Translate

Welcome Guys

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
Tampilkan postingan dengan label essau. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label essau. Tampilkan semua postingan

essai tentang realitas ketimpangan sosial muatan karya sastra

Written By iqbal_editing on Jumat, 28 Oktober 2016 | 01.43

Realitas ketimpangan sosial Muatan Karya Sastra
Oleh
Ucu, S.S, M.Pd
Sastra adalah hasil dari suatu kegiatan kreatif yang memadukan unsur estetika dan komunikatif  yang berisikan ide, pemikiran dan gagasan dari pengarang. Dalam prespretif muatan, pada dasarnya sastra merupakan cerminan masyarakatnya. Sementara dalam perspektif kemasyarakatan sastra merupakan sebuah budaya yang saling mengisi dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu sastra berperan penting dalam kehidupan kemanusiaan, peran tersebut dalam diejawantahkan ke dalam berbagai bidang kehidupan manusia, baik ekonomi, sosial, politik maupun lainnya.
Berbicara mengenai upaya pengkajian sebuah karya sastra, Frederik Eagles (Terry Eagleton, 2001: …) mengemukakan bahwa seni (sastra) jauh lebih kaya dan sulit dipahami, dibandingkan dengan teori politik maupun ekonomi. Seni (sastra) tidak semata-mata ideologis. Untuk itu, maka intensitas  pengkajian karya sastra harus terus mendapat kesempatan yang lebih banyak guna mengembangkan pemahaman terhadap karya sastra tersebut maupun penggunaan teori pengkajiannya.
Mengenali proses kelahirannya, penciptaan sebuah karya sastra mengalami proses yang panjang hingga dapat sampai ke tangan pembaca, Proses ini seringkali tidak diketahui oleh pembaca awam dan mungkin pula dianggap sepele oleh sebagian penelaah sastra awam, mulai dari munculnya dorongan pertama untuk menulis, pengendapan ide (ilham), penggarapan, sampai akhirnya tercipta sebuah karya yang siap untuk dibaca oleh publik.
Setiap karya sastra yang ditulis tentunya memiliki ide, gagasan, pengalaman, dan amanat yang ingin disampaikan kepada pembaca, dengan harapan apa yang disampaikan itu menjadi sesuatu yang berharga bagi perkembangan kehidupan masyarakat. Adapun ide, gagasan atau pengalaman dan amanat yang ingin disampaikan sastrawan tersebut tidak akan terlepas dari kondisi lingkungan penulisnya. Pradopo (2002:59) mengemukakan  bahwa karya sastra secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh pengalaman dari lingkungan pengarang. Sejalan dengan kondisi tersebut, Herder (dalam Atmazaki, 1990: 44) menjelaskan bahwa karena karya sastra dipengaruhi oleh lingkungannya, maka karya sastra merupakan ekspresi zamannya sendiri. Kondisi ini mengakibatkan adanya hubungan sebab akibat dan timbal balik antara karya satra dengan situasi sosial tempatnya dilahirkan. Terkait hal itu pula Ikhwanuddin Nasution dalam tulisannya pada saat pengukuhan guru besarnya di Universitas Sumatra Utara (Nasution, 2009 : 2) menyatakan bahwa karya sastra (sastra) merupakan kristalisasi nilai-nilai dari suatu masyarakat. Meskipun karya sastra yang baik pada umumnya tidak langsung menggambarkan atau memperjuangkan nilai-nilai tertentu, tetapi aspirasi masyarakat mau tidak mau tercermin dalam karya sastra tersebut. Oleh karena itu, karya sastra tidak terlepas dari sosial-budaya dan kehidupan masyarakat yang digambarkannya.
Keberadaan ini mengisyarakatkan bahwa, sebenarnya (dan memang) karya sastra memiliki peran penting dalam kehidupan kemanusiaan, peran tersebut dapat tereksplorasi dari tradisi moral dan religi yang senantiasa menumbuhkan penghayatan terhadap nilai-nilai kebaikan, sehingga dapat membangun manusia untuk mengenali, memilih, dan meyakini yang benar adalah benar serta yang salah adalah salah.
Dari awal keberadaannya sebagai hasil kebudayaan yang dikenal dengan sastra tradisional, karya sastra Indonesia kemudian terus berkembang hingga akhirnya dikenal dengan sastra modern. Perkembangan sastra Indonesia mengalami berbagai ekplorasi substansi (terutama tema) mulai dari keberadaan permasalahan ekonomi, sosial, politik maupun budaya dan permasalahan keagamaan. Dari awal masa kemerdekaan novel Matahariah karya Mas Marco Kartodikromo mengangkat pemikiran multikulturalisme yang tidak terlepas dari realitas sosial dengan mengeksplorasi permasalahan kemiskinan serta kolonialisme, konfrontasi ras, bangsa-bangsa, dan kebudayaan, sehingga ironisnya, aktivis seperti Marco menjadi korban pertama yang mengakhiri hidupnya di penjara yang penuh nyamuk malaria (Ratih Dewi 2006: 2). Selain itu pada tahun ’60-an karya-karya Pramoedya Ananta Toer seperti Tetralogi novel Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Rumah Kaca, dan Jejak Langkah, kemudian, novel Perburuan, Gadis Pantai dan lainnya yang mengeksplorasi sosio-kultural Indonesia yang juga dipadukan dengan konfrontasi ras, ketimpangan sosial dan ekonomi yang begitu signifikan.
Pada era tahun 70-an permasalahan budaya dan adat kemudian mengemuka yang ditandai dengan hadirnya novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli, dan terus berlanjut pada tahun 80-an walaupun pada akhirnya tahun ini perkembangan permasalahan ketimpangan sosial, ekonomi, politik lebih banyak berkembang seperti yang tereksplorasi dalam trilogi novel Ahmad Tohari Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang kemukus Dini Hari, dan Jentera Bianglala. Tahun 70-an yang bila meminjam kata-kata Moh. Wan anwar bahwa karya sastra tahun 70-an lebih tercurah pada eksperimentasi estetik dengan budaya tradisi sebagai sumber. Walaupun pada waktu itu ada karya-karya Iwan Simatupang yang menulis karya sastra dengan sindiran dan ejekannya yang juga menonjolkan ketidakberesan sosial (Zaimar 1991:207-218), namun hal tersebut tidak membangun pandangan pembaca terhadap keseluruhan hasil karya sastra yang muncul pada tahun 70-an.
Perkembangan karya sastra yang memperbincangkan permasalahan ketimpangan ekonomi dan sosial pada tahun 90-an hingga tahun 2000-an masih terus berlanjut dengan munculnya novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata. Ketimpangan sosial dan perekonomian yang terejawantahkan ke dalam bentuk kemiskinan dalam novel Laskar Pelangi, tampak jelas dengan adanya sekolah khusus yang dibentengi dengan tembok tinggi bagi karyawan PN Timah yang menyediakan sarana-prasarana pendidikan memadai, fasilitas yang lengkap, dan kehidupan yang layak. Sedangkan SD Muhammadiyah tidak mempunyai semua fasilitas yang dimiliki oleh sekolah PN Timah, semangat anak-anak kampung miskin tersebut untuk berjuang dengan gigihnya agar dapat belajar tidak pernah padam walaupun dalam keadaan yang serba terbatas. Mereka bersekolah tanpa alas kaki, baju tanpa kancing, atap sekolah yang bocor jika hujan, dan papan tulis yang berlubang sehingga terpaksa ditambal dengan poster Rhoma Irama.
Pembahasan mengenai ketimpangan ekonomi dan sosial ini menjadi sebuah bom pada tahun 2000-an ini bagi keberadaan masyarakat sekarang setelah perkembangan karya sastra sebelumnya yang lebih mengeksplorasi permasalahan cinta dan ketabuan yang diantaranya hubungan seksual dan permasalahan kelamin yang dapat terlihat pada karya-karya Ayu Utami,  Jenar Mahesa Ayu dan lainnya serta karya-karya yang lebih berkisar pada karya novel populer Islami yang lebih di setir oleh Helvi Tiana Rosa dan karya-karya yang lebih mementingkan aspek pasar. Sehingga fenomena laskar pelangi ini menjadi sebuah karya yang mendapat tempat khusus dihati masyarakat.
01.43 | 0 komentar | Read More

contoh pembelajaran teknik tiru model membuat essai

Written By iqbal_editing on Senin, 12 September 2016 | 17.58

METODE
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada siswa kelas XII IPA SMAN I Hiliran Gumanti. Kelas XII IPA di sekolah ini hanya terdiri dari satu kelas. Jumlah siswa kelas XII IPA  terdiri dari 18 orang. Dengan demikian, subjek penelitian ini berjumlah 18 orang siswa.
Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri atas empat langkah, meliputi: perencanaan (planning), pelaksanaan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection). Siklus pertama dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Sementara itu, siklus kedua dilakukan berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama. Pelaksanaan siklus pertama sama dengan siklus kedua sama. Perbedaannya, pada siklus kedua, materi dititikberatkan pada aspek-aspek yang belum berhasil dicapai oleh siswa pada siklus pertama. Pada siklus kedua, contoh esai dibedakan dengan contoh esai pada siklus pertama. Pada siklus kedua, siswa diberikan kebebasan memilih tema esai yang mereka tulis.
Dalam proses observasi, peneliti dibantu oleh satu orang guru bahasa Indonesia. Guru ini sebagai pengamat. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data selama penelitian berlangsung. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif, yang menggambarkan aktivitas dan keantusiasan siswa, perubahan kinerja guru, hasil prestasi siswa, mutu pembelajaran, dan perubahan suasana kelas.
Sebelum memulai siklus pertama, diberikan tes awal kepada siswa. Tes tersebut berupa tes menulis esai lima paragraf. Tujuannya adalah untuk melihat kemampuan awal siswa dalam menulis. Hasil tes dianalisis dan dinilai. Berdasarkan hasil tes tersebut, disiapkan tindakan-tindakan apa yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis esai bagi siswa. Perolehan nilai siswa pada tes awal adalah sebagai berikut ini.
Tabel 1. Nilai Siswa pada Tes Awal
No Urut Siswa Jumlah Skor % Penguasaan


1 15 75
2 11 55,0
3 7,6 38
4 16,3 81,5
5 9,3 46,5
6 14 70
7 9,66 48,3
8 14,3 71,5
9 17,3 86,5
10 14,66 73,3
11 10 50
12 9,3 46,5
13 8,3 41,5
14 13,3 66,5
15 11,6 58
16 12 60
17 12 60
18 8,6 43
Jumlah 214,22 1071,10
Rata-rata 11,9 59,51

Hasil tes awal menunjukkan bahwa nilai siswa paling tinggi adalah 86,5. Nilai  siswa paling rendah adalah 38. Nilai  rata-rata kelas adalah 59, 51. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa siswa telah memiliki pengetahuan dan pemahaman awal tentang menulis. Kondisi ini disebabkan oleh keterampilan menulis sudah pernah dipelajari pada tingkat pendidikan sebelumnya sehingga siswa sudah mengetahui  konsep-konsep dasar menulis. Namun demikian, siswa belum memahami tulisan yang berupa esai. Oleh karena itu, diperlukan tindakan-tindakan seperti pada siklus I.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus Pertama
Siklus pertama dilakasanakan sebanyak dua kali pertemuan. Tahapan dalam siklus pertama ini adalah sebagai berikut ini.
  1. Perencanaan
Berdasarkan hasil tes awal, direncanakan hal-hal berikut ini. Pertama, perencanaan untuk menggunakan teknik tiru model. Kedua, menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan kompetensi dasar menulis esai. Ketiga, mempersiapkan berbagai contoh esai. Keempat, mempersiapkan bentuk penugasan. Kelima, mempersiapkan rancangan penilaian. Penilaian esai meliputi empat aspek, yaitu kelengkapan unsur struktur esai (pendahuluan, isi/pembahasan, dan penutup), keruntutan penataan ide, kepaduan gagasan, dan keefektifan kalimat. Keenam, mempersiapkan lembaran observasi teman sejawat.
  1. Pelaksanaan
1) Pertemuan I
Pada pertemuan pertama, siswa dibagi kedalam empat kelompok. Setelah siswa duduk berkelompok, siswa diberikan  penjelasan mengenai cara menulis esai melalui teknik tiru model. Contoh esai dibagikan kepada siswa. Siswa diminta untuk membaca dan memahami contoh esai. Dalam hal ini, siswa bersama teman sekelompok diminta untuk mendiskusikan definisi esai, ciri-ciri esai, tema esai, ide pokok dan ide penjelas dari setiap paragraf, dan pola pengembangan setiap paragraf yang terdapat di dalam esai.
Siswa diberikan pengukuhan berdasarkan tema, ide pokok, dan pola pengembangan esai contoh, setiap siswa diminta untuk menulis esai. Siswa diperbolehkan meniru tema, ide pokok, dan pola pengembangan paragraf pada esai contoh yang sudah mereka diskusikan. Esai  yang sudah ditulis oleh siswa dikumpulkan.
Materi pembelajaran disimpulkan. Selanjutnya, proses belajar mengajar ditutup.
2) Pertemuan II
Pada pertemuan kedua ini, siswa tidak duduk berkelompok. Hasil kerja siswa dikembalikan. Tugas siswa yang dikembalikan berupa hasil ketikan yang diketik sesuai dengan tulisan asli siswa. Tujuannya adalah supaya siswa dapat mengoreksi tugasnya langsung pada lembaran kerja. Kemudian, beberapa orang siswa membacakan esainya di depan kelas. Siswa yang lain memberikan komentar (Tidak semua siswa ke dapan kelas). Selanjutnya, tulisan terbaik siswa dimuat di majalah dinding (Mading) di sekolah.
Setelah beberapa orang siswa mewakili ke depan. Siswa diminta untuk mengoreksi tugas teman sebangkunya dari segi kelengkapan struktur esai, kertuntutan penataan ide, kepaduan gagasan, dan keefektifan kalimat. Kemudian, siswa saling mengoreksi esai temannya dari segi kelengkapan struktur esai, keruntutan penataan ide, kepaduan gagasan dan keefektifan kalimat. Setelah selesai, hasil penilaian siswa terhadap esai temannya dicek kembali. Esai siswa dikumpulkan kembali. Pelajaran ditutup setelah materi pembelajaran disimpulkan.
17.58 | 0 komentar | Read More

perbedaan essai dan kritik sastra

Written By iqbal_editing on Selasa, 06 September 2016 | 06.01

Esai sastra,
Ciri esai -> Aan Sugiantomas
1. pendek
2. berbentuk prosa
3. bersifat subjektif
4. bersifat menerangkan saja
5. tidak teratur dibandingkan kritik
Perbedaan antara esai sastra dengan kritik sastra,
Kritik sastra,
1. lebih sistematis
2. tidak bisa pendek
3. besifat subjektif
Esai sastra,
1. bersifat subjektif
2. lebih pendek -> karena bersifat menerangkan saja
3. tidak teratur dibanding kritik
Kritik bermutu adalah seni seperti hasil karyamu -> memerlukan keterampilan dan membutuhkan pemikiran yang hari-hati untuk membuat sebuah komentar menjadi sebuah masukan yang membantu memberi perhaian dan penilaian yang akan menolong seniman itu untuk membuat karya yang lebih baik.
Perbedaan kritik dan esai,
Kritik -> menghakimi karya tersebut
Esai -> lebih dari itu, melantunkan kaya tersendiri
Kritik sastra -> lebih sistematis, tidak bisa pendek, bersifat objektif
Esai sastra -> bersifat subjektif, lebih pendek, tidak teratur
Menulis kritik -> definisi mengkritik adalah mempertimbangkan hal yang baik dan tidak kemudian menilai sesuatu dengan itu -> kritik sinonim dari evaluasi -> tujuan kritik : mengevaluasi adalah mematikan tingkat kepentingan, keberhagaan adalah kondisi dari sesuatu yang di dapatan dari pengamatan dan pembelajaran yang diteliti -> Merriam – Webster : tindakan mengkritik.
Beberapa tips yang perlu diperhatikan,
1. susun pikiran
2. menyusun kritik dalam pembuka, isi dan penutup
3. menggunakan kalimat lengkap
4. jangan menaruh sisi negative
Yang bukan kritik,
1. bukan sesuatu yang dilakukan terburu-buru
2. tidak menggunakan emoticon untuk menunjukkan perasaan
3. kritik bukan sebuah rangkuman
4. kritik tidak terbatas pada kata-kata positif
5. bukan bentuk dari penghinaan
6. kritik tidak akan selalu disetujui oleh semua orang
06.01 | 0 komentar | Read More
 
berita unik