Translate

cerpen romantis korea age different love

Written By iqbal_editing on Rabu, 07 Desember 2016 | 15.20

Belakangan ini gejala maraknya fanatisme buta sedang melanda dunia, terutama tumbuh subur di kalangan generasi muda. Bentuk-bentuk fanatisme buta ini sudah mengarah kepada perilaku yang membahayakan sehingga perlu dikaji secara seksama. Salah satunya adalah fanatisme terhadap Korean Wave.
Gelombang Korea/ Demam Korea/ Korean Wave atau yang lebih dikenal dengan sebutan Hallyu merupakan istilah buatan yang memiliki makna pengaruh budaya modern Korea di negara-negara lain di dunia termasuk salah satunya Indonesia. Istilah–istilah tersebut bukanlah hal yang asing lagi didengar saat ini. Karena berbagai media massa dan masyarakat di dunia tengah memperhatikan dan membicarakan fenomena ini yang tanpa sadar ikut mengkonsumsinya.
Terlebih setelah masuknya K-Pop ke Indonesia membuat pergeseran musik melayu dan dangdut bahkan music tradisional asli Indonesia semakin terkikis. K-Pop (Korean Pop) adalah berbagai jenis music yang berasal dari Korea Selatan, mulai dari Pop, Dance, Elctropop, Hip-Hop, Rock, R&B, juga Electronic. Berawal dari musik dan film, menyebarkan demam kebudayaan Korea Selatan di seluruh dunia. Masyarakat kini lebih menyukai Boyband dan Girlband ala Korea.
Banyak anak bangsa yang mengikuti genre musik Korea seperti banyak dibuatnya Boyband dan Girlband yang mirip seperti Boyband dan Girlband asal Korea. Contoh Boyband dan Girlband di Indonesia adalah Smash, Dragon Boys, Hits, XO IX, Cherrybell, 7 Icons, dll. Boyband dan Girlband asal Indonesia banyak meniru Boyband zdan Girlband asal Korea seperti Super Junior, Beast, 2PM, MBLAQ, Girls Generations, dll. Di Indonesia sudah banyak diadakan audisi Boyband dan Girlband yang bertujuan untuk mencari bakat anak bangsa. Bukan hanya para remaja yang mengikuti Boyband dan Girlband tetapi anak kecil juga ikut-ikutan bahkan orang tuapun juga mengikutinya.
Sedikit sejarah, musik pop Korea pra-moderen pertama kali muncul pada tahun 1930-an akibat masuknya musik pop Jepang yang juga turut memengaruhi unsur-unsur awal musik pop di Korea. Penjajahan Jepang atas Korea juga membuat genre musik Korea tidak bisa berkembang dan hanya mengikuti perkembangan budaya pop Jepang pada saat itu. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, pengaruh musik pop barat mulai masuk dengan banyaknya pertunjukkan musik yang diadakan oleh pangkalan militer Amerika Serikat di Korea Selatan. Musik Pop Korea awalnya terbagi menjadi genre yang berbeda-beda, pertama adalah genre "oldies" yang dipengaruhi musik barat dan populer di era 60-an. Pada tahun 1970-an, musik rock diperkenalkan dengan pionirnya adalah Cho Young Pil. Genre lain yang cukup digemari adalah music Trot yang dipengaruhi gaya musik enka dari Jepang.
Virus budaya kontemporer Hallyu yang mengakibatkan “demam Korea” sudah menginfeksi remaja Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir. Hal itu mendorong lahirnya sebuah fenomena fanatisme di mana para tokoh idola dari negeri ginseng tersebut menjadi kiblat dalam berperilaku bagi remaja dan generasi muda di tanah air pada proses pembentukan identitas dirinya.
Pada umumnya, remaja mengidentifikasikan diri pada seseorang yang dianggap sebagai idola. Ketika remaja mengidolakan seorang tokoh, mereka akan mengidentitaskan dirinya pada tokoh tersebut, lalu berusaha untuk mewujudkan dirinya seperti tokoh idolanya itu. Caranya dengan meniru sifat–sifat, kemampuan atau keahlian yang dimiliki oleh tokoh idola itu.
Karena masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak–anak menuju masa dewasa. Dalam masa ini terjadi perubahan emosi dan perubahan sosial pada remaja. Masa remaja penuh dengan gejolak, penuh dengan pengenalan dan petualangan akan hal-hal baru dan masa pencarian jati diri. Untuk mencari jati diri mereka, seorang remaja merasa tertantang dan tertarik untuk membuktikan kemampuannya. Remaja dalam masa ini sangat labil dan menjadi mudah terpengaruh akan hal yang dilihat maupun hal yang terjadi di sekitarnya.
Indonesia Rasa Korea
Akibat dari adanya fenomena Korean Wave menimbulkan efek luar biasa yang kian menjalar dan secara perlahan dan berkelanjutan akan mengikis minat untuk mempelajari kultur budaya di negeri sendiri. Di Indonesia juga mulai terlihat peningkatan minat mempelajari budaya Korea lebih jauh dengan bertebarnya kursus-kursus dan minat dalam bahasa Korea yang ditandai dengan menjamurnya kursus-kursus Korea, setelah sebelumnya didominasi oleh Jepang dan Mandarin. Menu-menu masakan Korea juga mulai dicari, begitu juga Hanbok, pakaian tradisional Korea. Jika hal ini berlangsung secara terus-menerus, tentunya akan dapat menimbulkan kebingungan identitas diri pada remaja Indonesia (nasionalisme).
Jika awalnya sedikit orang yang berani mengakui suka mendengarkan lagu-lagu Korea, kini tidak sedikit orang yang bahkan menggunakan kata-kata berbahasa Korea dasar, yang bisa didapatkan dari mendengarkan lagu korea maupun melihat drama korea.
Saat ini, dengan mudah kita bisa menemui remaja banyak menggunakan kata-kata seperti oppa -panggilan adik perempuan untuk kakak laki-laki-, omo -ungkapan kasihan atau kekagetan yang biasa diucapkan oleh orang Korea-, gomawo -ucapan terimakasih kepada sesama teman, ataupun annyeonghaseyo -sapaan seperti halo atau hai-.
K-pop, telah menjadi trendsetter yang diikuti anak-anak muda, bukan hanya aliran musiknya, namun juga gayanya berpakaian. Bisa dikatakan, Korean Wave adalah keberhasilan pemerintah Korea Selatan melakukan penjajahan budaya di berbagai negara.
Hidup Tanpa K-Pop
            Sudah terlintas dengan jelas bagaimana keadaan Indonesia yang akan datang bila generasi mudanya terus memuja-muja culture negara sebelah (Korea). Bisa dipastikan bahwa Indonesia tidak akan bisa menjadi dirinya sendiri. Sebagai bahan pertimbangan saja, apakah penggemar K-Pop sadar dengan dampak yang mereka peroleh dari Idola pujaannya tersebut.
Yang pertama adalah melupakan Agama dan kebudayaan kita sendiri. Jelas. Telah terungkap fakta yang telah dirahasiakan bertahun-tahun. Pada umumnya artis-artis K-Pop mereka memiliki agama. Namun, itu hanyalah pengakuan palsu. Sebab, data menunjukkan hampir 95% Warga Korea Selatan tidak memiliki agama.
Selain itu pula, efek yang ditimbulkan dari K-Pop ialah melupakan kebudayaan kita sendiri. Hal ini sudah terlihat sejak awal buktinya, banyak remaja sekarang ingin jauh lebih memahami gaya Korea. Dan itu sudah merusak kebudayaan Indonesia. Selain itu, K-Pop dapat menyebabkan kita seakan-akan melupakan agama kita sendiri. Sekarang ini, produser-produser musik korea telah menjadikan remaja Indonesia sebagai wadah untuk mempengaruhi agar mereka melupakan kepentingan agama.
Selanjutnya adalah lahirnya sifat Fanatisme. Namun, kefanatismean fans K-Pop ini sudah sangat kelewatan. Umumnya, mereka memperjuangkan hidupnya hanya karena Idol K-Pop nya. Faktanya, ketika konser Super Junior (SuJu) banyak sekali yang mengantri hanya demi melihat Idol K-Pop nya sendiri, bahkan adapula yang berani hingga bolos sekolah. Hal ini menyebabkan kita melupakan kepentingan Pendidikan kita sendiri.
Jika kita menelaah lebih jauh keadaan Indonesia sekarang yang bisa dibilang dipandang rendah oleh fans K-Pop dari negara lain. bahkan sampai-sampai Netizen Korea membuat fan page kalo mereka membenci indonesia. Kronologisnya adalah berawal Mosquito Band yang diklaim memplagiat Boyban asal Korea TVXQ/DBSK & BIGBANG.
Saking cintanya fans Inkonesia terhadap K-Pop mereka tidak terima jika Boyband Indonesia ada yang meniru gaya TVXQ/DBSK & BIGBANG sampai menuliskan berita tersebut di forum Internasional, dan alhasil inilah yang harus diterima Indonesia atas kecerobohan dan kebodohan fans K-Pop Indonesia. Dimaki dan direndahkan negara lain.
Dan yang paling miris, merusak sifat nasionalisme. Ada juga yang berani menjelek-jelekkan nama Indonesia demi membela negara tercintanya Korea.
Dapat dilihat dari pernyataan diatas, efek dari Korean Wave ini malah banyak menimbulkan efek yang condong ke arah negatif. Terlebih jika dilihat dari bagaimana aktivitas para Korean Fanatik. Dimulai dari menghabiskan dana besar-besaran untuk hal-hal yang tidak cukup berguna, hingga melakukan tindakan-tindakan irasional.
Rasa fanatik remaja Indonesia akan K-Pop dapat terlihat dari semakin aktifnya mereka menggunakan internet karena internet salah satu akses mereka untuk mengetahui perkembangannya, mengingat masih sedikitnya stasiun televisi yang menyajikan tentang Korea.
Lalu banyak diantara mereka yang menyisihkan uang jajan mereka hanya untuk membeli sekotak album original Idol yang mereka senangi meski harus merogoh kantong sedikit dalam, sehingga hal ini dimanfaatkan oleh banyak orang dengan membuka Online shop (toko yang berbasis internet) untuk mempermudah remaja Indonesia membelinya.
Terkadang tak hanya album tapi juga pernak- pernik seperti kaos, gelang, kalung, gantungan handphone dan lainnya. Yang paling mengejutkan ketika mereka membeli sebuah photobook (buku dengan kumpulan foto) dengan harga yang tak murah, harganya ada yang mencapai 700 ribu dan tak sedikit yang beli.
Album original, photobook, pernak-pernik, video hasil unduhan sudah ada ditangan. Namun, rasanya tidak akan lengkap jika mereka belum bisa melihat secara langsung Idola mereka seperti menonton konser mereka. Lagi-lagi harga tiketnya pun terbilang cukup mahal, harga termurah biasanya sekitar 500 ribu rupiah, untuk dua jam full performance Idol tersebut.
Tidak sampai disitu, tindakan para fans pun sudah diluar nalar. Mereka sengaja menampar idolanya, membuntuti kemana idolanya pergi, menyelinap masuk ke dalam hotel dimana idolanya menginap dan mencoba menciumnya dengan paksa. Bahkan tidak sedikit yang menyayat tangan dan lehernya hanya untuk menuliskan sebuah surat dengan tinta darah pada idolanya, dan meminta idolanya menikahinya.
Tindakan-tindakan yang berlebihan dan sangat diluar batas yang dilakukan para fans tersebut merupakan dampak dari kefanatikan mereka pada Korean Idol akibat menjamurnya Korean Wave secara global, khususnya di Indonesia.
Belajar Dari Yang Lebih Tua
Salut dengan negeri Paman Sam, yang beberapa tahun lalu menutup lebih dari 7 stasiun televisi dan ratusan website Korea. Mereka lebih peka melihat dampak pengaruh yang ditimbulkan dengan munculnya Hallyu. Sehingga mereka bertindak dengan cepat untuk menanggulanginya.
Sedangkan kita, justru malah menyambut dengan mengalungkan karangan bunga akan hadirnya penghancur masa depan bangsa tersebut. Terutama para K-Pop Lovers yang hanyawaton menikmati hidangan tanpa mengetahui efek yang ada, ibarat kata –Manis dimulut sakit di perut–. Itulah yang sedang kita rasakan saat ini.
Beda hal dengan Negeri Sakura (Jepang). Mereka mempunyai cara tersendiri untuk menghindar dari tekanan Hallyu. Yaitu dengan menyainginya. Jadi mengapa Jepang dapat menanggulangi Hallyu dengan menyainginya?Pada dasarnya adalah, K-Pop mengambil konsep dari gaya anak muda jepang pada kesehariannya (Harajuku Style). Dimana pakaian serba kombinasi dan berlapis yang ribet serta menggunakan warna-warna yang mencolok. Namun karena gaya tersebut masih sulit direalisasikan pada masyarakat Korea, maka mereka (si Korea) ini hanya mengambil simplenya saja. Pakaian berlapis dan warna natural.
Sehingga Jepang denga gaya Harajukunya tersebutlah yang mampu menyaingi Hallyu. Selain itu Jepang juga memiliki cara lain, yaitu dengan mempercepat pengembangan teknoliginya yang berpengaruh pada reproduksi dunia hiburan di Jepang. Sehingga masyarakat Jepang akan lebih memilih hasil karya negaranya sendiri, baik fasilitas maupun budaya.
Memang, tidaklah mudah untuk menghindari atau menyingkir dari gempuran budaya pop apalagi di era globalisasi yang tidak mengenal batas ruang dan waktu. Budaya ini bersifat ringan dan mudah diterima oleh masyarakat banyak, apalagi setelah merangkul media massa yang berkembang di tengah masyarakat modern.
Hubungannya dengan K-Pop, ia merupakan budaya yang sangat mudah mempengaruhi sehingga dapat diterima oleh semua kalangan dan berkembang melampaui batas negara meskipun sebenarnya bukanlah budaya asli Korea yang bersifat tradisional. K-Pop tidak lain merupakan budaya yang diciptakan sesuai dengan selera pasar.
Persentase terbesar penerima K-Pop atau korean wave di Indonesia adalah remaja, generasi muda atau siswa/peserta didik. Sangat mengkhawatirkan jika penerimaan K-Pop tidak disertai dengan apresiasi terhadap kebudayaan nasional. Tidak mustahil jika eksistensi kebudayaan nasional bergeser nilainya menjadi budaya yang terbuang.
Padahal, sangat jelas bahwa generasi muda merupakan tonggak pembangunan nasional. Jika remaja sekarang sudah tidak mengenal kebudayaannya sendiri, maka kebudayaan nasional dapat mengalami kepunahan dan berganti dengan kebudayaan baru yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kepribadian atau karakter bangsa Indonesia.
Pada kondisi inilah, pendidikan karakter dan penanaman rasa nasionalisme perlu diperkuat. Semua pihak harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter generasi muda berdasarkan nilai-nilai, mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antarmanusia, dan menghargai nilai-nilai tersebut di sekolah dan masyarakat.
Tidak kalah penting adalah pembekalan ilmu religius sejak dini. Rumah yang megah akan mudah roboh bila pondasinya tidak kokoh. Agama layaknya pondasi rumah tersebut, untuk memperkokoh pendirian manusia dari goncangan pengaruh luar yang bisa merusaknya. Apalagi kita tahu bahwa para pencetus Hallyu sebagian besar mereka tidak beragama. Kemungkinan besar fans-fans fanatic K-Pop tidak mempermasalahkan hal ini.
Berikutnya. Pemerintah juga tidak kalah penting dalam situasi seperti ini. Jika tidak segera mengambil tindakan seperti Amerika atau Jepang, sudah jelas Indonesia akan kehilangan sebagian generasi mudanya. Inilah mengapa kita perlu merenung sejenak, terutama bagi fans fanatic K-Pop yang sampai berani menjelek-jelekkan negara Indonesia tercinta ini.
Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka. Apakah Kelemahan kita: Kelemahan kita ialah, kita kurang percaya diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa pemujabangsa lain, kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini berasal dari satu perjuangan yang sama.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik