1. Biografi
Abdurrahaman jami adalah salah seorang
tokoh islam yang pandai dari persia. Ia di lahirkan di Kharjad pada
tahun 1414 M / 817 H. Nama lengkapnya Nuruddin Abdurrahaman al-Jami.
Anak dari Nizamudin ini sebelum terkenal dengan sebutan al-Jami, ia
akrab dengan dinggil Ad-Dasty. Dimana, gelar itu di ambil dari sebuah
daerah dekat Kota Isfahan, tempat asal ayahnya. Ia adalah orang yang
cerdas dan pandai, hal ini terbukti dari sejak kecil ia telah menunjukan
sifatnya yang luar biasa itu. Ia sangat mudah dan tanggap menguasai
pelajaran yang di berikan kepadanya. Ia adalah seorang yang pandai
berorasi dan berargumentasi. Salah satu diantara para ulama yang pernah
menjadi gurunya ialah Syeh Sa’udin Al-Kasygari, murid sekalaigus
khalifah Syeh Baharuddin Naqsibandiah.
Keuletan dan potensinya itu
mengantarkannya menjadi sosok yang di hormati dan di kagumi oleh semua
lapisan masyarakat. Ia adalah tokoh yang sangat terkenal di kawasan
persia, sehinggga kemashurannya pun mencapai kawasan Turki Usmani.
Beberapa sebelum kematianya, ia berkunjung ke desa-desa tetangganya yang tidak di perhatikan secara khusus.
Tiga hari sebelum meninggal, ia
mengumpulkan beberapa murid dekatnya dan berkata, “ Jadilah saksiku
bahwa aku tidak punya ikatan dengan apapun dan dengan siapa pun”.
Ketika fajar mulai menyingsing di Kota
Heart, Pada hari jum’at tahun 1492 M / 898 H, ia merasa bahwa
kematiannya akan tiba. Ia merlakukan shalat dan kemudian duduk untuk
melakukan dzikir, dan siang harinya ia pun wafat.
2. Karya-karyanya
Kita masih bisa melihat kebesarannya
dalam karya-karya dan tulisannya yang berhasil ia telurkan. Tidak kurang
dari 90 buku dan tulisannya yang di hasilkan, namun menurut sumber lain
hanya berjumlah 46 karya dengan berbagai topik dan gaya. Dalam
tulisannya, kebanyakan berbicara dalam bidang tasawuf, akan tetapi
bidang-bidang lain pun tidak luput dari pehatiannya. Misalnya, menulis
komentar tafsir sejumlah surah dalam a- Qu’an, memberikan komentar
hadis-hadis yang di riwayatkan oleh Abu Dzar al- Ghifari.
Diantara karya prosanya adalah Nafahatul
Uns (Nafas dari Bayu Persahabatan). Beharistan (Kota Musim Semi) dan
koleksi Biography Para Wali Sufi. Karya puisinya yang terkenal adalah
Haft Awrang ( Tujuh Tahta Rahmat), yang terdiri dari 25 riu bait. Buku
Yusuf & Zulaikha merupakan puncak buah karyanya. Selain itu ia juga
menulis tentang biografi Nabi Muhammad, bukti-bukti tentang kenabiannya,
tentang biografi para sufi dan pengajaran mereka tentang para penyair,
raja-raja, puisi, musik dan taat bahsa arab.
Meskipun demikian al-Jami lebih terkenal
kehadirannya sebagi penyair dan sebagai juru bicara tasawuf aliran
Wahdatul Wujud, manunggali Kaulo Gusti, bersatunya mahlu dengan khalik.
Menurutnya, Nafs atau jiwa manusia, sebagai unsur atau prinsip yang
menghidupkan manusia, memiliki potensi untuk mencapai sejumlah tahap
kesempurnaan yang berbeda. Dengan melewati tahap demi tahap, jiwa itu
akan semakin dekat dan menyatu dengan Tuhan.
Al-Jami membaginya dalam tiga fase.
Pertama, fase paling rendah yang di sebut Nafs Amarat, yaitu nafs yang
terus menerus mendorong kepada hal-hal yang buruk dan rendah. Setelah
fase ini terlewati dengan mlalui latihan spiritual, jiwa ini akan
meningkat pada fase yang ke-dua yaitu Nafs Lawamat, yang berarti jiwa
ini mampu mencela kekurangan-kekurangan dirinya sendiri. Bila di
tingkatkan kembali maka akan mencapai pada fese yang ke-tiga yaitu Nafs
Mutmainnat, pada fase ini jiwa akan sampai pada puncak kesempurnaannya,
di sini jiwa akan merasa tentram, damai, dan bahagia.
Dari banyak munajatnya yang indah kepada
Allah, dia berkata, “Ya Rabbi, ya Tuhanku, jauhkanlah kami dari
perbuatan menghabiskan waktu untuk perkara-perkara kecil yang tidak
berguna. Tunjukkanlah kepada kami segala perkara menurut hakekatnya.
Angkatlah dari batin kami selubung ketidaksadaran. Janganlah
diperlihatkan kepada kami barang yang tidak nyata sebagai barang yang
ada. Janganlah Kau biarkan bayang-bayang menutup batin kami, sehingga
kami tidak dapat melihat keindahan-Mu. Jadikanlah bayang-bayang ini
sebagai kaca yang melalui batin kami untuk menyaksikan-Mu.”
Pada bagian lain dia berkata, “Sang
kekasih menyeru dari kedai minuman, datanglah lalu berilah aku anggur
cinta, cawan demi cawan. Kubebaskan diriku dari belenggu logika dan
nalar. Lalu kumulai meratap dan menangis untuk bersatu.”
Dalam tahun terakhirnya ia melihat visi tentang kematiannya, dan sering melantunkan bait syair berikut:
Adalah memalukan
Bahwa hari-hari berlalu tanpa kita
Bunga-bunga akan mekar dan musim semi akan tiba
Musim panas, musim dingin, dan musim semi
Akan berlalu
Dan kita pasti akan menjadi tanah dan debu.
0 komentar:
Posting Komentar