Novel Terjemahan Jepang Snow Country Yasunari
Pendahuluan Pengarang sebagai Unsur Ekstrinsik
Salah satu penulis terkenal Jepang adalah Yasunari Kawabata. Kawabata
lahir di Osaka pada 14 Juni 1899 dan meninggal pada 16 April 1972 di
Kamakura dengan usia 72 tahun. Beliau adalah novelis Jepang yang pernah
memenangkan Penghargaan Novel dalam Sastra pada tahun 1968 dan sebagai
orang Jepang pertama yang memperoleh penghargaan tersebut.
Pada
riwayat hidupnya, Kawabata sungguh memiliki takdir kehidupan yang
begitu kejam. Beliau sudah menjadi anak yatim pada usia dua tahun. Dan
akhirnya Kawabata hidup bersama kakek neneknya. Namun, setelah lima
tahun berjalan dibesarkan, sang nenek meninggalkan Kawabata untuk
selamanya. Kawabata memiliki seorang kakak perempuan yang diasuh
bibinya, naasnya ia hanya sempat bertemu satu kali saja sesudah
peristiwa kematian orang tua Kawabata hingga akhirnya sang kakak
meninggal pada saat ia berusia 10 tahun. Lima tahun sesudah kematian
sang kakak, ia pun didatangi duka kembali, sang kakek meninggal dan
akhirnya ia ikut dalam keluarga Kuroda, keluarga dari garis keturunan
ibunya.
Mengenai riwayat akademiknya, Kawabata lulus
dari SMP pada Mei 1917, persis sebelum ulang tahunnya yang ke-18, ia
pindah ke Tokyo, dan berharap untuk lulus ujian masuk Dai-ichi Koto-gakko' (Sekolah Menengah Atas Nomor Satu), yang berada di bawah asuhan langsung Universitas Kekaisaran Tokyo.
Ia berhasil lulus dalam ujian itu pada tahun yang sama, kemudian masuk
ke Fakultas Sastra Inggris. Pada Juli 1920 Kawabata lulus dari Sekolah
Menengah Atas dan memulai pendidikannya di Universitas Kekaisaran Tokyo.

Kawabata
mulai mendapatkan pengakuan dengan sejumlah cerita pendek tak lama
setelah ia lulus dari universitas, dan memperoleh ketenaran dengan Gadis Penari dari Izu pada 1926,
sebuah cerita yang menjelajahi erotisisme orang muda yang sedang
berkembang. Kebanyakan karyanya di kemudian hari menjelajahi tema-tema
serupa. Salah satu novelnya yang paling terkenal dan akan menjadi
pembahasan dalam esai ini adalah Negeri Salju atau disebut juga Daerah Salju, yang dimulai pada 1934, dan pertama kali diterbitkan secara bertahap sejak 1935 hingga 1937.
Subyek Karya dan Sinopsis Novel
Judul : Snow Country (Yukiguni/Daerah Salju)
Pengarang : Yasunari Kawabata
Penerjemah : A. S. Laksana
Genre : Fiksi Psikologis
Penerbit : Gagas Media
Tahun Terbit : 2009, Jakarta
Tebal Buku : vi + 190 halaman
Negeri Salju adalah hasil terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, sedangkan terjemahannya dalam bahasa Inggris adalah Snow Country. Judul aslinya adalah Yukiguni.
Novel ini menceritakan tentang tokoh yang bernama Shimamura, seorang
laki-laki Tokyo yang sedang berlibur di desa pegunungan bersalju di awal
musim yang dingin. Dalam perjalanan kereta menuju tempat tersebut,
Shimamura henyak terpesona dengan rasa yang berbeda melihat seorang
gadis bersama laki-laki yang sedang sakit. Ia memandang gadis –yang
diketahuinya bernama Yoko– tersebut melalui bias cermin kaca kereta pada
senja yang menjelang malam, dan menyebutnya si gadis di kaca jendela
kereta api senja. Ia sedang memandangi telunjuk kirinya. Telunjuk itulah
satu-satunya bagian tubuhnya yang masih bisa mengingat dengan
samar-samar seorang wanita lain, Komako. Perempuan yang akan
dikunjunginya di gunung nanti, di sebuah desa bersalju. Pada
saat yang demikian kalut karena ingatan yang mengkhianatinya dan hanya
telunjuknya saja yang masih terhubung. Ia angkat telunjuk itu,
digerakkan di kaca jendela kereta yang berembun, kemudian ia buat sebuah
garis. Kaca itu, lantas menjadi sebuah cermin. Saat itulah, ia melihat
mata seorang wanita yang menyeruak dan mengagetkannya. Mata yang
demikian indah itu, mata milik Yoko.
Sebenarnyalah,
Shimamura melihat pantulan Yoko di cermin jendela itu. Pada saat yang
sama, ia pun dapat melihat latar belakang pemandangan di luar jendela,
bagaimana senja mulai pergi berganti malam yang membuat gunung-gunung
menghitam namun masih jelas bentuknya. Dua hal yang Shimamura lihat
secara bersamaan itu, memberikan kesan seperti sebuah wajah yang
mengapung di landskap alam yang berada di luar kereta.
Selang
waktu perjalanan berlalu, tak disangka si gadis dan lelaki yang
bersamanya turun di sebuah stasiun yang sama dengannya. Di stasiun itu
juga, ia melihat seseorang bermantel biru –yang sepertinya tak asing
baginya– terlihat menjemput kedatangan seseorang –yang kemudian
diketahuinya dari seorang portir tempatnya menginap– yaitu si gadis di
kaca jendela kereta senja dengan lelaki bersamanya yang sedang sakit
itu.
Singkat
cerita, ternyata Yoko dan lelaki sakit itu tinggal satu atap dengan
Komako. Setiap kali Shimamura bertanya tentang Yoko kepada Komako,
Komako tak sedikitpun membahas tentang keberadaan Yoko, ada sesuatu yang
sengaja disembunyikan Komako tentang hubungannya dengan Yoko. Kemisteriusan
yang dibangun Komako tidak serta merta di ungkap langsung pada
Shimamura sampai akhirnya Yukio –lelaki sakit di kereta senja besama
Yoko– meninggal.
Komako, seorang geisha
di pegunungan terpencil adalah gadis yang selalu diingat Shimamura
melalui telunjuk kirinya itu. Sejak beberapa musim berlalu, Shimamura
selalu mendatangi salah satu penginapan di wilayah pemandian air panas
itu sebagai seorang pelancong tetap tiap musimnya. Tanpa ia sadari,
Shimamura tahu Komako tengah jatuh cinta padanya, begitu pula sebaliknya
walaupun Shimamura adalah seorang lelaki yang sudah beristri, bahkan
telah memiliki anak. Keduanya berusaha untuk menemukan pembenaran atas
cinta mereka, hingga pada akhirnya mereka menyadari kalau cinta yang
ingin dipersatukan telah gagal sejak pertama kali bertemu.
Pada
akhir novel ini, hubungan Komako dan Shimamura tidak memiliki kejelasan
yang cukup akurat. Sedangkan hubungan Shimamura dengan Yoko hanyalah
sebatas perbincangan dan pertemuan pendek di bagian akhir cerita hingga
terjadinya peristiwa kebakaran di gudang ulat sutra yang membuat Yoko
menjadi korbannya.
Analisis Struktur Unsur Intrinsik Karya Sastra
Karya
sastra menurut ragamnya dibedakan atas tiga jenis yaitu puisi, prosa,
dan drama. Novel ini adalah karya sastra yang termasuk ke dalam jenis
prosa. Jika sebuah novel merupakan suatu sistem, maka sub-sistem yang
terpenting di dalamnya adalah tokoh dan penokohan, alur, setting
atau latar, dan tema. Dari sub-sistem yang disebutkan, kesemuanya saling
memiliki koherensi yang sistematis sehingga selanjutnya bisa dikatakan
sebuah sistem (Culler dalam Panuti Sudjiman, hal 11).
a. Tokoh dan Penokohan
Penertian tokoh
secara universal adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlakuan dalam berpagai peristiwa dalam cerita. Namun, Grimes (1975)
tidak menggunakan istilah tokoh (character), tetapi diganti dengan istilah partisipan (participant). Sedangkan Shanon Ahmad dalam bukunya Gubahan Novel
(1979) menggunakan istilah watak. Secara umum, tokoh dalam suatu karya
sastra berwujud manusia, namun tidak menutup kemungkinan jika tokoh
adalah seekor binatang ataupun benda mati sekalipun.
Jika
sudah dijelaskan bahwa tokoh adalah rekaan pengarang, maka hanya
pengaranglah yang benar-benar ’mengenal’ mereka. Untuk memberikan
transformasi yang mudah untuk penikmat karya sastra atau pembaca, maka
pengarang perlu memberikan tokoh yang digambarkan melalui ciri-ciri
lahir, sifat, dan sikap batin mereka untuk membentuk watak yang akan
diperankan. Pembentukan watak dalam tokoh dipengaruhi oleh kualitas
tokoh, kualitas nalar, lingkungan dan latar belakang tokoh tersebut
sebagai pembeda dengan tokoh yang lain. Penyajian watak tokoh dan
penciptaan citra tokoh inilah yang disebut dengan penokohan.
Dalam novel terjemahan Snow Country karya Yasunari Kawabata ini, memiliki empat tokoh utama yang menjadi pokok penceritaan, di antaranya adalah:
· Shimamura (laki-laki)
Karakteristik
: Selalu tidak puas dengan apa yang dimiliki, memiliki bakat untuk
berselingkuh (karena ia sudah memiliki seorang istri dan anak), kesepian
karena tidak memiliki esensi dalam hidupnya, manja dan suka
berfoya-foya, selalu ingin mencoba hal-hal baru, agak aneh. Berikut ini
kutipan yang mendukung karakter Shimamura,
[...]
Namun
demikian, itu justru melegakan bagi Shimamura. Ia terbiasa memanjakan
diri dengan tabiat anehnya untuk selalu mengejek dirinya sendiri melalui
apa yang ia kerjakan. Mungkin dari kegembiraan semacam itulah lahir
dunia khayalnya yang patut dikasihani. Dan sekarang ia dalam perjalanan,
karena itu ia merasa tak perlu tergesa-gesa untuk mengerjakannya.
(hal. 141)
· Komako
Karakteristik : Geisha,
seorang pekerja keras, telaten, cantik, baik hati dan penolong, pasrah
dengan keadaan, sensitif atau terlalu peka, senang menunggu, periang,
selalu menulis catatan dalam buku harian.
”Beberapa
waktu sebelum aku berangkat ke Tokyo menjadi geisha. Aku tak punya uang
waktu itu, jadi kubeli buku catatan polos yang hanya dua atau tiga sen
dan menggarisinya sendiri. Mungkin karena ujung pensilku kuraut runcing
sekali, garis buatanku bisa halus dan teratur rapi, dan setiap halaman
buku catatan itu padat tulisan dari ujung atas hingga ujung bawah.
Ketika aku punya cukup uang untuk membeli buku harian, semuanya berubah.
Aku tak mau repot-repot lagi. Begitu juga dengan kebiasaanku menulis
catatan harian. Sebelumnya, aku menulis lebih dulu di kertas koran bekas
sebelum memindahkannya di kertas bagus, tetapi sekarang aku langsung
menulis di kertas bagus”
(hal.42)
· Yoko
Karakteristik : misterius, aneh, rajin bekerja, telaten merawat orang sakit, sayang adik, pencemburu, pandai beryanyi.
Itu
lagu yang dinyanyikan anak-anak sambil menepuk-nepuk bola karet. Suara
Yoko yang lincah dan rian dalam menyanyikan lagu tanpa makna itu membuat
Shimamura sangsi apakah pertemuannya dengan Yoko tadi hanya mimpi.
Ia
tak hent-henti berceloteh ketika memakaikan pakaian anak itu dan
menuntunnya keluar dari tempat mandi, dan suaranya terus bergaung
seperti suling bahkan setelah ia pergi. Di lorong rumah penginapan yang
lantainya sudah tua dan mengilat, ada kotak shamisen besar berwarna
hitam pekat. [...]
(hal. 150)
· Yukio
Karakteristik : pesakit, menunggu ajal, lemah.
”Ini
dari kamar si sakit. Tapi, tak usah cemas. Kata orang, api bebas hama.”
Rambutnya yang baru dicukur hampir menyentuh kotatsu saat ia memasukkan
arang. Anak guru musik itu menderita TBC usus, katanya, dan ingin
pulang ke kampung halaman untuk menunggu ajal.
(hal. 58)
b. Alur
Sebuah karya sastra termasuk prosa berbentuk novel seperti obyek kajian Snow Country
ini, berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu. Pristiwa yang
membangun tulang punggung cerita, demikian disebut alur. Cerita di awali
dari peristiwa tertentu dan diakhiri dengan peristiwa tertentu lainnya
dalam urutan waktu terjadinya. Dalam novel ini, alur cerita di awali
dengan perjumpaan Shimamura dengan Yoko dan Yukio di gerbong kereta
senja yang sama-sama mereka naiki. Dari awal penceritaan tersebut,
pengarang kemudian menghubungkan dan mengaitkan antar tokoh dalam suatu
cerita yang efektif dan kompleks. Alur yang digunakan dalam novel ini
tentunya alur maju, namun tidak menutup kemungkinan akan terdapat discourse yang menceritakan masa lalu sebagai penguat dan penjelas cerita.
c. Setting atau Latar
Macam-macam setting yang akan dibahas untuk menganalisis Snow Country
ini ada dua, yaitu latar sosial dan latar fisik atau material. Latar
sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok, kelompok
sosial dan masyarakat, bahasa, cara hidup, dan lain-lain yang melatari
suatu peristiwa. Sedangkan latar fisik mencangkup seperti daerahnya,
bentuk bangunan, dan sebagainya yang terwujud.
Latar sosial yang ada dalam novel ini adalah penceritaan cara hidup seorang geisha,
pemikiran-pemikiran orang Jepang, karakteristik pelayanan penginapan,
cara bertahan hidup di waktu musim salju, dan lainnya. Sedangkan latar
fisik yang ada dalam novel ini contohnya bangunan-bangunan khas Jepang
yang beratap rendah dan berjendela kecil yang memanjang, pakaian-pakaian
khas pegunungan dengan celana gunung, termasuk pula latar tempat
seperti di gerbong kereta, di stasiun, di pemansian air panas, di
penginapan, dan lainnya.
d. Tema
Tema
adalah kumpulan gagasan atau pilihan utama yang mendasari suatu karya
sastra secara dominan. Tema yang digunakan dalam novel ini adalah
tentang hubungan status yang tak pernah memiliki kepastian antara
Shimamura dan Komako. Dari ide pokok ini muncullah ide-ide bawahan
sehingga mampu terssusun dengan baik dan mampu memunculkan konflik.
Analisis Content
¨ Nilai Emosional
Nilai-nilai
emosional dalam karya sastra dimaksudkan bahwa karya sastra
ditendensikan agar dirasa oleh pembaca. Dirasa untuk mempengaruhi
keterlibatan pembaca masuk ke dalam naskah drama, sehingga dapat memberi
efek batin yang terasa. Seperti pada bagian kegundahan hati Shimamura
yang merasakan betapa hidup yang dijalani Komako menjadi geisha hanyalah
sia-sia. Hal ini membuat pembaca melakukan perenungan tentang hakikat
emosional yang mendasari kehidupan geisha.
¨ Nilai Intelektual
Nilai
intelektual adalah sesuatu hal yang pada dasarnya sejak awal disengaja
dan ditendensikan sebagai objek untuk dipikrkan pembaca. Seperti
permasalah Komako menghadapi kehidupan menjadi geisha yang harus pandai
membagi penghasilan. Pekerjaan yang keras dengan banyak perjamuan dan
hanya mendapat upah yang minimal.
¨ Nilai Abstrak
Novel yang mengandung nilai abstrak, diartikan bahwa noveltersebut mengandung sintesa antara nilai emosi dan nilai intelektual. Nilai
emosi yang mewajibkan pembaca atau penikmat sastra terlibat
emosionalitasnya; dan nilai intelektual yang mengharuskan penikmat
sastra berpikir secara konsepsi mimesis. Seperti permasalahan komplek
yang ada dalam hidup Komako tentang balas budinya kepada guru musik yang
merawatnya dan ia harus merawat anak guru musik tersebut yang
kmenderita penyakit TBC usus dan mengeluarkan biaya banyak dari
penghasilannya.
¨ Nilai Dramatik
Nilai
dramatik dalam sebuah karya sastra berbentuk prosa adalah nilai-nilai
yang menyatakan sesuatau hal yang dapat menumbulkan konflik-konflik
sehingga terbentuknya perluasan tema yang masih ada garis batas
pengembangannya. Dalam novel ini, nilai dramatik di mulai dari peristiwa
pertama yang mengisahkan tentang Shimamura dan Yoko di gerbong kerete,
hingga ternyata diketahui bahwa Yoko satu rumah dengan Komako yaitu
gadis yang akan ditemui Shimamura di penginapan pegunungan. Dari satu
masalah ini, muncul masalah kompleks yang menghubungkan tokoh-tokoh
dalam cerita ini sehingga cerita ini tertata apik dengan tokoh minimal,
namun kompleksitas yang baik. Demikian disimpulkan bahwa, konflik batin
yang ada sangatlah terasa dalam menghipnotis pembaca.
06.10 | 0
komentar | Read More