Translate

Welcome Guys

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
Tampilkan postingan dengan label biografi komikus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label biografi komikus. Tampilkan semua postingan

biografi abdul hadi WM

Written By iqbal_editing on Rabu, 14 September 2016 | 23.48

Prof. Dr. Abdul Hadi WM atau nama lengkapnya Abdul Hadi Wiji Muthari (lahir di Sumenep, 24 Juni 1946; umur 70 tahun) adalah salah satu sastrawan, budayawan dan ahli filsafat Indonesia. Ia dikenal melalui karya-karyanya yang bernafaskan sufistik, penelitian-penelitiannya dalam bidang kesusasteraan Melayu Nusantara dan pandangan-pandangannya tentang Islam dan pluralisme


Masa kecil

Abdul Hadi WM terlahir dengan nama Abdul Hadi Wijaya. Ketika dewasa ia mengubah nama Wijaya menjadi Wiji. Ia lahir dari garis keturunan peranakan Tionghoa di wilayah Sumenep, Madura.[1] Ayahnya, saudagar dan guru bahasa Jerman bernama K. Abu Muthar, dan ibunya adalah putri keturunan Mangkunegaran bernama RA Sumartiyah atau Martiyah. Mereka dikaruniai sepuluh orang anak dan Abdul Hadi adalah putra ketiga; tetapi kedua kakaknya dan empat adiknya yang lain meninggal dunia ketika masih kecil. Anak sulung dari empat bersaudara (semua laki-laki) ini pada masa kecilnya sudah berkenalan dengan bacaan-bacaan yang berat dari pemikir-pemikir seperti Plato, Sokrates, Imam Ghazali, Rabindranath Tagore, dan Muhammad Iqbal. Sejak kecil pula ia telah mencintai puisi dan dunia tulis menulis. Penulisannya dimatangkan terutama oleh karya-karya Amir Hamzah dan Chairil Anwar. Bersama teman-temannya Zawawi Imron dan Ahmad Fudholi Zaini, Hadi mendirikan sebuah pesantren di kota kelahirannya tahun 1990 yang diberi nama "Pesantren An-Naba", yang terdiri dari masjid, asrama, dan sanggar seni tempat para santri diajari sastra, seni rupa (berikut memahat dan mematung), desain, kaligrafi, mengukir, keramik, musik, seni suara, dan drama.[2]

Pendidikan

Pendidikan dasar dan sekolah menengah pertamanya diselesaikan di kota kelahirannya. Ketika memasuki sekolah menengah atas, Abdul Hadi meninggalkan kota kelahirannya, pergi ke Surabaya untuk menuntut ilmu di kota itu. Ia kemudian menempuh pendidikan di Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta hingga tingkat sarjana muda, lalu pindah ke studi Filsafat Barat di universitas yang sama hingga tingkat doktoral, namun tidak diselesaikannya. Ia beralih ke Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran, Bandung dan mengambil program studi Antropologi. Selama setahun sejak 1973-1974 Hadi bermukim di Iowa, Amerika Serikat untuk mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, lalu di Hamburg, Jerman selama beberapa tahun untuk mendalami sastra dan filsafat. Pada tahun 1992 ia mendapatkan kesempatan studi dan mengambil gelar master dan doktor Filsafat dari Universiti Sains Malaysia di Penang, Malaysia, di mana pada saat yang bersamaan ia menjadi dosen di universitas tersebut. Sekembalinya ke Indonesia, Hadi menerima tawaran dari teman lamanya Nurcholis Madjid untuk mengajar di Universitas Paramadina, Jakarta, universitas yang sama yang mengukuhkannya sebagai Guru Besar Falsafah dan Agama pada tahun 2008.[3]

Karier

Abdul Hadi WM pada tahun 1970-an.
Keterlibatannya dalam dunia jurnalistik diawali sejak menjadi mahasiswa, di mana Hadi menjadi redaktur Gema Mahasiswa (1967-1968) dan redaktur Mahasiswa Indonesia (1969-1974). Kemudian ia menjadi Redaktur Pelaksana majalah Budaya Jaya (1977-1978), redaktur majalah Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) (1979-1981), redaktur Balai Pustaka (1981-1983) dan redaktur jurnal kebudayaan Ulumul Qur'an. Sejak 1979 sampai awal 1990-an ia menjabat sebagai redaktur kebudayaan harian Berita Buana. Tahun 1982 ia dilantik menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta dan ketika reformasi bergulir, dalam pemilu multi partai 1999, atas desakan rekannya Dr. H. Hamzah Haz, Abdul Hadi didesak maju sebagai wakil daerah wilayah pemilihan Jawa Timur dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Tahun 2000 ia dilantik menjadi anggota Lembaga Sensor Film dan sampai saat ini dia menjabat Ketua Dewan Kurator Bayt al-Qur'an dan Museum Istiqlal, Ketua Majlis Kebudayaan Muhammadiyah, anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan anggota Dewan Penasihat PARMUSI (Persaudaraan Muslimin Indonesia). Keterlibatan Abdul Hadi WM dalam lingkaran aktivis Muslim telah dimulai sejak ia menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) selama menjadi mahasiswa di UGM, kemudian ikut merintis lahirnya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada tahun 1964 bersama-sama Amin Rais dan sahabatnya sesama penyair, Slamet Sukirnanto
Sebagai pengajar, saat ini tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Falsafah Universitas Paramadina, dosen luar biasa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, dan dosen pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta dan The Islamic College for Advanced Studies (ICAS) London kampus Jakarta.
Sebagai sastrawan, Hadi bersama sahabat-sahabatnya antara lain Taufik Ismail, Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabar dan Leon Agusta menggerakkan program Sastrawan Masuk Sekolah (SMS), di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional dan Yayasan Indonesia, dengan sponsor dari The Ford Foundation.

Karya

Sekitar tahun 1970-an, para pengamat menilainya sebagai pencipta puisi sufis. Ia memang menulis tentang kesepian, kematian, dan waktu. Seiring dengan waktu, karya-karyanya kian kuat diwarnai oleh tasawuf Islam. Orang sering membandingkannya dengan sahabat karibnya Taufik Ismail, yang juga berpuisi religius. Namun ia membantah. “Dengan tulisan, saya mengajak orang lain untuk mengalami pengalaman religius yang saya rasakan. Sedang Taufik menekankan sisi moralistisnya.”
Saat itu sejak 1970-an kecenderungan estetika Timur menguat dalam sastra Indonesia kontemporeran, puitika sufistik yang dikembangkan Abdul Hadi menjadi mainstream cukup dominan dan cukup banyak pengaruh dan pengikutnya. Tampak ia ikut menafasi kebudayaan dengan puitika sufistik dan prinsip-prinsip seni Islami,ikut mendorong masyarakat ke arah pencerahan sosial dan spiritual yang dianggap sebagai penyeimbang pengaruh budaya Barat hedonis dan sekuler.[4]
Sampai saat ini Abdul Hadi telah menulis beberapa buku penelitian filsafat di antaranya Kembali ke Akar Kembali ke Sumber: Esai-esai Sastra Profetik dan Sufistik (Pustaka Firdaus, 1999), Islam: Cakrawala Estetik dan Budaya (Pustaka Firdaus, 1999), Tasawuf Yang Tertindas, serta beberapa buku kumpulan puisi antara lain At Last We Meet Again, Arjuna in Meditation (bersama Sutardji Calzoum Bachri dan Darmanto Yatman), Laut Belum Pasang, Meditasi, Cermin, Tergantung pada Angin, Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur, Anak Laut Anak Angin, Madura: Luang Prabhang dan Pembawa Matahari, sejumlah karya terjemahan sastra sufi dan sastra dunia, terutama karya Iqbal, Rumi, Hafiz, Goethe, penyair sufi Persia dan penyair modern Jepang. Selain itu, ia juga menulis beberapa buku dongeng anak-anak untuk Balai Pustaka.
Puisi-puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Jepang, Jerman, Cina, Thailand, Arab, Bengali, Urdu, Korea dan Spanyol.

Penghargaan

Bulan Maret 2011, Hadi memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, penghargaan diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa si penerima memiliki jasa besar di bidang kebudayaan yang telah mampu melestarikan kebudayaan daerah atau nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara. [5] Pada tahun 2014, Abdul Hadi memperoleh Habibie Award di bidang sastra dan kebudayaan.

Daftar penghargaan

  • Hadiah Puisi Terbaik II Majalah Sastra Horison (1969)
  • Hadiah Buku Puisi Terbaik Dewan Kesenian Jakarta (1978)
  • Anugerah Seni Pemerintah Republik Indonesia (1979)
  • S.E.A. Write Award, Bangkok, Thailand (1985)
  • Anugerah Mastera (Majelis Sastra Asia Tenggara) (2003)
  • Penghargaan Satyalancana Kebudayaan Pemerintah Republik Indonesia (2010)

Kehidupan pribadi

Pada 25 November tahun 1978, ia menikah dengan wartawati dan pelukis Tedjawati atau akrab dikenal sebagai Atiek Koentjoro. Atiek adalah saudara sepupu budayawan Umar Kayam. Mereka dikarunia tiga orang putri yaitu Gayatri Wedotami (atau juga dikenal sebagai Chen Chen, seorang cerpenis dan aktivis di bidang perdamaian antar-iman), Dian Kuswandini (seorang jurnalis yang sekarang bermukim di Paris), dan Ayusha Ayutthaya (seorang guru bahasa Mandarin). Saat ini Abdul Hadi WM memperoleh tiga orang cucu, dua orang anak perempuan dari Gayatri dan seorang dari Ayusha. Sewaktu masih tinggal di Jakarta, Abdul Hadi WM hidup bertetangga dengan saudara sepupu ibunya, Soetarni, istri dari tokoh PKI Nyoto. Dari sini keluarga Sutarni maupun keluarga Abdul Hadi WM menjadi dekat. Abdul Hadi WM menyukai karya Bach, Beethoven, dan The Beatles. Selain membaca buku, ia juga gemar berkebun.
23.48 | 0 komentar | Read More

biografi aoyama gosho

Written By iqbal_editing on Sabtu, 27 Agustus 2016 | 15.12


Siapa sih yang tidak tahu komik dengan judul Detective Conan? Ya, komik ini sudah begitu mendunia dan terkenal di banyak seantero Negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, (di ketiga negara ini dengan judul Case Closed) juga di Negara kita, Indonesia.Banyak sekali kawula muda yang menggemari komik detektive ini yang isinya 99 % cerita pembunuhan dan pemecahan trik.  Tetapi terkadang kita melupakan siapa creator yang menciptakan cerita dan trik-trik yang membuat kita penasaran di setiap episode ini. Siapa dia? dialah Aoyama Gosho san. Ini dia biografi dari Pak Gosho.
Aoyama Gosho, lahir dengan nama Yoshimasa Aoyama, lahir pada tanggal 21 juni 1963 di Hokuei, Tottori Prefecture, Jepang adalah seorang pembuat cerita manga berkebangsaan Jepang. Dia menjadi sangat terkenal lewat karyanya Detective Conan.

                                               Pak Gosho

                                           sangat terkenal

Bakat menggambar Aoyama sudah terlihat ketika dia masih kecil. Ketika dia masih kelas 1 SD, gambarannya dengan judul "Perang Yukiai" memenangkan kompetisi dan dipamerkan di Tottori Daimaru Department Store.

Aoyama lulus SMA di SMA Yuraikuei. Kemudian, dia meneruskan sekolah di Nihon University jurusan seni di Tokyo. Di musim dingin tahun 1986, Aoyama mengikuti kontes komik untuk mahasiswa tingkat tahun pertama. Dia memenangi kontes ini, dan ini dijadikan batu pijakan untuk karirnya sebagai pengarang komik, yang mengubah hidupnya sampai sekarang ini.

   Aoyama Gosho bekerja

Aoyama membuat debut pertamanya sebagai pengarang manga dengan membuat komik Chotto Matte yang dipublikasikan di majalah mingguan Shōnen Sunday di musim dingin 1987. Sebentar setelahnya, karya Aoyama yang lain, Magic Kaito, juga dipublikasikan di majalah yang sama.

Di awal tahun 1990, satu lagi cerita Aoyama yang diberi judul Yaiba terbit, seri manga ini rilis sebanyak 24 volume. Setelahnya, dia akan merilis seri manga dengn lainnya di beberapa/banyak volume, seperti Third Baseman No.4, Gosho Aoyama's Collection of Short Stories, dan Detective Conan.

Sebagai orang penuh bakat, tentulah penghargaan akan selalu menghampiri Aoyama. Aoyama telah memenangkan 2 penghargaan untuk pekerjaannya sebagai pembuat manga. Tahun 1992, dia memenangkan Shogakukan Manga Award dari Shonen untuk seri manga Yaiba. Tahun 2001, dia juga memperoleh penghargaan yang sama untuk kedua kalinya, kali ini untuk karyanya Detective Conan.

Selain itu, kota kelahirannya Hokuei telah melakukan beberapa dengan apa yang disebut Machi Okoshi (Revitalisasi kota) untuk menghormati kontribusinya sebagi seniman manga dan penduduk kota. Proyek pertama adalah dibangunnya Jembatan Conan yang melintasi sungai Yura dan juga dibuatnya patung-patung Conan di kota tersebut. Kedua struktur bangunan ini untuk menghormati karya aoyama, Conan Edogawa, karakter paling populer Aoyama di komik detective Conan. Tanggal 18 Maret 2007, Pabrik manga Gosho Aoyama, museum yang memperingati keberhasilan karir Aoyama, resmi dibuka.

Apa saja karya yang dihasilkan oleh Aoyama Gosho?

1. Wait a Minute (ちょっとまってて Chotto Matte) (1987)




 
Komik ini adalah cerita manga pertama karangan Aoyama Gosho. Komik ini dipublikasikan di Shōnen Sunday. Komik ini menceritakan tentang anak laki-laki jenius bernama Yutaka Takai, pemilik mesin waktu jetpack.

2. Yaiba (1988–1993)
Ini adalah seri manga 24 volume tentang petualangan samurai muda bernama Yaiba Kurogane. Setelahnya, seri ini disadur menjadi 52 episode seri anime.
3. 3rd Base 4th (4番サード Yonban Sādo) (1993)
Komik ini adalah manga 1 volume yang bercerita tentang anak laki-laki bernama Shigeo Nagashima, pemain baseball medioker di tim SMA-nya. Suatu hari, dia membeli alat pemukul ajaib dari toko peralatan olahraga yang memberikannya kemampuan untuk memukul setiap lemparan bola. Namun, dia harus membayar ke toko misterius itu untuk setiap lemparan yang dipukulnya.

4. Magic Kaito (まじっく快斗 Majikku Kaito) (1988–2007) 
Ini adalah seri manga empat-volume yang menceritakan petualangan lucu dari Kaitou Kid, seorang pencuri pria yang sering menggunakan keahliannya dalam sihir dan menyamar dalam setiap perampokan ia melakukan. Tiga jilid pertama dari seri manga ini awalnya dirilis tahun 1988-1994, volume keempat dirilis pada bulan Februari 2007.Meskipun manga ini sedang ditahan penulisannya, Kaitou Kid masih muncul secara teratur di Detektif Conan, manga lainnya oleh Aoyama

5.Gosho Aoyama's Collection of Short Stories
6. Detective Conan or Case Closed (名探偵コナン Meitantei Konan) - (1994–present)
             Ini adalah seri manga berkelanjutan yang menceritakan detektif SMA jenius yang   suatu hari berubah menjadi kecil kembali karena diberi obat misterius oleh komlpotan berbaju hitam. Ketika mencoba untuk melacak orang-orang ini, dia sering menemukan kasus yang rumit, yang sebgian besra hanya dapat diselesaikan olehnya. Seri ini adalah karangan Aoyama yang paling terkenal.
6. Tell Me A Lie (〜私にウソをついて〜 ~Watashi ni Uso wo Tsuite) - (2007)
             Ini adalah cerita satu shot manga tentang seorang gadis bernama Terumi Arai, yang bisa membaca pikiran orang ketika dia melihat di mata mereka.



15.12 | 0 komentar | Read More

biografi tatang suhera

Written By iqbal_editing on Senin, 01 Agustus 2016 | 18.14

atang Suhenra

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tatang Suhenra atau Tatang Suhendra alias Tatang S., pria berdarah Sunda ini adalah komikus yang besar di era tahun 80 hingga 90-an dengan cerita penokohan khas wayang seperti Punakawan, Semar, Petruk, Gareng dan Bagong di tengah serbuan komik asing dari Eropa, Amerika dan Jepang, seperti Smurf, Tintin, hingga Dragon Ball, dan lain sebagainya di era itu.
Sebelum dikenal sebagai komikus Petruk cs, Tatang Suhendra terlebih dulu bergelut di komik persilatan. Namanya bahkan disebut sebagai komikus dengan bayaran tertinggi di Bandung. Tatang S juga disebut sebagai saingan utama Ganes TH, komikus Si Buta Dari Goa Hantu.
Pemasangan foto Tatang S tersebut bertujuan untuk membedakan karya yang asli dengan yang bajakan. Foto Tatang S diletakkan di cover depan komik yang diterbitkan oleh T.B. Sandro Jaya Agency. "Mulai pertengahan tahun 2000, setiap karya Tatang S yang asli selain ada fotonya, juga memakai nama lengkapnya, yaitu Tatang Suhendra."

Kehidupan Pribadi

Di Jakarta, Tatang S, diketahui pernah tinggal di Buaran, Jakarta Timur. Di rumah kontrakan itu, dia tinggal seorang diri sementara istrinya tinggal di luar Jakarta. Komikus meninggal dunia tiga tahun lalu, tepatnya Maret 2003 setelah foto wajahnya dipajang di komik yang diciptakannya. Tatang dikabarkan meninggal karena penyakit gula.
Satu hal yang akan selalu dikenang penikmat karya Tatang S adalah, kalimat bijak yang selalu ditempatkan di halaman terakhir komik Petruk, Gareng dan Bagong, "Salam manis tidak akan habis. Salam sayang tidak akan hilang, buat semua pencinta karya saya, Tatang S."
18.14 | 0 komentar | Read More
 
berita unik