PUISI KOTA JUDI
Karya : Norman Adi Satria
Inilah pertama kali aku
memasuki kota judi
sekedar untuk melintas saja
lantaran tempat tujuanku tak seperti Roma
yang memiliki banyak jalan untuk menuju kesana.
Makam ayahku hanya punya satu jalan yaitu kota ini
kota yang penuh dengan pertaruhan harga diri.
memasuki kota judi
sekedar untuk melintas saja
lantaran tempat tujuanku tak seperti Roma
yang memiliki banyak jalan untuk menuju kesana.
Makam ayahku hanya punya satu jalan yaitu kota ini
kota yang penuh dengan pertaruhan harga diri.
Seperti telah kuduga sebelumnya
aroma manusia baik-baik akan mengganggu
indera penciuman mereka.
Bukan berarti aku tidak jahat
manusia baik-baik hanya sekedar julukan
bagi manusia yang tak pernah berjudi,
lebih tepatnya itu adalah sebuah olokan.
aroma manusia baik-baik akan mengganggu
indera penciuman mereka.
Bukan berarti aku tidak jahat
manusia baik-baik hanya sekedar julukan
bagi manusia yang tak pernah berjudi,
lebih tepatnya itu adalah sebuah olokan.
“Hei, manusia baik-baik,
putera siapakah kau
hingga berani-berani melintas kota ini
tanpa permisi dengan bermain judi?”
bentak seorang centeng bertubuh kekar
yang kerah bajunya berlumuran arak.
“Aku hanya anak seorang lelaki
yang makamnya berjarak
seratus kaki dari kakimu.”
jawabku.
putera siapakah kau
hingga berani-berani melintas kota ini
tanpa permisi dengan bermain judi?”
bentak seorang centeng bertubuh kekar
yang kerah bajunya berlumuran arak.
“Aku hanya anak seorang lelaki
yang makamnya berjarak
seratus kaki dari kakimu.”
jawabku.
Ucapanku terdengar oleh seluruh penduduk kota itu
sontak mereka meninggalkan seluruh papan penjudian
dan mendekati aku dengan tampang tak keruan.
“Selamat datang, wahai putera dari dewa judi.”
semua sujud di hadapanku.
sontak mereka meninggalkan seluruh papan penjudian
dan mendekati aku dengan tampang tak keruan.
“Selamat datang, wahai putera dari dewa judi.”
semua sujud di hadapanku.
Pemimpin mereka mengisahkan kepiawaian ayahku
yang seumur hidupnya tak tertandingi oleh siapapun.
“Ayahmu memiliki seekor ayam paling perkasa
yang tak tertandingi bahkan di hari kematiannya.
Kau harus bangga sebagai puteranya.”
yang seumur hidupnya tak tertandingi oleh siapapun.
“Ayahmu memiliki seekor ayam paling perkasa
yang tak tertandingi bahkan di hari kematiannya.
Kau harus bangga sebagai puteranya.”
“Tidak ada satupun kemenangannya yang membuatku bangga
kecuali kemenangan atas dirinya sendiri.
Aku baru saja membaca surat yang dia tulis sebelum kematiannya.
Di dalam surat itu dia berpesan kepadaku
untuk menuliskan sesuatu di batu nisannya.
Biarkan aku lewat.”
kataku, melintasi mereka yang membuka jalan bagiku.
kecuali kemenangan atas dirinya sendiri.
Aku baru saja membaca surat yang dia tulis sebelum kematiannya.
Di dalam surat itu dia berpesan kepadaku
untuk menuliskan sesuatu di batu nisannya.
Biarkan aku lewat.”
kataku, melintasi mereka yang membuka jalan bagiku.
Dari kejauhan mereka melihat
aku menorehkan sebuah kalimat :
Aku telah mengalahkan diriku sendiri
dan mati bukan sebagai penjudi.
aku menorehkan sebuah kalimat :
Aku telah mengalahkan diriku sendiri
dan mati bukan sebagai penjudi.
Bekasi, 8 Maret 2015
Kumpulan Puisi Norman Adi Satria
Kumpulan Puisi Norman Adi Satria
0 komentar:
Posting Komentar