia baik-baik saja. Aku tidak tahu akan bisa
pulang atau tidak. Kalau pun nantinya aku pergi untuk selamanya aku titipkan
Ratih padamu ya. Dan sekali lagi jangan biarkan berita ini sampai di telinganya
ya.
Bu Hani : Aku tidak suka kau bicara seperti itu. Dimana sekarang
Karmila yang mempunyai optimisme yang tinggi itu? Kau harus punya semangat
hidup. Semua penyakit pasti ada obatnya. Kamu harus percaya. (memberi
semangat)
Bu Karmila : (menangis tersedu-sedu) terimakasih Han. Aku serahkan semua
padamu.
Bu Hani : Iya Karmila sahabatku yang cantik. Jaga dirimu baik-baik ya
di sana.
BABAK 8
Bu Hani tak sadar kaalu
pembicarannya di telepon itu terdengar oleh Ratih yang kebetulan ingin ke kamar
mandi. Setelah perbincangan mereka
selesai Ratih pun langsung berlari menuju ke kamarnya untuk menumpahkan air mata
yang ditahannya selama menguping tadi. Hati Ratih terasa hancur dicabik-cabik
mendengar itu. Ingin ia menangis sekuat-kuatnya tapi taku ketahuan oleh Bu
Hani.
Ratih : Bu Hani. (memanggil bu Hani yang sedang membaca koran)
Bu Hani : Iya ada apa? Pasti kamu kesepian ya ada di kamar terus.
Ratih : Bu Hani, Ratih ingin Ibu sekarang menjawab jujur
pertanyaan Ratih.
Bu Hani : (mulai khawatir) Iya Ratih ada apa ?
Ratih : Jawab jujur pertanyaan Ratih. Apa benar Bu Karmila kan
pergi untuk selamanya?
Bu Hani : (diam)
Ratih : Entah apa yang Bu Hani jawab. Ratih sudah bisa
menebaknya. Sekarang Bu Karmila ada dimana Bu?
Bu Hani : Ratih, kau tahu dari mana ini semua?
Ratih : Ratih sudah mendengar semua saat Bu Hani menelepon Bu
Karmila. Sekarang jawab ada dimana Bu Karmila sekarang?
Bu Hani : Sekarang ia ada di Singapura menjalani kemoterapi. Kami semua
tim dokter akan bekrjasama demi kesembuhan Bu Karmila. Jadi kamu tidak perlu
khawatir.
Ratih : (diam)
Apakah
Bu Hani bisa mengantarku ke Singapura?
BABAK 9
Ratih kini mulai bisa menerima kejadian
ini. Ia mulai mampu mendewasakan diri. Ia akan datang menyusul Bu Karmila, dan
akan menemaninya disana. Tetu saja berpura-pura tidak tahu menahu tentang
penyakitnya.
Ratih : kejutan!
Bu Karmila : (benar-benar terkejut dengan kedatangan Ratih)
Sedang apa kau ada di sini?
Ratih : Tentu saja menemani Ibuku yang sedang sakit dong. (berpura-pura
senang sambil memeluk erat bu Karmila)
Bu Karmila : Kamu tahu dari siapa Ibu ada di sini?
Ratih : Rahasia. Dan mulai hari ini Ratih juga akan tidur di
kamar inap ini bersama Ibu. Dan tidur di kasur Ibu. Oh tidak, mungkin di kursi
ini saja, di kasur sepertinya terlalu sempit. (sambil melihat-lihat seluruh
ruangan itu)
Ratih sangat senang sekali bu
Karmila dapat menerimanya kembali. Disaat-saat terakhir ini akan ia gunakan
sebaik mungkin.
Malam harinya, Ratih ikut tidur di
tempat tidur bu Karmila.
Ratih : Bu.
Bu Karmila : Iya.
Ratih : ibu masih yakin kalau Ratih bisa jadi dokter seperti Ibu?
Bu Karmila : Tentu saja iya. Ibu akan kerahkan semua kemampuan Ibu untuk
mentransfer seluruh kesaktian Ibu padamu, seperti ini. (sambil menggelitik
Ratih, Ratih pun menjadi tertawa menahan kegeliannya)
Ratih : Ibu sudaah. Ratih juga sangat yakin kalau Ratih bisa, dan
Ratih berjanji. Ibu pegang janji Ratih, dan saksikan kesuksesan ratih suatu
hari nanti okee..
Bu Karmila : Okee anakku. (mereka pun saling berpelukan, dan menyimpan
kesedihannya masing-masing)
Ratih : Bu, Ratih ingin dengar Ibu bernyanyi. Ini kan pertama
kalinya kita tidur bersama, Ratih juga ingin tidur nyenyak dengar nyanyiah Ibu.
Bu Karmila : Baiklah sayang, sekarang pejamkan matamu dan dengarkan baik-baik.
Ehem-ehemm.
Ku coba untuk melawan hati
Tapi hampa tersa disina tanpamu
Bagiku semua sangat berarti lagi
Ku ingin kau disini
Tepiskan sepiku bersamamu
Takkan pernah ada yang lain disisi
segenap jiwa hanya untukmu
dan takkan mungkin ada yang lain
disisi
kuingin kau disisni
tepiskan sepiku bersamamu
bagiku semua sangat berarti
ku ingin kau disini
bagiku semua sangat berarti lagi
ku ingin kau disini
takkan pernah ada yang alin disisi
segenap jiwa hanya untukmu
dan takkan mungkin ada yang lain
disisi
ku ingin kau disini tepiskan sepiku
bersamamu
hingga akhir waktu
hingga akhir waktu...
Ibu
sangat menyukai lagu ini, makanya Ibu persembahkan untukmu Ratih. Apa kau sudah
tidur?
Ratih : (diam saja pura-pura tidur sambil bercucuran air mata
menahan kesedihan)
Bu Karmila : Sepertinya kamu sudah tidur ya. Selamat tidur ya anakku. Semoga
hari esok aku bisa melihatmu lagi. Tetapi jika Tuhan tidak mengijinkan hal itu,
semoga Tuhan mempertemukan kita di surga.
BABAK 10
Keesokan harinya..
Bu Hani : Yang sabar ya Ratih. Tuhan telah mempersiapkan tempat yang
paling indah untuk ibumu.
Ratih : (Bercucuran air mata sambil menebar bunga ke atas
pusara bu Karmila, ibunya yang kedua)
Lima belas tahun kemudian..
Anak 1 : Bu dokter. Bu dokter.. (panggil anak usia 5 tahun itu)
Ratih : Ada apa sayang?
Anak 2 : Ini ada permen buat Bu doter karena sudah menyembuhkan
Ibuku. Terimakasih Bu dokter.. (dan disusul kakaknya yang 3 tahun diatas
usia adiknya sambil menyodorkan permen lolipop)
Ratih : Terimakasih sayang. Titip salam ya buat ibumu. Ingat
kalian tidak boleh nakal lagi ya, dan jaga ibu kalian baik-baik okee. Jangan
biarkan ibumu sakit lagi.. (tampak cantik dengan seragam dokternya)
Bu
Karmila.. terimakasih atas apa yang sudah selama ini kau berikan padaku. Dan
perlu ibu tahu, ibu tidak akan pernah mati. Karena sepert yang ibu katakan,
bahwa kematian yang sesungguhnya ialah saat kia dilupakan. Dan ibu takkan
pernah terlupakan, iu akan tetap hidup di hati ini. Dan saksikanlah Bu, aku
telah menepati janjiku. . . .
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar