“aku ke dalam saja barangkali ada novel yang bagus untuk menenangkan hatiku” gumamku,
Aku pun masuk ke dalam toko buku itu dan mulai mencari novel yang bagus untuk di baca, tak banyak orang di toko ini hanya ada aku dan seorang pria yang juga sedang mencari buku sepertinya, pria berbaju kaos lengan panjang itu tampak serius memilih dan memilah buku,
“untuk apa aku memperhatikannya?” gumamku yang langsung mengalihkan perhatian pada sebuah novel, aku pun membeli novel itu tapi nampaknya hujan belum reda terpaksa aku masih diam di toko itu dan duduk di sebuah bangku aku membuka novel yang kubeli lalu mulai membacanya, sebenarnya hari ini aku sedang kesal dengan pacarku dia yang buat janji dia juga yang mengingkari aku menunggu lama di cafe tapi dia tak kunjung datang sampai aku harus pulang dengan basah kuyup seperti ini, aku coba telepon tak dia angkat di bm di sms juga tak di balas, bagaimana bisa dia jadi pendamping hidupku tapi apa daya aku seolah tersihir ketika melihat wajah tampan senyuman di bibirnya dan aku berjuang keras mendapatkannya aku tak ingin pengorbananku untuknya sia-sia.
“ah.. bagus sepertinya hujan sudah mulai reda” kataku, aku pun bergegas pulang walau rintik hujan masih terasa di tubuhku
Besoknya pacarku itu menghampiriku yang sedang duduk di depan kampus,
“putri?” katanya, aku diam tak bergeming,
“put, maafkan aku kemarin tidak datang ke cafe, a..aku sedang banyak tugas kuliah, maaf ya” katanya dengan wajah memelas, aku palingkan wajah, tak bisa melihat wajah tampannya yang akan membuat hatiku luluh,
“kamu marah ya? aku janji tidak akan mengulanginya lagi” lanjutnya lagi, aku masih tidak merespon
“putri Lihat aku” katanya sambil membalikan badanku, kulihat sosok pria tampan itu memegangi kedua tanganku, hatiku langsung luluh saat melihatnya,
“aku janji tidak akan mengingkari janjiku lagi” katanya,
“janji?” tanyaku menyodorkan jari kelingking,
“iya aku janji” kata pacarku itu yang bernama panji lalu dia tersenyum dengan senyumannya yang membuat luluh hati wanita mana pun dan mengkaitkan jarinya ke jariku, aku pun ikut tersenyum dan mulai bercengkrama seperti biasa dengannya
“boleh boleh tapi aku yang memilih toko bukunya ya” balasku,
“iya baiklah” kata panji
Dia pun mengajakku dengan motornya, lalu aku tunjukan toko buku yang kemarin aku kunjungi.
Kami pun masuk ke dalam toko itu dan mulai memilih buku, aku mengalihkan perhatianku pada seorang pria yang berdiri agak jauh dari sampingku,
“pria kemarin, sedang apa dia di sini? Apa kemarin belum ketemu bukunya?” gumamku,
“putri, bagaimana dengan buku ini?” tanya panji yang melihatku,
“iya?” kataku terkejut,
“sedang melihat siapa kamu?” tanya panji,
“aku melihat orang itu kemarin di sini dan sekarang masih di sini juga” jawabku sambil terus melihat pria itu,
“oh dia, hiraukan saja dia” kata panji dengan cuek,
“apa kau mengenalnya panji?” tanyaku curiga,
“dia teman sekelasku, orangnya pendiam dan tak ada yang mau menjadi temannya aku saja tak tahu namanya” kata panji terdengar meremehkan,
“hmm.. dia kelihatannya baik ya” kataku sambil memfokuskan pandanganku di pria itu,
“ah.. sudahlah, kau ikut denganku untuk membantu mencari buku atau memeperhatikannya?” katanya agak marah,
“ya tentu membantumu” kataku yang langsung mencarikan bukunya
Besoknya aku kembali ke toko buku itu tanpa ditemani panji, entah kemana dia hari ini seperti biasa dia tidak bisa dihubungi di kampus saja aku tidak melihat sedikit pun dia, ada alasan mendasar aku ke toko buku itu bukan karena tugas tapi karena aku masih penasaran dengan pria itu, sosok misterius selalu membuat aku penasaran untuk menggalinya lebih dalam
Brukk aku bertabrakan dengan seseorang saat mau masuk ke toko buku,
“maaf.. maaf” kata orang yang menabrakku tadi lalu dia berlalu,
Aku tidak merespon tentu saja aku agak kesal tapi mataku langsung memperhatikan orang itu,
“dia kan?” gumamku,
“tunggu.. tunggu” teriakku memanggil orang itu,
Dia menoleh dengan wajahnya yang agak sedikit ketakutan, sepertinya dia takut dimarahi,
“hei..” kataku,
Dia masih tidak merespon,
“kamu teman sekelas panji kan?” tanyaku,
“i-iya” jawabnya agak canggung,
“hari ini dia masuk kampus tidak?” tanyaku lagi, dia hanya menggelengkan kepala aku tidak tahu arti gelengan kepalanya apakah tidak masuk atau tidak tahu tapi karena tujuanku bukan menanyakan panji aku pura pura mengerti saja,
“aku putri, siapa namamu?” tanyaku sambil mengulurkan tangan,
“wildan” balasnya singkat sambil memegang tanganku juga sesingkat ucapannya
Sepertinya keringat dingin mulai keluar dari tubuhnya, dia terlihat canggung bercakap cakap denganku, sambil berjalan aku menceritakan tentang kisahku dan panji entah kenapa aku curhat padanya padahal aku baru saja kenal tapi kata kataku meluncur begitu saja tanpa bisa kubendung, walau dia tak bersuara tapi raut wajahnya begitu serius seolah dia memahami setiap perkataanku, entah kenapa aku mulai nyaman bicara dengannya walau dia tak mengeluarkan sepatah kata pun dan sifatnya yang begitu dingin tak membuatku kedinginan
Seminggu setelah aku berkenalan dengannya aku mulai memahami karakternya cukup lama untuk dia beradaptasi denganku tapi dia mulai menghangat tidak sedingin waktu itu
“put, putri” kata kata panji mengejutkan,
“beberapa hari ini kamu sering melamun, ada apa? Ada masalah?” lanjutnya,
“ya tentu masalah besar” kataku, dahi panji tampak berkerut,
“itu semua karenamu, belakangan ini sifatmu aneh aku setiap menit menghubungimu tapi tak pernah ada balasan bahkan aku datang ke kostmu tapi tidak ada orang, baru hari ini aku bisa menghubungi dan melihatmu, aku butuh kejelasanmu” lanjutku panjang lebar, kali ini aku tidak melihat wajahnya karena aku takut mataku tersihir pesonanya, lampu lampu di pinggir jalan mulai menyala dengan lampu cafe yang berwarna warni seolah memberitahu kami akan datangnya malam,
“sepertinya sudah sore put, aku belum selesai tugas, besok kita lanjutkan lagi ya” kata katanya mencoba mengalihkan perhatian, memangnya apa bisa di lanjutkan begitu, aku digantung olehnya tapi memang hari sudah semakin sore aku juga ada tugas kuliah besok, terpaksa aku menuruti perkataannya,
Besoknya aku bertemu panji di kampus,
“ji, aku butuh kejelasan” kataku agak memaksa,
“antar aku ke toko buku ya?” katanya, dia berusaha untuk terus mengalihkan perhatian,
Aku turuti apa kemauannya, aku mengantar dia ke toko buku yang biasa belakangan ini aku datangi,
“ji?” kataku,
“apa?” tanyanya,
“aku butuh penjelasanmu” kataku mulai kesal, baru saja dia mau buka mulut aku langsung menyambarnya,
“tidak ada alasan lagi” kataku,
“baik, ayo duduk dulu” katanya memegang tanganku,
“jelaskan hubungan kita” aku menarik tanganku dari genggamannya, aku mulai berani manatap kesal pada wajahnya,
“ok sebenarnya aku mulai jenuh dengan hubungan kita, tidak ada perubahan rasanya flat, bahkan kita tidak saling memanggil dengan sebutan sayang kita seperti teman biasa” katanya,
Jujur, aku juga merasakan hal yang sama, rasanya hubungan ini datar datar saja, tidak ada kejutan berarti di dalamnya ini hanya seperti hubungan pertemanan,
“apa kau merasakannya juga?” tanyanya, aku menganggukan kepala,
“aku ingin kita hanya sebatas teman saja” katanya begitu lesu, tentu aku terkejut air mataku mulai menetes tapi tak bisa dipungkiri memang itu kenyataannya,
“jangan menangis putri” jemari tangannya yang lembut mengusap air mata di pipiku,
“kita masih berteman kan? Kita bisa saling bertemu seperti biasanya kita bisa saling berkomunikasi walau tak punya hubungan pacar lagi” katanya, mendengar kata katanya air mataku semakin deras mengalir, aku menyandarkan kepalaku di dadanya dan dia memelukku,
“sudahlah” katanya, aku pun melepas pelukannya lalu menatap wajahnya, tampak matanya berkaca kaca,
“iya kau benar, sebaiknya hubungan kita sebatas teman tapi jangan pernah kau menjauh” kataku,
“tentu temanku” balasnya,
Besoknya aku menemui wildan yang sedang duduk di kursi depan kampus,
“wil” sapaku, wildan hanya menatap ramah tanpa berkata,
“a-aku” kataku tak sanggup melanjutkan, wildan menatapku begitu dalam tak berkata tapi tatapannya cukup menyampaikan pesan penasarannya,
“aku ingin tahu kenapa kamu sering ke toko buku itu?” tanyaku yang sebenarnya bukan itu yang inginku tanyakan,
“a-aku hanya ingin memastikan sebuah buku” cukup singkat tapi aku seperti tahu keseluruhannya,
“ayo ikut aku” kataku mengajaknya dan memegangi tangannya menuju toko buku itu, dia nampak pasrah
“yang mana?” kataku,
“apa?” tanyanya,
“kau mau beli buku kan? Aku akan bayarkan untukmu” kataku sok tahu,
“tidak tidak terima kasih, ak..” katanya terpotong olehku,
“stt… anggap buku itu hadiah pertemanan dariku Ok” kataku,
“jangan menolak rejeki” kataku karena aku lihat dia akan mengutarakan alasan menolaknya,
“terima kasih” katanya senyum tulus menawan dan lembut, lebih lembut dari sutra yang pernah kubelai, aku menatap wildan begitu dalam sedang dia sedang mencari bukunya
“aku suka padamu” kata kata itu meluncur begitu saja dari mulutku tak terbendung dan sepertinya wildan agak terkejut dan tak bisa berkata kata, walau tak begitu terlihat di wajahnya aku bisa melihat sekelebat di matanya,
“a-aku tidak menolakmu tapi aku tidak menerimanya maaf” kata katanya begitu menyesakan dada, dia sepertinya santai menanggapi hal itu cukup pandai menutupi keterkejutannya,
“putri” kata seseorang di pintu toko,
“panji?” kataku yang tentu saja terkejut dan sepertinya dia mendengar percakapan itu,
“hei pendiam” kata kata panji membuatku takut terjadi sesuatu, takut ada perselisihan antara mereka aku mengkhawatirkan wildan yang tidak bisa berbuat apa apa,
“sedang apa kau dengannya?” lanjut panji, wildan hanya tertunduk diam belum kering air mata kemarin aku mulai meneteskan air mata lagi,
“ini salahku” aku bersuara, mereka menatapku,
“maafkan aku panji” kataku,
“apa yang harus kumaafkan?” tanya panji, aku agak sedikit terkejut dengan pertanyaannya,
“kau tahu sendiri” kataku,
“jangan menangis put” suara berbisik itu kukenali sebagai suara wildan yang sepertinya menenangkanku,
“hei.., kenapa kau tolak dia? terimalah” kata kata panji membuatku terkejut, sangat terkejut awalnya aku pikir dia akan marah dengan kejadian ini,
“ti-tidak aku tak ingin menyakiti siapa pun” jawab wildan begitu bijak, yang sebenarnya aku tahu maksud ucapannya, dia tak ingin menyakiti hati panji dan tentunya aku kalau kalau dia berbuat salah dan mungkin lebih luas artinya dari yang aku tahu,
“baiklah” kata panji yang sepertinya juga paham, suasana tegang itu mendadak mulai mencair,
Tapi tidak dengan wildan dia masih tetap dingin kalau sedang bertemu yang menurutnya orang baru,
Aku menerima keputusan wildan walau hati ini agak berat,
“mungkin suatu saat nanti” kata wildan yang memegangi buku yang ingin dibelinya sambil menghadapku dengan wajah tertunduk,
“aku mengerti” kataku sambil ku paksakan untuk tersenyum,
“aku sudah bayar buku si pendiam ini” kata panji,
“bagaimana kau tahu semua?” tanyaku,
“kamu pikir aku tidak memperhatikan kalian dari kampus sampai sini aku tahu kejadiannya” kata panji sambil menyunggingkan bibirnya,
“kenapa kau panggil dia pendiam?” tanyaku lagi,
“aku belum tahu namanya dan aku lebih senang memanggilnya begitu” jawabnya, wildan terlihat tersenyum kecil,
“ayolah lebarkan senyummu” kata panji pada wildan,
Wildan melebarkan senyumnya di balik sifat dinginnya
Cerpen Karangan: Nur Hidayat
0 komentar:
Posting Komentar