Translate

Welcome Guys

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
Tampilkan postingan dengan label analisa novel terjemahaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label analisa novel terjemahaan. Tampilkan semua postingan

analisa unsur ekstrinstik nocel snow country

Written By iqbal_editing on Kamis, 25 Agustus 2016 | 06.10

Novel Terjemahan Jepang Snow Country Yasunari


Pendahuluan Pengarang sebagai Unsur Ekstrinsik

Salah satu penulis terkenal Jepang adalah Yasunari Kawabata. Kawabata lahir di Osaka pada 14 Juni 1899 dan meninggal pada 16 April 1972 di Kamakura dengan usia 72 tahun. Beliau adalah novelis Jepang yang pernah memenangkan Penghargaan Novel dalam Sastra pada tahun 1968 dan sebagai orang Jepang pertama yang memperoleh penghargaan tersebut.

            Pada riwayat hidupnya, Kawabata sungguh memiliki takdir kehidupan yang begitu kejam. Beliau sudah menjadi anak yatim pada usia dua tahun. Dan akhirnya Kawabata hidup bersama kakek neneknya. Namun, setelah lima tahun berjalan dibesarkan, sang nenek meninggalkan Kawabata untuk selamanya. Kawabata memiliki seorang kakak perempuan yang diasuh bibinya, naasnya ia hanya sempat bertemu satu kali saja sesudah peristiwa kematian orang tua Kawabata hingga akhirnya sang kakak meninggal pada saat ia berusia 10 tahun. Lima tahun sesudah kematian sang kakak, ia pun didatangi duka kembali, sang kakek meninggal dan akhirnya ia ikut dalam keluarga Kuroda, keluarga dari garis keturunan ibunya.
            Mengenai riwayat akademiknya, Kawabata lulus dari SMP pada Mei 1917, persis sebelum ulang tahunnya yang ke-18, ia pindah ke Tokyo, dan berharap untuk lulus ujian masuk Dai-ichi Koto-gakko' (Sekolah Menengah Atas Nomor Satu), yang berada di bawah asuhan langsung Universitas Kekaisaran Tokyo. Ia berhasil lulus dalam ujian itu pada tahun yang sama, kemudian masuk ke Fakultas Sastra Inggris. Pada Juli 1920 Kawabata lulus dari Sekolah Menengah Atas dan memulai pendidikannya di Universitas Kekaisaran Tokyo.


            Kawabata mulai mendapatkan pengakuan dengan sejumlah cerita pendek tak lama setelah ia lulus dari universitas, dan memperoleh ketenaran dengan Gadis Penari dari Izu pada 1926, sebuah cerita yang menjelajahi erotisisme orang muda yang sedang berkembang. Kebanyakan karyanya di kemudian hari menjelajahi tema-tema serupa. Salah satu novelnya yang paling terkenal dan akan menjadi pembahasan dalam esai ini adalah Negeri Salju atau disebut juga Daerah Salju, yang dimulai pada 1934, dan pertama kali diterbitkan secara bertahap sejak 1935 hingga 1937.


Subyek Karya dan Sinopsis Novel

Judul               :           Snow Country (Yukiguni/Daerah Salju)
Pengarang       :           Yasunari Kawabata
Penerjemah      :           A. S. Laksana
Genre              :           Fiksi Psikologis
Penerbit           :           Gagas Media
Tahun Terbit    :           2009, Jakarta
Tebal Buku      :           vi + 190 halaman

Negeri Salju adalah hasil terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, sedangkan terjemahannya dalam bahasa Inggris adalah Snow Country. Judul aslinya adalah Yukiguni. Novel ini menceritakan tentang tokoh yang bernama Shimamura, seorang laki-laki Tokyo yang sedang berlibur di desa pegunungan bersalju di awal musim yang dingin. Dalam perjalanan kereta menuju tempat tersebut, Shimamura henyak terpesona dengan rasa yang berbeda melihat seorang gadis bersama laki-laki yang sedang sakit. Ia memandang gadis –yang diketahuinya bernama Yoko– tersebut melalui bias cermin kaca kereta pada senja yang menjelang malam, dan menyebutnya si gadis di kaca jendela kereta api senja. Ia sedang memandangi telunjuk kirinya. Telunjuk itulah satu-satunya bagian tubuhnya yang masih bisa mengingat dengan samar-samar seorang wanita lain, Komako. Perempuan yang akan dikunjunginya di gunung nanti, di sebuah desa bersalju. Pada saat yang demikian kalut karena ingatan yang mengkhianatinya dan hanya telunjuknya saja yang masih terhubung. Ia angkat telunjuk itu, digerakkan di kaca jendela kereta yang berembun, kemudian ia buat sebuah garis. Kaca itu, lantas menjadi sebuah cermin. Saat itulah, ia melihat mata seorang wanita yang menyeruak dan mengagetkannya. Mata yang demikian indah itu, mata milik Yoko.
Sebenarnyalah, Shimamura melihat pantulan Yoko di cermin jendela itu. Pada saat yang sama, ia pun dapat melihat latar belakang pemandangan di luar jendela, bagaimana senja mulai pergi berganti malam yang membuat gunung-gunung menghitam namun masih jelas bentuknya. Dua hal yang Shimamura lihat secara bersamaan itu, memberikan kesan seperti sebuah wajah yang mengapung di landskap alam yang berada di luar kereta.
 Selang waktu perjalanan berlalu, tak disangka si gadis dan lelaki yang bersamanya turun di sebuah stasiun yang sama dengannya. Di stasiun itu juga, ia melihat seseorang bermantel biru –yang sepertinya tak asing baginya– terlihat menjemput kedatangan seseorang –yang kemudian diketahuinya dari seorang portir tempatnya menginap– yaitu si gadis di kaca jendela kereta senja dengan lelaki bersamanya yang sedang sakit itu.
Singkat cerita, ternyata Yoko dan lelaki sakit itu tinggal satu atap dengan Komako. Setiap kali Shimamura bertanya tentang Yoko kepada Komako, Komako tak sedikitpun membahas tentang keberadaan Yoko, ada sesuatu yang sengaja disembunyikan Komako tentang hubungannya dengan Yoko.  Kemisteriusan yang dibangun Komako tidak serta merta di ungkap langsung pada Shimamura sampai akhirnya Yukio –lelaki sakit di kereta senja besama Yoko– meninggal.
Komako, seorang geisha di pegunungan terpencil adalah gadis yang selalu diingat Shimamura melalui telunjuk kirinya itu. Sejak beberapa musim berlalu, Shimamura selalu mendatangi salah satu penginapan di wilayah pemandian air panas itu sebagai seorang pelancong tetap tiap musimnya. Tanpa ia sadari, Shimamura tahu Komako tengah jatuh cinta padanya, begitu pula sebaliknya walaupun Shimamura adalah seorang lelaki yang sudah beristri, bahkan telah memiliki anak. Keduanya berusaha untuk menemukan pembenaran atas cinta mereka, hingga pada akhirnya mereka menyadari kalau cinta yang ingin dipersatukan telah gagal sejak pertama kali bertemu.
Pada akhir novel ini, hubungan Komako dan Shimamura tidak memiliki kejelasan yang cukup akurat. Sedangkan hubungan Shimamura dengan Yoko hanyalah sebatas perbincangan dan pertemuan pendek di bagian akhir cerita hingga terjadinya peristiwa kebakaran di gudang ulat sutra yang membuat Yoko menjadi korbannya.

Analisis Struktur Unsur Intrinsik Karya Sastra
Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas tiga jenis yaitu puisi, prosa, dan drama. Novel ini adalah karya sastra yang termasuk ke dalam jenis prosa. Jika sebuah novel merupakan suatu sistem, maka sub-sistem yang terpenting di dalamnya adalah tokoh dan penokohan, alur, setting atau latar, dan tema. Dari sub-sistem yang disebutkan, kesemuanya saling memiliki koherensi yang sistematis sehingga selanjutnya bisa dikatakan sebuah sistem (Culler dalam Panuti Sudjiman, hal 11).
a.           Tokoh dan Penokohan
Penertian tokoh secara universal adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berpagai peristiwa dalam cerita. Namun, Grimes (1975) tidak menggunakan istilah tokoh (character), tetapi diganti dengan istilah partisipan (participant). Sedangkan Shanon Ahmad dalam bukunya Gubahan Novel (1979) menggunakan istilah watak. Secara umum, tokoh dalam suatu karya sastra berwujud manusia, namun tidak menutup kemungkinan jika tokoh adalah seekor binatang ataupun benda mati sekalipun.
Jika sudah dijelaskan bahwa tokoh adalah rekaan pengarang, maka hanya pengaranglah yang benar-benar ’mengenal’ mereka. Untuk memberikan transformasi yang mudah untuk penikmat karya sastra atau pembaca, maka pengarang perlu memberikan tokoh yang digambarkan melalui ciri-ciri lahir, sifat, dan sikap batin mereka untuk membentuk watak yang akan diperankan. Pembentukan watak dalam tokoh dipengaruhi oleh kualitas tokoh, kualitas nalar, lingkungan dan latar belakang tokoh tersebut sebagai pembeda dengan tokoh yang lain. Penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh inilah yang disebut dengan penokohan.
Dalam novel terjemahan Snow Country karya Yasunari Kawabata ini, memiliki empat tokoh utama yang menjadi pokok penceritaan, di antaranya adalah:
·                     Shimamura (laki-laki)
Karakteristik : Selalu tidak puas dengan apa yang dimiliki, memiliki bakat untuk berselingkuh (karena ia sudah memiliki seorang istri dan anak), kesepian karena tidak memiliki esensi dalam hidupnya, manja dan suka berfoya-foya, selalu ingin mencoba hal-hal baru, agak aneh. Berikut ini kutipan yang mendukung karakter Shimamura,
[...]
Namun demikian, itu justru melegakan bagi Shimamura. Ia terbiasa memanjakan diri dengan tabiat anehnya untuk selalu mengejek dirinya sendiri melalui apa yang ia kerjakan. Mungkin dari kegembiraan semacam itulah lahir dunia khayalnya yang patut dikasihani. Dan sekarang ia dalam perjalanan, karena itu ia merasa tak perlu tergesa-gesa untuk mengerjakannya.
(hal. 141)

·                     Komako
Karakteristik :  Geisha, seorang pekerja keras, telaten, cantik, baik hati dan penolong, pasrah dengan keadaan, sensitif atau terlalu peka, senang menunggu, periang, selalu menulis catatan dalam buku harian.
”Beberapa waktu sebelum aku berangkat ke Tokyo menjadi geisha. Aku tak punya uang waktu itu, jadi kubeli buku catatan polos yang hanya dua atau tiga sen dan menggarisinya sendiri. Mungkin karena ujung pensilku kuraut runcing sekali, garis buatanku bisa halus dan teratur rapi, dan setiap halaman buku catatan itu padat tulisan dari ujung atas hingga ujung bawah. Ketika aku punya cukup uang untuk membeli buku harian, semuanya berubah. Aku tak mau repot-repot lagi. Begitu juga dengan kebiasaanku menulis catatan harian. Sebelumnya, aku menulis lebih dulu di kertas koran bekas sebelum memindahkannya di kertas bagus, tetapi sekarang aku langsung menulis di kertas bagus”
(hal.42)

·                     Yoko
Karakteristik : misterius, aneh, rajin bekerja, telaten merawat orang sakit, sayang adik, pencemburu, pandai beryanyi.
Itu lagu yang dinyanyikan anak-anak sambil menepuk-nepuk bola karet. Suara Yoko yang lincah dan rian dalam menyanyikan lagu tanpa makna itu membuat Shimamura sangsi apakah pertemuannya dengan Yoko tadi hanya mimpi.
Ia tak hent-henti berceloteh ketika memakaikan pakaian anak itu dan menuntunnya keluar dari tempat mandi, dan suaranya terus bergaung seperti suling bahkan setelah ia pergi. Di lorong rumah penginapan yang lantainya sudah tua dan mengilat, ada kotak shamisen besar berwarna hitam pekat. [...]
(hal. 150)

·                     Yukio
Karakteristik : pesakit, menunggu ajal, lemah.
”Ini dari kamar si sakit. Tapi, tak usah cemas. Kata orang, api bebas hama.” Rambutnya yang baru dicukur hampir menyentuh kotatsu saat ia memasukkan arang. Anak guru musik itu menderita TBC usus, katanya, dan ingin pulang ke kampung halaman untuk menunggu ajal.
(hal. 58)

b.          Alur
Sebuah karya sastra termasuk prosa berbentuk novel seperti obyek kajian Snow Country ini, berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu. Pristiwa yang membangun tulang punggung cerita, demikian disebut alur. Cerita di awali dari peristiwa tertentu dan diakhiri dengan peristiwa tertentu lainnya dalam urutan waktu terjadinya. Dalam novel ini, alur cerita di awali dengan perjumpaan Shimamura dengan Yoko dan Yukio di gerbong kereta senja yang sama-sama mereka naiki. Dari awal penceritaan tersebut, pengarang kemudian menghubungkan dan mengaitkan antar tokoh dalam suatu cerita yang efektif dan kompleks. Alur yang digunakan dalam novel ini tentunya alur maju, namun tidak menutup kemungkinan akan terdapat discourse yang menceritakan masa lalu sebagai penguat dan penjelas cerita.

c.           Setting atau Latar
Macam-macam setting yang akan dibahas untuk menganalisis Snow Country ini ada dua, yaitu latar sosial dan latar fisik atau material. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok, kelompok sosial dan masyarakat, bahasa, cara hidup, dan lain-lain yang melatari suatu peristiwa. Sedangkan latar fisik mencangkup seperti daerahnya, bentuk bangunan, dan sebagainya yang terwujud.
Latar sosial yang ada dalam novel ini adalah penceritaan cara hidup seorang geisha, pemikiran-pemikiran orang Jepang, karakteristik pelayanan penginapan, cara bertahan hidup di waktu musim salju, dan lainnya. Sedangkan latar fisik yang ada dalam novel ini contohnya bangunan-bangunan khas Jepang yang beratap rendah dan berjendela kecil yang memanjang, pakaian-pakaian khas pegunungan dengan celana gunung, termasuk pula latar tempat seperti di gerbong kereta, di stasiun, di pemansian air panas, di penginapan, dan lainnya.

d.          Tema
Tema adalah kumpulan gagasan atau pilihan utama yang mendasari suatu karya sastra secara dominan. Tema yang digunakan dalam novel ini adalah tentang hubungan status yang tak pernah memiliki kepastian antara Shimamura dan Komako. Dari ide pokok ini muncullah ide-ide bawahan sehingga mampu terssusun dengan baik dan mampu memunculkan konflik.

Analisis Content
¨      Nilai Emosional
Nilai-nilai emosional dalam karya sastra dimaksudkan bahwa karya sastra ditendensikan agar dirasa oleh pembaca. Dirasa untuk mempengaruhi keterlibatan pembaca masuk ke dalam naskah drama, sehingga dapat memberi efek batin yang terasa. Seperti pada bagian kegundahan hati Shimamura yang merasakan betapa hidup yang dijalani Komako menjadi geisha hanyalah sia-sia. Hal ini membuat pembaca melakukan perenungan tentang hakikat emosional yang mendasari kehidupan geisha.
¨      Nilai Intelektual
Nilai intelektual adalah sesuatu hal yang pada dasarnya sejak awal disengaja dan ditendensikan sebagai objek untuk dipikrkan pembaca. Seperti permasalah Komako menghadapi kehidupan menjadi geisha yang harus pandai membagi penghasilan. Pekerjaan yang keras dengan banyak perjamuan dan hanya mendapat upah yang minimal.
¨      Nilai Abstrak
Novel yang mengandung nilai abstrak, diartikan bahwa noveltersebut mengandung sintesa antara nilai emosi dan nilai intelektual.  Nilai emosi yang mewajibkan pembaca atau penikmat sastra terlibat emosionalitasnya; dan nilai intelektual yang mengharuskan penikmat sastra berpikir secara konsepsi mimesis. Seperti permasalahan komplek yang ada dalam hidup Komako tentang balas budinya kepada guru musik yang merawatnya dan ia harus merawat anak guru musik tersebut yang kmenderita penyakit TBC usus dan mengeluarkan biaya banyak dari penghasilannya.

¨      Nilai Dramatik
Nilai dramatik dalam sebuah karya sastra berbentuk prosa adalah nilai-nilai yang menyatakan sesuatau hal yang dapat menumbulkan konflik-konflik sehingga terbentuknya perluasan tema yang masih ada garis batas pengembangannya. Dalam novel ini, nilai dramatik di mulai dari peristiwa pertama yang mengisahkan tentang Shimamura dan Yoko di gerbong kerete, hingga ternyata diketahui bahwa Yoko satu rumah dengan Komako yaitu gadis yang akan ditemui Shimamura di penginapan pegunungan. Dari satu masalah ini, muncul masalah kompleks yang menghubungkan tokoh-tokoh dalam cerita ini sehingga cerita ini tertata apik dengan tokoh minimal, namun kompleksitas yang baik. Demikian disimpulkan bahwa, konflik batin yang ada sangatlah terasa dalam menghipnotis pembaca.
06.10 | 0 komentar | Read More
 
berita unik