Sinopsis Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Vijck
Di wilayah Mengkasar, di tepi pantai, di antara Kampung Baru dan Kampung
Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Mengkasar. Di sanalah hidup seorang
pemuda berumur 19 tahun. Pemuda itu bernama Zainuddin. Saat ia
termenung, ia teringat pesan ayahnya ketika akan meninggal. Ayahnya
mengatakan bahwa negeri aslinya bukanlah Mengkasar.
Di Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang) 30 tahun lampau, seorang
pemuda bergelar Pendekar Sutan, kemenakan Datuk Mantari Labih, yang
merupakan pewaris tunggal harta peninggalan ibunya. Karena tak
bersaudara perempuan, maka harta bendanya diurus oleh mamaknya. Datuk
Mantari labih hanya bisa menghabiskan harta tersebut, sedangkan untuk
kemenakannya tak boleh menggunakannya. Hingga suatu hari, ketika
Pendekar Sutan ingin menikah namun tak diizinkan menggunakan hartany a
tersebut, terjadilah pertengkaran yang membuat Datuk Mantari labih
menemui ajalnya. Pendekar Sutan ditangkap, saat itu ia baru berusia 15
tahun. Ia dibuang ke Cilacap, kemudian dibawa ke Tanah Bugis. Karena
Perang Bone, akhirnya ia sampai di Tanah Mengkasar. Beberapa tahun
berjalan, Pendekar Sutan bebas dan menikah dengan Daeng Habibah, putri
seorang penyebar agama islam keturunan Melayu. Empat tahun kemudian,
lahirlah Zainuddin.
Saat Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa bulan kemudian
ayahnya menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base. Pada suatu hari, Zainuddin
meminta izin Mak Base untuk pergi ke Padang Panjang, negeri asli
ayahnya. Dengan berat hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi.
Sampai di Padang Panjang, Zainuddin langsung menuju Negeri Batipuh.
Sesampai di sanan, ia begitu gembira, namun lama-lama kabahagiaannya itu
hilang karena semuanya ternyata tak seperti yang ia harpakan. Ia masih
dianggap orang asing, dianggap orang Bugis, orang Mengkasar. Betapa
malang dirinya, karena di negeri ibunya ia juga dianggap orang asing,
orang Padang. Ia pun jenuh hidup di Padang, dan saat itulah ia bertemu
Hayati, seorang gadis Minang yang membuat hatinya gelisah, menjadikannya
alasan untuk tetap hidup di sana. Berawal dari surat-menyurat, mereka
pun menjadi semakin dekat dan kahirnya saling cinta.
Berita keakraban dan kemesraan mereka tersebar luas dan menjadi bahan
bualan semua orang Minang. Akibat keluarga Hayati merupakan keturunan
terhormat, maka hal itu menjadi aib bagi keluarganya. Zainuddin
dipanggil oleh mamak Hayati, dengan alasan demi kemaslahatan Hayati,
mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi meninggalkan Batipuh.
Zainuddin pindah ke Padang Panjang dengan berat hati. Hayati dan
Zainuddin berjanji untuk saling setia dan terus berutus surat. Suatu
hari, Hayati datang ke Padang Panjang. Ia menginap di rumah temannya
bernama Khadijah. Satu peluang untuk melepas rasa rindu pun terbayang di
benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu terhalang oleh adanya pihak
ketiga, iaitu Aziz, kakak Khadijah yang juga tertarik akan kecantikan
Hayati.
Mak Base meninggal, dan mewariskan banyak harta kepada Zainuddin.
Zainuddin akhirnya mengirim surat lamaran kepada Hayati di Batipuh. Hal
itu bersamaan pula dengan datangnya rombongan dari pihak Aziz yang juga
hendak melamar Hayati. Zainuddin tanpa menyebutkan harta kekayaan yang
dimilikinya, akhirnya ditolak oleh ninik mamak Hayati dan menerima
pinangan Aziz yang di mata mereka lebih beradab.
Zainuddin tidak dapat menerima penolakan tersebut. Apalagi kata
sahabatnya, Muluk, Aziz adalah seorang yang rendah moralnya. Hayati juga
merasakan kegetiran. Namun apalah dayanya di hadapan ninik mamaknya.
Setelah pernikahan Hayati, Zainuddin jatuh sakit.
Untuk melupakan masa lalunya, Zainuddin dan Muluk pindah ke Jakarta. Di
sana Zainuddin mulai menunjukkan kepandaiannya menulis. Karyanya dikenal
masyarakat dengan nama letter “Z”.
Zainuddin dan Muluk pindah ke Surabaya, dan ia pun akhirnya menjadi
pengarang terkenal yang dikenal sebagai hartawan yang dermawan.
Hayati dan Aziz berhijrah ke Surabaya. Semakin lama watak asli Aziz
semakin jelas. Ia suka berjudi dan main perempuan. Kehidupan mereka
semua isteri semakin susah dan menanggung banyak hutang. Mereka diusir
dan secara kebetulan bertemu dengan Zainuddin. Mereka singgah di rumah
Zainuddin. Aziz tidak sanggup menanggung malu atas kebaikan Zainuddin,
Aziz meninggalkan isterinya untuk mencari pekerjaan ke Banyuwangi.
Beberapa hari kemudian, tiba dua pucuk surat dari Aziz. Yang pertama
berisi surat perceraian untuk Hayati, yang kedua berisi surat permintaan
maaf dan permintaan agar Zainuddin mahu menerima Hayati kembali.
Setelah itu datang khabar bahawa Aziz ditemui mati membunuh diri di
biliknya. Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin dan rela mengabdi
kepadanya. Namun kerana masih merasa sakit hati, Zainuddin menyuruh
Hayati pulang ke kampung halamannya saja. Esok harinya, Hayati pulang
dengan menumpang Kapal Van Der Wijck.
Setelah Hayati pergi, barulah Zainuddin menyedari bahawa ia tak mampu
hidup tanpa Hayati. Apalagi setelah membaca surat Hayati yang bertulis
“aku cinta engkau, dan kalau kumati, adalah kematianku di dalam
mengenang engkau.” Maka segeralah ia hendak menyusul Hayati ke Jakarta.
Sewaktu sedang bersiap-siap, tersiar khabar bahawa kapal Van Der Wijck
tenggelam. Zainuddin terus pergi ke Tuban bersama Muluk untuk mencari
Hayati.
Di sebuah hospital di daerah Lamongan, Zainuddin menemui Hayati yang
terbarng lemah sambil memegang gambar Zainuddin. Dan hari itu adalah
pertemuan terakhir mereka, setelah Hayati berpesan kepada Zainuddin,
Hayati meninggal dalam dakapan Zainuddin.
Sejak saat itu, Zainuddin menjadi pemenung. Akhirnya tanpa disedari oleh
sesiapapun Zainuddin meninggal dunia. Kata Muluk, Zainuddin meninggal
kerana sakit. Zainuddin dikebumikan bersebelahan dengan pusara Hayati.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar