Semua
ini adalah isi hatiku yang ingin aku sampaikan. Namun keadaan tidak mendukung
aku untuk mengungkapkannya. Semua akan aku sampaikan lewat cerita yang aku buat
ini.
Dihari
pertamaku menginjakan kaki ku di Bumi Perkemahan, semua terasa begitu
membosankan. Melihat begitu banyaknya peserta lomba dan kakak-kakak Pembina
yang akan membina ku selama 4 hari, membuat aku merindukan suasana dalam
keseharianku. Aku berfikir, hari pertama saja aku sudah merasa bosan dan begitu
lelah, apalagi 3 hari kedepan. Apakah aku harus melewati hari-hariku di bumi
perkemahan dengan suasana yang sama seperti dihari pertamaku ? Itu semua
membuat aku menyerah. Tapi semua keluhanku memudar saat kakak pendamping dan
peserta dari kontingen ku memberi semangat.
Baru
satu hari saja ikatan persaudaraan itu mulai terlihat di kontingen ku, belum
lagi dengan peserta dari kontingen lain.
Hujan
deras dan angin kencang mewarnai malam pertamaku disana. Suasana
pada malam itu membuat aku takut. Aku takut jika tenda ku akan kebanjiran,
selain itu aku juga takut jika hari esok aku akan jatuh sakit, tapi aku
berusaha untuk menjaga kondisi ku di bumi perkemahan. Dan suasana seperti itu
tidak pernah menghentikan aktivitas ku selama aku berkemah disana.
Senam
pramuka yang mengawali hari kedua ku disana. Pagi-pagi sekali aku dan peserta
lainnya berlari dan melakukan pemanasan. Awalnya sangat malas untuk aku
beranjak dari tendaku yang kecil itu, tapi keadaan benar-benar memaksaku untuk
terbangun dari tidurku yang lelap. Ragaku memang sedang berada di lapangan pagi
itu, tapi nyawaku sepertinya masih berkeliaran di alam mimpi, aku sangat
merasakan ngantuk yang berlebihan. Tapi semua nyawa ku terkumpul kembali di
ragaku saat aku melihat kakak-kakak Pembina yang sangat bersemangat mengikuti
olahraga pagi saat itu. Aku berfikir, mereka pasti merasakan hal yang lebih
melelahkan daripada aku. Tetapi mereka tidak mau terlihat sangat lelah di depan
peserta-peserta yang mereka bina. Semangat merekalah yang membuat
peserta-peserta yang tadinya masih terlihat begitu lelah dan mengantuk, hingga
menjadi terbangun dan sangat bersemangat. Ternyata itulah tujuan pramuka
sebenarnya, aku berjanji tidak akan menyerah sebelum mencoba.
Setelah selesai berolahraga, kami hanya diberi waktu 30 menit untuk mandi, makan dan sembahyang. Hanya ada 4 kamar mandi putri, sedangkan anggota putri ada 88 orang, mau tidak mau kami harus berebutan untuk mandi, dan ada 4 orang dalam 1 kamar mandi, waow banget kan ? Setelah selesai mandi, kami harus bergegas untuk sarapan pagi sebelum waktu yang diberikan itu habis dan peluit berbunyi. Kamipun sarapan dengan nasi yang sedikit gosong, tapi mau apalagi ? Itu yang kami punya dan itulah yang kami makan. Setelah selelsai melakukan sarapan, dengan perut kenyang kami semua berlari ke monumen untuk melakukan persembahyangan. Waktu 30 menit yang diberikan sudah hampir habis, kamipun sembahyang dengan penuh kecepatan, tentuya dengan hati yang iklhas. Peluit mulai berbunyi, semua peserta berlari dari segala penjuru yang berbeda. Untungnya kontingenku tidak terlambat dan tidak harus mengambil jatah hukuman pada hari itu.
Saat
berkumpul di wantilan, aku melihat kakak Pembina laki-laki yang sepertinya
tidak asing bagiku. Namun aku masih bertanya-tanya pada diriku, siapa dia ?
Mengapa mataku tidak mau berhenti untuk memandanginya ? Pikiran ku mulai kacau
dan akupun tidak mampu untuk menebak perasaanku sendiri. Apakah aku sedang
menyukainya, atau hanya sekedar mengaguminya ? Aku berharap semua perasaanku
ini tidak berlebihan terhadapnya, karena sangat tidak mugkin untuk aku
mengenalnya lebih jauh. Tapi semakin aku menatapnya, aku semakin yakin dengan
perasaan ku. Aku mengaguminya dan aku berharap aku hanya sekedar mengaguminya,
tidak lebih dari ini.
Seiring
berjalannya waktu, teguran dan sapaannya semakin membuat aku tak sadar akan
lelahnya aktivitas yang aku jalani dalam keseharian ku di bumi perkemahan. Aku
tidak menyadari bahwa aku semakin bersemangat dalam menjalani rutinitas ku.
Teman-temanku menyadarkan aku bahwa aku terlihat seperti orang yang sedang
jatuh cinta. Aku tidak percaya dengan semua omong kosong itu, tapi ternyata
mereka sangat melihat perubahan ku.
Pada
malam harinya, aku bertanya pada Nila, teman setenda ku. Aku mengatakan semua
perasaan yang sedang aku rasakan dan perasaan ini begitu membingungkan untuk
ku. Dia mengatakan bahwa aku sedang jatuh cinta. Aku tidak mau itu terjadi di
dalam diriku, karena aku tidak mau merasakan cinta sepihak untuk kedua kalinya.
Tapi apa boleh buat ? Jika memang itu yang sedang terjadi pada diriku, aku
tidak mungkin bisa memungkiri bahwa aku sedang jatuh cinta. Aku hanya bisa
mengikuti jalannya takdir ku layaknya air mengalir, karena pertemuan singkat ini
hanya selama patok tenda itu tertancap di tanah. Setelah patok tenda itu
tercabut, kemungkinan untuk bertemu lagi kurang dari 0,1 %, jadi aku harus bisa
untuk melupakan rasaku padanya dengan perlahan.
Keesokan
paginya aku mempunyai niat untuk memasak. Walaupun gak terlalu bisa masak,
setidaknya aku tau cara-cara memasak dengan benar. Aku harap masakan ku terasa
enak…… Aku adalah orang yang sangat rutin menyapa kakak-kakak peserta atupun
Pembina yang lewat di depan tendaku. Pagi itu terlihat Siska lewat dan aku
mengatakan “selamat pagi kakak”, Siskapun membalas salam ku. Lalu disusul oleh
Surya, dia mendahului untuk menyapaku “selamat pagi kakak”, lalu aku membalas
salamnya dengan mengucapkan “selamat pagi”. Terdengar suara langkah kaki yang
akan melintasi tendaku, dan tanpa melihat siapa dia akupun menyapanya terlebih
dahulu “selamat pagi kakak”, dan aku sangat terkejut dan malu ketika tau bahwa
kakak yang aku sapa itu adalah kakak Pembina laki-laki yang sering mengganggu
mimpiku. Wajahku mulai memerah saat dia menjawab sapaan ku itu lalu mulai
mendekatiku sambil mengulurkan tangannya dan berkata “Rian” dengan senyuman
yang sangat manis dan tatapan yang sangat tajam. Dia menyebutkan namanya dan
segera aku raih tangan yang lembut itu lalu mengatakan namaku “Panda”.
Deg.
Jantungku serasa mau copot saat aku bersalaman. Apa yang sedang aku rasakan ini
? Aku hanya terdiam dan sedikit shock lalu berpikir bahwa ini hanyalah sebuah
mimpi. Dia memulai percakapan kecil diantara kita “lagi masak apa ?” tanyanya.
“masak sayur sama telur untuk sarapan temen-temen” jawabku. “loh, kenapa masak
sendirian ? Temen-temen kakak pada kemana ?” dia bertanya dengan senyum tipis
di wajahnya. “iya nih, lagi pingin masak sendiri aja. Kasian yang lain pada
capek masakin saya terus, jadi giliran aja saya yang masakin mereka” aku
menjawab dengan wajah yang semakin memerah. “Perlu saya bantu ?” dia bertanya
dengan wajah yang penuh harapan dan aku pun mengiyakan tawarannya. Akhirnya
kamipun bekerjasama di tenda dapur dengan penuh canda tawa hingga membuat
teman-teman di dalam tenda terbangun dan bangkit dari tidurnya yang lelap.
Dengan tampang berantakan dan raut wajah yang masih mengantuk mereka keluar
dari tenda dan sepertinya ingin sekali mereka menghardik ku. Tapi mereka sangat
terkejut ketika melihat kak Rian sedang memasak bersama ku di tenda dapur, dan
mereka terlihat seperti tidak percaya dan berfikir sejenak, lalu Nila
memberanikan diri untuk bertanya “Kak Rian sedang apa di tenda dapur kami ?”
tanyanya dengan raut wajah yang sedikit tidak percaya. “hanya membantu membuat
sarapan untuk kalian pagi ini” jawabnya dengan memperlihatkan senyum tipisnya
yang manis. “kalian berdua punya hubungan khusus ?” Tanya Vivi kepada ku. “ng…
enggak kok, kita cuma sekedar temen aja” jawabku dengan nada sedikit grogi.
“bukan sekedar teman biasa, kami berdua teman dekat dan saya gak rela liat dia
capek sendirian. Jadi gak ada salahnya buat saya bantuin dia, mungkin juga bisa
membuat kami semakin akrab” jawab Rian dengan tawa kecil yang terlontar dari mulutnya.
Jawaban itu membuat mereka semakin menunjukan ekspresi bingung dan heran dengan
apa yang sebenarnya terjadi pada aku dan kak Rian. “berita panggilan ditujukan
kepada kak Rian, ditunggu kehadirannya sekarang juga di sumber suara. Sekali
lagi berita panggilan ditujukan kepada kak Rian, ditunggu kehadirannya sekarang
juga di sumber suara, terimakasih.” Lalu kak Rian beranjak pergi dan
melambaikan tangannya ke arahku dengan senyum manisnya. Aku hanya bisa menghela
nafas panjang, aku bisa pastikan hari ini suatu kehebohan akan terjadi.
Teman-teman pasti tidak akan tinggal diam dan ingin tau apa yang sebenarnya
terjadi antara aku dan kak Rian begitu melihat kelakuan kak Rian tadi.
Masih
di hari yang sama aku merasakan ada yang aneh pada diriku, jantungku berdegup
kencang dan sepertinya ada benda kecil yang memukul-mukul dada ku. Dang dang …
dang dang … Aargh apa ini ? Sakit sekali jika aku terus menerus memikirkan kak
Rian. Memangnya siapa dia berani-beraninya selalu melintas dalam pikiranku. Ini
semua membuat aku merasakan bĂȘte yang berlebihan. “cepet pake seragam pramuka
lengkapnya. Ayo langkah di percepat. Cepet lari ke wantilan, cepeettt !!”
gertak Anjani (pemimpin sanggaku).
“Kalian
harus membuat surat cinta untuk kakak-kakak Pembina yang ada di depan kalian.
Harus dengan lawan jenisnya dan dikumpul setelah makan siang nanti” perintah
kak Tia. Apa ?? Kata-kata itu membuat keningku berkerut dan ekspresi
kebingungan ku mulai muncul. “aduh, siapa kakak Pembina yang bakal aku kasi
surat cinta nanti ? Ngapain sih pake acara surat cinta segala ? Lagian gak
mungkin di bales kan ?” gerutuku sambil tertunduk lesu. “kenapa harus bingung
kak ?” aku mendengar suara yang tidak asing bagiku. Kak Rian, dia berbicara
kepadaku dengan menunjukan tatapan tajamnya itu lagi. “Kakak bisa kasih saya
surat itu kok. Santai aja, surat itu gak akan nyebar kemana-mana kok. Hhmm Cuma
sekedar saran aja sih, biar gak terlalu pusing-pusing mikirinnya. Kasian tuh
mukanya udah merah-merah gitu” kata kak Rian dengan tawa kecil menyertai perkataannya.
Aduh wajahku mulai memerah lagi, aku malu dan deg… Jantungku seperti mau copot
saat aku berhadapan dengannya. “makasi sarannya kak. Hhmm saya gak teralu bisa
buat surat, apalagi surat cinta. Jadi mungkin nanti kata-katanya agak ngawur
sedikit gak apa-apa kan ?” kataku dengan nada sedikit grogi. Dia hanya
tersenyum lebar dan segera beranjak dari tempatku.
Setelah
sekian lamanya berada di wantilan, perutku sudah mulai bernyanyi. Huh, akhirnya
aku makan siang juga. Senang sekali rasanya hatiku saat perut ini sudah terisi.
Tapi kesenangan ku itu tidak berlangsung lama saat Putri membahas tentang surat
cinta. Mataku mendelik dan benda kecil di dalam diriku mulai memukul-mukul dada
ku lagi. Tanpa berfikir pnjang aku pun membuat surat cinta tanpa kata-kata yang
jelas
Dear : kak Rian
Benda kecil di dalam diriku ini selalu
memukul-mukul saat aku sedang bersama kakak. Dang dang… Dang dang… Rasanya
sangat aneh. Apa aku sedang jatuh cinta ? Apa aku hanya sekedar mengagumi kakak
atau benar-benar menyukai kakak ? Aku masih tidak mngerti dan ini adalah hal
yang sangat bodoh jika sampai aku menyukai kakak, karena sangat tidak mungkin
jika ini terjadi. Memang kakak kira kakak siapa yang seenaknya saja melintas di
dalam pikiranku dan selalu hadir dalam mimpiku ? Maaf, lancang. Tapi gak ada
kata-kata lain dan dalam keadaan buru-buru
Your
rebel friend
Panda J
Entah
apa yang aku tulis, semoga dia mengerti bahwa surat itu tertulis dalam keadaan
terburu-buru. Oh God, help me please … Jangan sampai dia salah tanggapan sama
surat ku itu. Duh … Kenapa aku nulis suratnya gak mikir dulu sih ? Kenapa
spontan gitu ? Aargh whatever !! Yang penting surat ku udah jadi. Dan gak
ngerti kenapa, Cuma aku aja yang dapet balasan surat dari kak Rian
“Kalau kakak lagi bener-bener jatuh cinta
sama saya, kita punya rasa yang sama dan saya harap perasaan itu gak sebatas
patok tenda”
Teman-teman ku yang membaca surat itu
menaruh ekspresi kebingungan. Bukan karena suratku di balas, tapi karena
kata-katanya “perasaan itu gak sebatas patok tenda”. “maksudnya kak Rian apa ?”
Tanya Vivi kepadaku. “bukannya patok tenda itu kuat ya ?” Tanya Nila. “atau dia
gak mau cinta yang kamu rasain sekuat patok tenda ?” Tanya Anjani. “aku juga
gak tau, tapi sepertinya aku mengerti dengan maksud kata-kata itu, dia tidak
ingin perasaan cinta ini kuat sekuat patok tenda yang tertancap di tanah selama
perkemahan ini berlangsung. Bayangin aja kalau perkemahan ini berakhir, pasti
patok tenda itu bukanlah apa-apa lagi” aku menjawab dengan menunjukan ekspresi
sedikit meyakinkan. “wah … kapan ya Arik ngasi aku surat dengan kata-kata yang
singkat tapi penuh makna ?” kata Putri dengan ekspresi wajah penuh harapan.
“aaahhh sudahlah, ayo kita ke tenda dan cepat mandi. Apa badan kalian gak
lengket tuh dari tadi pagi kena keringat ?” ajak Yuni. “oh iya ya, ayo semua
jalan ke tenda, yang curve kayaknya udah bener tuh jalanin tugasnya buat
masakin kita. Cium deh aroma masakan yang berasal dari tenda kita ! beuhh aku
lapar …” jawab Anjani. “yuk” mereka menjawab dengan kompak sambil melangkahkan
kakinya untuk segera beranjak ke tenda.
Aku
hanya terdiam dan masih loading dengan kata-kata kak Rian di surat tadi. Maksud
kata-kata “kita punya rasa yang sama” itu apa ? Aah mungkin aku hanya sedang
bermimpi.
Setelah
selesai mandi, badan ku terasa sangat dingin. Memang cuaca pada saat itu diluar
dugaanku. Kepalaku terasa pusing dan sepertinya aku ingin sekali merebahkan
diri di kasur yang empuk. Tapi aku ditugaskan untuk ke wantilan mengikuti acara
selanjutnya. Kenapa harus aku ? Oke kali ini aku mencoba mengerti bahwa mereka
semua sangat lelah, bahkan nasi yang setengah matangpun habis di lahap oleh
mereka. Baiklah, aku akan pergi… Awalnya hanya aku dan Dwipa saja yang mewakili
acara pada malam itu, tapi Nila datang dan menyuruhku makan malam. Tapi pada
malam itu aku merasa tidak enak badan dan tidak nafsu makan. Dan keadaanku itu membuat
aku benar-benar sakit, alergiku kumat dan seluruh badanku mulai membengkak.
“kamu sakit ya ? ayo balik ke tenda, kita makan dulu langsung minum obat biar
sakitmu gak tambah parah” kata Nila. “aku gak apa-apa kok Nil, cuma alergiku
lagi kumat aja. Besok aja sembuh” jawabku. “kamu bener-bener keliatan gak sehat
loh, udah gak usah di paksain. Aku aja yang disini sama kak Dwipa, kamu balik
ke tenda aja abis itu makan. Inget makan !” kata Nila. “yaudah deh … Aku balik
dulu ya” lalu aku beranjak pergi dan segera menuju tenda.
Setelah
sampai di tenda, aku merasa kondisiku semakin buruk. Aku langsung masuk ke
tenda dan merebahkan diri di tendaku yang sempit itu tanpa makan trlebih
dahulu. Ingin sekali aku memejamkan mataku dan segera bermimpi, tapi badanku
semakin gatal dan semakin panas. Akhirnya teman-temanku yang berada di tenda
kawatir dengan keadaanku dan segera mengajak ku ke sekertariat agar kondisiku
tidak semakin buruk. “ayo ke sekertariat minta obat, kamu kelihatan pucat” kata
Anjani, pemimpin sanggaku. Sesampainya aku di sekertariat aku segera merebahkan
diri di lantai karena keadaanku sudah sangat buruk. Aku mendapat pertolongan
pertama dari kakak-kakak Pembina dengan mengoleskan balsam di seluruh badanku.
Lalu akupun diberikan obat minum yang ternyata obat itu adalah obat yang sangat
sensitif untuk ku (alergi obat). Sekali saja aku minum obat itu aku bisa over
dosis, untung obat itu segera diambil dari tangan ku oleh kak Rian setelah aku
ceritakan semua keluhanku itu. Kenapa harus dia dan kenapa dia selalu ada saat
situasi dan kondisi ku sedang benar-benar membutuhkan seseorang yang bisa
melindungi aku ?
Deg ……
Jantungku seperti mau copot, sakit sekali
……
“Gimana
keadaannya ? Udah baikan ?” Tanya Rian kepadaku. “udah mendingan sih. Untung
aja kakak ngambil obat itu tadi, kalau enggak mungkin aja saya udah terbaring
lemas diumah sakit sekarang. Makasi ya” jawabku dengan wajah sedikit memerah.
“iya, sama-sama. Kakak tidur disini aja dulu sampai keadaannya udah bener-bener
fit.” Kata kak Rian sambil mengelus manja kepalaku. Wajahku tambah merah. Aku
malu, malu sekali dengan perlakuan kak Rian kepadaku. Entah kenapa aku semakin
yakin dengan perasaan ku bahwa dia juga menyukai ku. Eh tapi jangan ge-er dulu
deh, biar gak terlalu sakit kalau udah jatuh.
“Besok
hari terakhir, bakalan pisah nih. Besok saya pulang lebih awal dari kalian”
kata kak Rian kepadaku. Duh kenapa aku tidak rela untuk berpisah secepat itu
dengannya ? “Loh kenapa pulang cepet ?” tanyaku. “iya, ibuk sakit dirumah. Udah
lama juga gak pernah pulang, kangen keluarga dirumah. Maklum anak kost”
jawabnya. Aku hanya menunjukan ekspresi wajah yang sangat kecewa. Entah kenapa
ekspresi itu yang muncul saat aku mendengar kata-kata yang kak Rian ucapkan
tadi.
Apakah
kedekatanku dengannya hanya sampai disini ? Aku terdiam dan merenung sejenak.
“Inget kan kata-kata saya ? Jangan sampai ini semua hanya sebatas patok tenda.
Walaupun perkemahan akan berakhir, saya ingin perasaan ini tidak berakhir.
Begitu juga ikatan persaudaraan dengan peserta-peserta lainnya tidak boleh
terlepas begitu saja. Selama perkemahan ini berlangsung ikatan persaudaraan
kalian sudah melebihi kuatnya patok tenda, tapi setelah perkemahan ini berakhir
dan patok tenda itu tercabut kalian bukanlah apa-apa sama halnya seperti sebuah
patok tenda. Hubungan apapun tidak boleh sampai sebatas patok tenda, tetaplah
menjadi teman yang memiliki ikatan kuat melebihi sebuah patok tenda yang sedang
tertancap di tanah. Patok tenda memang kuat, tapi itu hanya sementara.” Kata
kak Rian kepadaku dengan senyuman yang manis dan tatapan yang tajam.
Air
mataku menetes begitu saja saat mendengar kata-kata kak Rian dan senyuman
manisnya itu. Apa ini terakhir kalinya aku melihat senyumnya dan tatapannya
yang tajam itu ? melihat aku menangis dan terlihat begitu kecewa, kak Rian
langsung memeluk ku dan mengelus manja kepalaku. Aku merasa begitu tenang saat
berada dalam pelukannya dan pelukannya itu membuat aku tertidur pada jam 02.35
dini hari.
Anjani
mencariku di sekertariat untuk membangunkan aku keesokan paginya. Setelah aku
membuka mata, aku melihat kakak-kakak Pembina sudah siap untuk kegiatan di hari
terakhir, dan aku melihat kak Rian yang sedang sibuk mempersiapkan kameranya
untuk mengambil moment-moment karnaval siang nanti. Wah … pasti kak Rian pulang
setelah karnaval berakhir, senang sekali hatiku. Aku bergegas mandi dan
mempersiapkan diri untuk karnaval nanti. Aku benar-benar mempersiapkan diri
agar aku terlihat cantik di pertemuan terakhirku dengan kak Rian.
Sebelum kak
Rian meninggalkan bumi perkemahan, dia menemui ku dan langsung memeluk erat
tubuhku sambil mengelus manja kepala ku. Mungkin itu perpisahan yang terindah
untuk ku, dan mungkin itu adalah pelukan terakhirnya untukku. Karena berawal
dari perkemahan ini rasa itu hadir dihatiku. Aku tidak akan pernah melupakan
cinta lokasi yang bersemi di bumi perkemahan, karena pertemuan singkat ini
tidak hanya sebatas patok tenda, dalam pertemuanku dengan kak Rian maupun dalam
ikatan persaudaraan yang telah terjalin selama perkemahan itu berlangsung.
0 komentar:
Posting Komentar