Translate

sinopsis cerpen kertas karya karya putu surgih arta

Written By iqbal_editing on Jumat, 09 September 2016 | 05.54

  “Pasangan suami-istri itu berlatar bangsawan.Kendati mereka keluarga keraton,jarak yang memisahkan tempat tinggal  mereka cukup jauh. Selain itu, karena situasi penjajahan, maka para wanita bangsawan dipinggit. Akhirnya, mereka tidak saling kenal, Hanya ayah mereka saja yang mengetahui silsilah yang runut sampai lapisan tiga. Ternyata mereka masih sedarah. Mengetahui kondisi itu, akhirnya keduanya bersahabat. Pertemuan pertama kali saat mereka sekamar diasrama putra siswa HIS angkatan pertama. Selepas HIS, ayah mereka membuat kesepakatan untuk mengikat keabadian melalui kemasan mahligai pernikahan putra dan putrinya.
            Munculnya orang ketiga  bernama Hadi, membuat suasana runyam. Hadi bersahabat dengan si suami.Orangnya pendiam dan penurut. Perbendaharaan katanya “ya” dan “tidak”. Keperibadiannya sangat tertutup. Sehingga korps pejuang pembela kemerdekaan  memilihnya sebagai anggota divisi intelejen. Hadi juga krturunan bangsawan dengan marga yang sama dengan si suami.
            Pada waktu perang melawan NICA di gnung Duren. Si suami menitipkan surat orang tuanya pada Hadi, sama sekali belum dibacanya. Jangankan membaca isinya, membuka amplopmya pun tidak.
  “Aku tak pernah membaca isinya. Ini amanat. Di.......... kala aku tewas dalam penjegatan di Lembah Nangka. Tolong, kau sampaikan surat ini pada tujuannya.......” pesan terakhirnya pada Hadi. Hadi pun mengangguk tanda setuju.
            Pertempuran dahsyat pun terjadi. Seluruh pasukan pencegat pun terkurung di Lembah Nangka. Tidak ada yang bisa lolos. Semua tewas, menggenaskan. Rupa-rupanya si suami selamat, tertindih mayat kawannya. Ketika suasana dirasa telah aman. Ia pun keluar dari persembunyiannya. Ia langsung menuju rumah sahabat ayahnya. Rumah itu, tidak jauh dari letak Lembah Nangka yang dibatasi kelokan perbukitan. Mengandalkan ketajaman instingnya ia temukan rumah sahabat ayahnya. Sampai disana ia terasa disambar petir siang bolong. Hadi, sahabatnya, sedang bersiap-siap melaksanakan akan nikah dengan putri sahabat ayahnya. Prosesinya, belum dimulai. Karena orang tua Hadi belum datang. Kedatangan sahabatnya, disambut Hadi dengan hangat. Ia pun merangkul sahabatnya erat.
            “Selamat Di, mudah-mudahan pernikahanmu ini dapat mewujudkan keluarga sakinah......’’
            “Terimakasih Mas. O,ya Mas Dirjo surat yang kamu titipi padaku tempo hari sudah aku sampaikan pada beliau.....dan aku dipaksa kawin, “ katanya.
            “Dipaksa kawin?”
            “Ya,  mas dengan putrinya itu lo. Aku sempat nolak. Beliau marah. Begini katanya,”kamu jadi anak harus nurut pada oarang tua jangan berlagak, gitu.” Aku jadi bingung.”
            “Bingung?                 
            “Ya to Mas. Aku kan belum kepingin kawin. Aku kepingin berkarir dulu. Republik ini, belum sepenuhnya merdeka. Gaji prajurit belum menjadi jaminan. Kalau kawin aku bisa keluar dari kesatuan. Mendadak gini kan aku jadi bingung. Aku pulang, lalu cerita sama Pak De di Keraton Kesunanan. Beliau malah mendukung dengn alasan pertalian kaluarga. Malah Pak De janji menjemput Bapak sama Ibuku. Mereka mau hadir dalam pesta mantu ini. Aku tak bisa lagi menghindar.” Kata Hadi mencurahkanperasaannya pada Dirjo. Ia sendiri kaget, tumben saja ia bisa lancar berbicara disaat keadaan genting. Biasanya, ia hanya bisa diam saja.
            Dirjo tidak tahu topik permasalahan sebenarnya. Di hatinya, ribuan pertanyaan menyerbunya. Pada saat bersamaan ayah dari pihak istri keluar dari kamarnya.
            “Oh, ini temanmu yang pejuang itu?”
            “Ya pak,” sambutnya naif” Sahabat saya ini, putra kebanggaan Maijen. Raden Mas Aryo Setiawan yang suratnya saya berikan tempo hari, Pak.....”
            “Apa?”
            Tiba-tiba saja langit berputar. Orang tua itu jatuh pingsan. Semua terkejut. Mereka menggotongnya ramai-ramai keruang tengah. Setelah siuman, mereka dikumpulkan. Tidak terkecuali, tamu undangan menyaksikan.
            “Maaf Pak penghulu, boleh saya bacakan surat wasiat kakang Raden Mas Aryo Setiawan........”
            Penghulu mengangguk.Setengah berteriak, ia membacakan surat itu.
            “Sahabatku, Raden Mas Aryo Benang. Ini aku hadapkan putraku supaya kamu nikahkan dengan putrimu. Aku percaya,sama kalian. Selesaikan secara tuntas. Dari sahabatmu : Raden Mas Aryo Setiawan.”
            Semua hadirin terhenyak, surat singkat itu menimbulkan pertanyaan di hati mereka. Orang tua Dirjo sudah mempercayakan sepenuhnya pada keluarga besarnya untuk prosesi akad nikah sampai selesai. Berarti orang tua lelaki tidak bisa datang. Namun yang jadi teka-teki kenapa pihak suami berkeras datang, dan minta untuk menunggu acara digelar sampai mereka datang?. Lama mereka bengong. Setiap kepala yang hadir disana memutar otak. Saling toleh. Kemudian tertawa terpingkal-pingkal. Mereka paham. Putra Raden Mas Aryo Setiawan itu, tidak lain pejuang yang baru datang. Yang disangka tewas. Ternyata selamat. Dan, datang tepat saat detik-detik akad nikah akan dimulai.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik