Translate

cerpen cerita bintang

Written By iqbal_editing on Sabtu, 09 September 2017 | 20.59

Aku menyesal telah berkata semua yang sudah berlalu tidak bisa kita ulangi kembali, padanya..
Sebagaimana kebiasaannya yang sangat menyukai pemandangan langit, kali ini aku tidak menyangka bahwa saat ini aku berjalan dengannya di bawah hamparan langit yang penuh dengan bintang. Hanya hening yang menjadi penghubung antara diriku dengannya, kami hanya diam dan terus berjalan hingga dia menemukan suatu tempat dan memutuskan untuk duduk di atas hamparan rumput.
Dia termenung, sesekali memrapikan rambutnya yang terhembus angin, aroma chamomile seketika merasuk dalam indra penciumanku dan membuatku seolah lumpuh, hanya untuk sekedar bersimpuh di sampingnya, kusadari bahwa saat ini aku bukan hanya sekedar bersimpuh, tetapi benar-benar terjatuh. dan tiada kuasa untuk menahan semuanya. Ia menarik nafas, dan memecah keheningan yang semula menjadi teman kami, “Pernah gak kamu berfikir, saat kamu berada di suatu tempat, kamu masih bisa merasakan kenangan yang ada sebelumnya?” ucapnya sambil menatap dan menunjuk hamparan bintang yang bertabur di langit. “Terkadang, mengingat apa yang sudah berlalu itu dapat membuat kita lupa bahwa kita masih memiliki hari esok, tapi aku ingin hidup dalam masa lalu, dimana semua kenangan indah yang ada selalu membuat kita lupa akan ketakutan masa depan, bukankah begitu?.” kembali ia berkata tanpa menghiraukanku yang memperhatikan wajahnya yang terlihat sangat antusias sebagaimana biasanya, sangat menggemaskan selayaknya anak kecil yang selalu bertanya dan ingin tahu jawaban atas tiap pertanyaan yang ia ajukan.
Tanpa sadar, aku menggeser kepalanya untuk bersandar di bahuku sambil mengelus rambutnya yang lebat, “Masa lalu memang tidak bisa terulang sepenuhnya, tetapi mereka berdampingan dengan kita dan itu nyata, itu mengapa kamu masih bisa merasakan kenangan itu hidup dalam kehidupanmu saat ini.” jawabku sambil sesekali mengelus pipinya. “Bagaimana bisa?, bagaimana kamu bisa tahu?.” ia beranjak dan menatap wajahku, wajahnya mendadak heran setelah mendengar jawaban yang baru saja aku lontarkan.
Sambil menarik dirinya untuk kembali bersandar, lalu kupalingkan kembali wajahnya keatas langit “Kamu lihat bintang-bintang itu?, jarak yang ditempuh cahaya mereka untuk sampai di muka bumi yang kita lihat ini membutuhkan jutaan bahkan miliaran tahun untuk sampai, ada yang berasal dari bintang terdekat, berjarak 8 tahun cahaya, tapi ada juga yang berasal dari galaksi jauh berjarak 1 miliar tahun cahaya.” Kupalingkan padanganku kepada wajahnya yang terdiam heran, sangat menggemaskan.
“Lalu, apa hubungannya para bintang itu dengan masa lalu dan kenangan?.” ucapnya sambil mencubit-cubit kecil lenganku sebagaimana kebiasaannya, nyeri memang saat dia mencubit lenganku namun aku hanya bisa tersenyum sembari menangkap lengannya dan menggenggam erat tangannya yang terlihat kecil saat kusandingkan di antara jemariku, sangat pas. “Secara sederhana, kelip-kelip cahaya yang selalu kamu pandang setiap malam bukanlah cahaya yang mereka pancarkan saat ini, tetapi merupakan cahaya yang sudah mereka pancarkan berjuta tahun yang lalu dan baru sampai saat ini di muka bumi.” Kuhela nafasku, dan lalu kulanjutkan perkataanku “Jadi secara singkat, dengan kita melihat bintang sama halnya dengan kita melihat masa lalu, masa-masa dimana kamu dan seluruh kenanganmu berada.” kulihat wajahnya, dia termenung dan hanya menatap langit dengan tatapan kosong.
“Jadi bintang adalah masa lalu yang bisa kita lihat hingga saat ini?.” ucapnya seolah memberikan kesimpulan. “Iya, walaupun kamu tidak bisa mengulangnya, tetapi kamu masih bisa melihatnya setiap malam, dan di setiap tempat yang memiliki kenangan yang membahagiakan, 2 tempat tersebutlah yang membuat kita hidup berdampingan dengan kenangan.” ucapku sambil benar-benar memperhatikan wajahnya yang selalu membuatku heran, bagaimana bisa saat ini aku bisa mengizinkan dia yang sama sekali tak pernah terpikirkan olehku untuk masuk ke dalam duniaku?. “Wah, kurasa yang baru saja menjelaskan analogi tentang kenangan itu bukanlah dirimu.” ucapnya sembari menarik rambutku dengan antusias, iya, memang ia seperti anak kecil namun justru itu yang membedakannya di antara yang lain. Namun siapa peduli?, aku hanya tertawa dan mencubit pipinya yang sangat menggoda bagaikan marshmallow.
“Gue muak, kalo lo masih mau melanjutkan hubungan ini terserah tapi gue akan bilang ke semua orang yang nanya bahwa semua udah selesai”, kata-kata itu kemudian menyeruak di antara suara rintik hujan yang deras, wajahnya sangat pias, lelah, dapat kulihat secara jelas kantung mata di wajahnya semakin kelabu, “Apa udah gak ada lagi jalan yang bisa kita ambil selain ini semua?”, kutatap wajahnya lalu kupalingkan pandanganku, seketika kulihat, dia tetap berdiri dengan kedudukan yang tidak berubah, “Enggak, gak ada, gue capek sama semua tingkah lo yang semua-muanya harus disindir dan harus diarahin, gue capek, muak!” ucapku tegas, dan wajahnya masih pias, “Tapi apa gak ada lagi kesempatan buat memperbaiki semuanya agar lebih baik?.” kembali ia mengeluarkan suara, “gak, gak ada, semua yang udah kita jalanin sekarang udah cuma masa lalu, gak akan bisa diperbaiki untuk kedepannya karena semua udah gak bisa diperbaiki”.
Rintik hujan semakin deras, buih-buih air yang terjatuh atau yang tertiup angin secara perlahan membasahi kami, sesekali ia menatap hujan dan menyeka wajahnya, ia tidak menangis, pun tidak berekspresi yang berlebihan, yang kutau mungkin ia lelah mengingat ia harus maju mempresentasikan hasil kerjanya lusa, tapi apa peduliku? aku sudah mencapai ambang batas dan bagiku kini ia hanya perusak segalanya. “Apalagi yang mau lo omingin, gila udah jam segini dan gue belum kumpul sama kelompok gue buat ngerjain tugas, udah gue mau pergi, gue udah ditungguin.” ucapku dengan sedikit geram yang kutahan dan sembari menatap layar handphoneku yang penuh dengan notifikasi, “Ya udah, viellen dank für die schönen Stunden.” ucapnya lirih sambil menatap mataku, namun karena aku sudah terlanjur muak dan harus segera pergi, “Iya, lo juga, terima kasih buat semuanya, sekarang gue mau pergi.” jawabku singkat, kutatap wajahnya sekilas, kunaikkan ranselku untuk melindungi kepalaku dari hujan dan aku pergi meninggalkannya, menembus hujan, sama sekali tidak melihatnya lagi.
Semua bagaikan film yang berputar dengan begitu saja saat aku memejamkan mata.
Kutarik nafasku dalam-dalam, namun hanya udara dan hampa, wangi chamomile yang biasa ku hirup mungkin sekarang sudah benar-benar terbawa jauh entah kemana oleh hembusan angin. Tanpa sadar aku sudah merebahkan diriku di atas rumput, tanganku menggenggam erat mereka namun masih terasa kurang, ada yang hilang ternyata. Pandanganku menerawang jauh menembus langit malam ini, bintang-binang itu tetap sama, mengeluarkan cahaya yang kini sedang kunikmati, sembari melihat diriku bersamanya malam ini membicarakan tentang pertanyaannya yang selalu memancingku untuk menjahilinya lalu disusul dengan cubitan yang mendarat di lenganku.
Malam semakin larut…
“Jadi secara singkat, dengan kita melihat bintang sama halnya dengan kita melihat masa lalu, masa-masa dimana kamu dan seluruh kenanganmu berada.” Kata-kata itu kini jelas terdengar dalam benakku. “Jadi bintang adalah masa lalu yang bisa kita lihat hingga saat ini?.”, wajahnya dan suaranya kini mulai muncul kembali, ah wajah itu, bahkan bagaikan orang yang baru berjumpa pertama kali, aku masih menyimpan rasa antusias walaupun tidak seperti dulu. Bintang-bintang itu, masih memancarkan cahayanya, dan aku termenung hanya sekedar untuk melihat dirinya.
“Walaupun kamu tidak bisa mengulangnya, tetapi kamu masih bisa melihatnya setiap malam dan di setiap tempat yang memiliki kenangan yang membahagiakan, 2 tempat tersebutlah yang membuat kita hidup berdampingan dengan kenangan.” kata-kata itu, yang sekarang benar-benar menjawab seluruh pertanyaannya walaupun hanya aku yang menyadarinya mungkin. Aku sadar, dalam binar cahaya bintang malam ini, aku masih bisa merasakannya, kehadiran dia di sisiku, aku melihat diriku bersamanya dalam cahaya bintang yang kini kutatap, yang menghapar luas menghias langit. Kupejamkan mataku sekali lagi hanya untuk menikmati saat-saat manis itu, dan aku terhenyak bahwa ternyata aku sangat merindukan segalanya namun kuasa ku hanya mampu untuk sekedar berbisik lirih pada angin yang selalu merhembus.
Jadi, dengan melihat bintang itu sama halnya dengan kita melihat masa lalu, ya, aku menyadarinya bahwa aku masih bisa melihatnya saat ini dan menikmati saat-saat menyenangkan itu dalam binar bintang setiap malam, sebagaimana kebiasannya dahulu yang selalu menatap bintang dengan wajah antusias.
Dan dalam ketidak kuasaan ini aku sadar, bahwa ternyata aku masih hidup dalam masa lalu,
Aku rindu..
Cerpen Karangan: Nur Alifia Nabila

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik