Kelahiran puisi esai disambut dengan pertanyaan apa konsep estetika yang ditawarkannya.[vi]) Sebab tanpa itu sebuah karya puisi dianggap batal. Setiap karya sastra—dan sebenarnya setiap karya seni—disajikan kepada khalayak dengan konsep keindahan atau estetika tertentu. Dikatakan demikian karena konsep keindahan muncul dalam beragam makna. Karya puisi pun selalu hadir dengan konsep keindahan yang tidak monolitik.
Konsep keindahan dalam puisi esai tidak terutama terletak pada rima atau persajakan sebagaimana dalam puisi lama, juga tidak melulu pada pilihan-pilihan kata (diksi) sebagaimana pada puisi baru, namun pada keseluruhan bangunan puisi esai itu sendiri, termasuk struktur cerita yang ditampilkan, dan pesan-pesan yang disampaikannya.
Dalam wacana filsafat, nilai keindahan dikaitkan dengan kemampuan seseorang melakukan “diskriminasi” sensorik pada objek yang dilihat atau dirasakan. Seseorang memperoleh nilai keindahan atas suatu objek melalui pengalaman pribadinya yang bersifat khusus. Namun konsep keindahan pada seseorang itu (yang bersifat partikular) bisa saja berubah menjadi konsep keindahan yang dianut oleh banyak orang apabila ia mampu memengaruhi persepsi keindahan orang lain.
Begitu juga dalam puisi. Konsep keindahan puisi pertama-tama terletak pada bahasa yang digunakannya, karena bagaimanapun puisi dikomunikasikan melalui media bahasa. Namun, karena bahasa terus berkembang, maka konsep keindahan yang melekat padanya seharusnya juga berkembang. Selama ini bahasa yang dalam dan sublim pada sebuah puisi dijadikan patokan untuk menilai keindahannya. Masalahnya, yang dalam dan sublim itu selalu berarti sulit dan abstrak. Sebuah puisi yang sulit dan abstrak dikatakan telah mencapai estetika tertinggi. Pembaca dipaksa untuk menyelami keindahan di lorong-lorong gelap bahasa yang tidak memberi jaminan akan kepastian maknanya. Membaca puisi bagaikan menebak sebuah teka-teki.
Puisi esai menganut paham yang berbeda. Sejak awal puisi esai justru ingin mengembalikan puisi agar mudah dipahami publik seluas-luasnya. Pencapaian estetika tidak harus dengan bahasa yang sulit dan abstrak. Jika bahasanya sulit dipahami itu bukan pencapaian estetika tapi ketidakmampuan penyair berkomunikasi dengan baik. Dengan pandangan seperti ini, bukan berarti puisi esai mengenyahkan sama sekali keindahan bahasa. Seluruh perangkat yang mendukung terciptanya bahasa yang indah tetap digunakan dalam puisi esai. Pemakaian metafora, simbol, rima, metrum, dan berbagai gaya bahasa lainnya justru dianjurkan, namun harus tetap komunikatif dan mudah dipahami. Puisi esai dianggap berhasil jika dapat dipahami publik seluas-luasnya.
Namun komitmen estetika puisi esai tidak terutama pada keadaan apa adanya (as it is) itu sendiri, melainkan pada nilai-nilai yang dimunculkan darinya. Dengan kata lain, keindahan bukan sesuatu yang diciptakan di dalam imajinasi melainkan diturunkan dari realitas. Di dalam realitas melekat nilai-nilai yang saling bertentangan dan kadang tidak disadari tetapi menghegemoni kesadaran. Misalnya nilai baik dan buruk, benar dan salah, cinta dan benci, adil dan lalim, tulus dan serakah, dan sebagainya.
Konsep keindahan dalam puisi esai Denny JA ialah keberpihakannya pada nilai-nilai universal dan pembebasan manusia dari belenggu diskriminasi. Sastrawan Leon Agusta menyebut konsep keindahan dalam puisi esai Denny JA ini sebagai estetika pembebasan.[vii])
Salahkah sebuah karya sastra semisal puisi memiliki keberpihakan pada nilai-nilai kemanusiaan? Menurut penyair Sapardi Djoko Damono, tidak. Sebab, para penyair justru terdorong untuk menulis puisi karena ingin berbagi penghayatan hidup. Dan di dalam proses itu ia selalu berada dalam ketegangan untuk menjadi anak-anak yang bermain-main dengan bahasa dan untuk menjadi nabi yang diutus-Nya untuk membebaskan manusia dari malapetaka.[viii])
Karena keberpihakan dan perhatiannya pada isu-isu kemanusiaan itu maka puisi esai ialah karya yang nilai-nilainya bisa dikenali oleh pembaca. Puisi esai menganut pandangan bahwa keindahan terbit dari penggambaran yang menggugah atas realitas sosial, yang pesan-pesannya dapat ditemukan karena bahasanya mudah dipahami.
Lima Platform Puisi Esai
Mana yang dapat dinamakan puisi esai dan mana yang bukan? Denny JA membuat lima platform puisi yang dipeloporinya itu sebagai berikut:[ix])
Pertama, puisi esai mengeksplor sisi batin individu yang sedang berada dalam sebuah konflik sosial. Jika Budi jatuh cinta kepada Ani, itu saja belum cukup untuk menjadi sebuah puisi esai. Kondisinya harus diubah menjadi: Budi jatuh cinta kepada Ani, tapi mereka berbeda agama, kasta, atau kelas sosialnya sehingga menimbulkan satu problema dalam komunitas tertentu.
Kedua, puisi esai menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Semua perangkat bahasa seperti metafor, analogi, dan sebagainya justru bagus untuk dipilih. Namun diupayakan siapapun cepat memahami pesan yang hendak disampaikan puisi.
Ketiga, puisi esai adalah fiksi. Boleh saja puisi esai itu memotret tokoh riel yang hidup dalam sejarah. Namun realitas itu diperkaya dengan aneka tokoh fiktif dan dramatisasi. Yang dipentingkan oleh puisi esai adalah renungan dan kandungan moral yang disampaikan lewat sebuah kisah, bukan semata potret akurat sebuah sejarah. Karena ia fiksi, penulis sangat bebas membuat dramatisasi agar lebih menyentuh dan lebih membuat kita merenung.
Keempat, puisi esai tidak hanya lahir dari imajinasi penyair, tapi hasil riset minimal realitas sosial. Ia merespon isu sosial yang sedang bergetar di sebuah komunitas, apa pun itu. Dalam hal ini, catatan kaki menjadi sentral dalam puisi esai karena ia menunjukkan bahwa fiksi ini berangkat dari fakta sosial. Sejak awal puisi esai ini memang menggabungkan fiksi dan fakta. Unsur fakta dalam puisi esai itu diwakili oleh catatan kaki tersebut.
Kelima, puisi esai berbabak dan panjang. Pada dasarnya puisi esai itu adalah drama atau cerpen yang dipuisikan. Dalam sebuah puisi esai, selayaknya tergambar dinamika karakter pelaku utama atau perubahan sebuah realitas sosial. Dinamika karakter dan perubahan sebuah realitas sosial itu dengan sendirinya membutuhkan kisah yang berbabak.
Denny JA menyebut kelima kriteria itu bukan sejenis hukum agama yang berdosa jika dilanggar. Kelima kriteria itu adalah tuntunan paling mudah dikenali jika seseorang membuat sebuah puisi esai. Ketika sebuah “movement” dan genre ingin dikemas, tak terhindari harus ada garis batas yang memisahkan “what is” dengan “what is not”. Kelima kriteria itu adalah “what is”.
Puisi esai menurut Denny JA hanya satu variasi saja dari aneka bentuk puisi yang sudah ada dan yang akan ada. Ia tidak diklaim lebih superior atau inferior. Ia juga tidak dimaksudkan untuk mendominasi apalagi menyeragamkannya. Ia hanyalah sebuah bunga mawar dari taman firdaus sastra yang dipenuhi bunga lain jenis. Ia hanyalah rusa yang berlari di sebuah marga satwa yang didiami aneka hewan lain. Ia hanyalah warna oranye dari sebuah pelangi yang diperkaya oleh aneka warna lain.
Karya-karya Puisi Esai yang Lain
Menyusul terbitnya buku antologi puisi esai Atas Nama Cinta karya Denny JA, telah terbit pula sejumlah buku antologi puisi esai dari para pengarang lain, yaitu:
- Kutunggu Kamu Di Cisadane (Penerbit: Komodo Book, 2012) karya Ahmad Gaus. Kata Pengantar: Jamal D. Rahman.
- Manusia Gerobak (Penerbit: Jurnal Sajak, 2013) karya Elza Peldi Taher. Kata Pengantar: D. Zawawi Imron
- Mata Luka Sengkon-Karta (Penerbit: Jurnal Sajak, 2013). Antologi ini memuat puisi esai juara Lomba Menulis Puisi Esai 2012, karya Peri Sandi Huizchedengan, Beni Setia, dan Saifur Rohman. Penyair Agus R. Sarjono bertindak sebagai editor dan pemberi kata pengantar untuk antologi ini.
- Dari Rangin ke Telpon (Penerbit: Jurnal Sajak, 2013). Antologi ini memuat puisi esai juara hiburan Lomba Menulis Puisi Esai 2012, karya Katherine Ahmad, Kedung Darma Romansha, Rahmad Agus Supartono, Wendoko, dan Yustinus Sapto Hardjanto. Penyair Acep Zamzam Noor bertindak sebagai editor dan pemberi kata pengantar untuk antologi ini.
- Dari Singkawang ke Sampit (Penerbit: Jurnal Sajak, 2013). Antologi ini memuat puisi esai juara hiburan Lomba Menulis Puisi Esai 2012, karya Arief Setiawan, Arif Fitra Kurniawan, Catur Adi Wicaksono, Hanna Fransisca, dan Jenar Aribowo. Penyair Jamal D. Rahman bertindak sebagai editor dan pemberi kata pengantar untuk antologi ini.
- Mawar Airmata (Penerbit: Jurnal Sajak, 2013). Antologi ini memuat puisi esai kategori puisi esai menarik Lomba Menulis Puisi Esai 2012, karya Nur Faini, Onik Sam Nurmalaya, Sahasra Sahasika, Syifa Amori, Stefanus P Elu, Yudith Rosida. Antologi ini diberi kata pengantar oleh Sunu Wasono. Penyair Jamal D. Rahman bertindak selaku editor.
- Penari Cinta Anak Koruptor (Penerbit: Jurnal Sajak, 2013. Antologi ini memuat puisi esai kategori puisi esai menarik Lomba Menulis Puisi Esai 2012, karya Alex R. Nainggolan, Baiq Ratna Mulyaningsih, Carolina Betty Tobing, Chairunnisa, Damhuri Muhammad, dan Huzer Apriansyah. Penyair Nenden Lilis A. menulis kata pengantar untuk antologi yang disunting oleh penyair Jamal D. Rahman ini.
- Puisi Esai: Kemungkinan Baru Puisi Indonesia (Penerbit: Jurnal Sajak, 2013). Buku ini merupakan bunga rampai yang memuat tulisan-tulisan seputar puisi esai. Penyair Acep Zamzam Noor bertindak sebagai editor dan pemberi kata pengantar untuk buku ini.
0 komentar:
Posting Komentar