Nenek Penjual Tudung
Saji
Pada suatu hari, saat jam
istirahat aku bersama teman-temanku sedang bercerita tentang pengalaman
pribadinya. Felly bercerita tentang doinya, ana bercerita tentang masalah sama
keluarganya, dan si cerewet ira bercerita tentang dia lagi suka sama seseorang
(*ciee). Yang paling menyentuh dan teringat sampai sekarang yaitu ceritanya
desi.
“eh, aku punya cerita
loh”, ucap desi.
“tentang apaaa?”, ucapku.
“ceritanya tentang seorang
nenek penjual tudung saji yang mangkal di depan pasar Sepanjang,
Sidoarjo,Surabaya”, jelasnya.
“ah nggak usah paling
ceritanya nggak asik”, ujar felly.
“bentar dong fell,
dengerin ceritanya dulu! Desi belum cerita kamu udah bilang nggak asik”, ujar
ira.
“Iya nih felly gimana
sih?”, ucap ana.
“hari minggu kemarin aku
pulang usai silahturahmi bersama kerabat melewati pasar sepanjang, ibuku
tergoda untuk membeli ayam bakar madu untuk sajian makan malam yang kebetulan
hari mulai gelap”, ujar desi.
“oh iya yang di depan
pasar itu kan, enak banget ayam bakar madunya”, ucapku.
“terus gimana des?”, tanya ira dengan penuh penasaran.
“di samping warung ada
nenek yg memakai pakaian lusuh, duduk tanpa alas di sampingnya ada tudung saji.
Keadaannya terlihat lemah dan tak berdaya. Ketika ibuku sudah membeli ayam
bakar madu ibuku menghampiri.., eh bu tari”,cerita terhenti karena bu tari
menghampiri aku dan teman-teman.
“anak-anak ngapai masih
diluar? Sekarang uda jam 10 kan ayo masuk dulu kita ulangan harian bahasa
indonesia”, ajak bu tari.
Kita semua pun masuk ke
kelas untuk melakukan ulangan harian bahasa indonesia, walaupun semuanya pada
penasaran kelanjutan cerita desi tentang nenek penjual tudung saji tadi. Jarum
jam menunjukkan pukul 10.55 waktu sudah habis untuk mengerjakan semua soal
ulangan harian bahasa indonesia. Selesai mengumpulkan ke meja bu tari, kita
siap-siap untuk pulang dan berdoa dahulu. Selesai berdoa semua menuju parkiran
sepeda untuk mengambil sepeda masing-masing tetapi aku,desi,felly,ira,dan ana
masih duduk di depan kelas untuk melanjutkan cerita tadi.
“duduk disini aja dulu,
kita lanjutin cerita desi yang tadi”, ajak ana.
“oh iya tadi nyampek mana
yaa ceritanya?”, tanya desi.
“emm.. apa yaa tadi?”,
ucapku.
“tentang di samping warung
pokoknya”, ujar felly.
“yang ibumu menghampiri
nenek itu des”, ujar ira.
“oh iya, ibuku menghampiri
nenek tersebut dan bermaksud untuk memberi Rp.2000,- karena ibu kasihan dan
menganggap nenek itu seorang pengemis. Waktu ibu menyodorkan uangnya tak kuduga
si nenek menunduk dan menggelengkan kepalanya. Ibuku mencoba memberinya uang
sekali lagi tetap nenek tersebut tetap menolaknya.”, ucap desi.
“terus gimanaa?”, tanyaku
dengan penasaran.
“penjual ayam bakar
kebetulan melihat kemudian menjelaskan bahwa nenek itu bukan pengemis”, ucap
desi.
“kalau bukan pengemis nenek
itu seorang apa?”, tanya ana.
“nenek itu seorang penjual
tudung saji”, Jawab desi.
“lalu apa yg dilakuin
ibumu?”, tanya ira.
“ibuku membeli 3 tudung sajinya yang berharga Rp.3000 ,-
satunya, ibu membayar dengan uang Rp.20.000,-
nenek tersebut bingung karena tidak punya kembalian padahal ibuku sudah
menyuruh ambil uang kembaliannya, tetapi nenek tersebut ngotot untuk mencari
uang kembalian di warung-warung terdekat”, jelas desi.
“kasihan sekali nenek
itu”, ucap felly.
“bagaimana mungkin zaman
sekarang masih ada penjual yang begitu jujur, mandiri, dan mempunyai harga diri
yang tinggi”, ucapku.
Tak disangka jarum jam sudah menunjukkan pukul 11.30 aku,ira,ana,desi,dan felly akhirnya menuju ke parkiran dan mengambil sepeda masing-masing untuk bergegas pulang ke rumah.
0 komentar:
Posting Komentar