“Opa, maafkan kelalaian saya sampai kambing piaraan saya memakan tanaman milik Opa!” Opa memandang ke arah Pak Tono, segaris senyum mengembang di wajah kakek berusia 40 tahun itu. “Tidak apa-apa dek Tono, saya bisa menanamnya lagi!” Pak Tono yang merasa tidak enak dengan apa yang sudah terjadi, langsung merogoh saku bajunya dan mengeluarkan sejumlah uang. “Ini Opa, sebagai biaya ganti rugi. Mohon diterima!”
Opa dengan lembut menjawab, “Tidak perlu dek Tono, lagi pula ini cuma makanan bukankah semua mahluk hidup butuh makan hehehe!” jawab Opa sambil tertawa. Pak Tono dan Opa saling senyum, lalu pulang ke rumah masing-masing.
Malamnya Pak Tono datang ke gubuk milik Opa sambil membawa makanan. “Opa! Opa!” ucap Pak Tono di depan pintu. Tak ada balasan dari Opa, Pak Tono masuk ke dalam ruangan yang diterangi cahaya lilin. Pak Tono melangkah ke dapur, namun Opa tidak ada. Pak Tono meletakkan makanan tersebut dia tas meja makan dan berjalan ke luar. Sesampainya di depan pintu, langkah Pak Tono terhenti. Wajahnya menoleh ke ruangan kecil yang membuat detak jantungnya meningkat. Pak Tono menyalakan senter dari handphone miliknya dan menyoroti seisi ruangan. Betapa takjubnya Pak Tono saat melihat lukisan-lukisan yang terpajang rapi di kamar milik Opa. Warna-warna indah berkumpul dalam satu kertas, menghasilkan karya yang sangat luar biasa.
“Ini cara saya menghibur diri, sejak ditinggal anak dan istri saya hanya bisa mengubah kepedihan ini menjadi sebuah lukisan,” Pak Tono terkejut saat suara Opa memecah keheningan. Opa tersenyum lalu mendekat ke salah satu lukisan di dekatnya. Dalam ruangan kecil itu, 2 orang yang beda usia saling bercakap-cakap.
“Maafkan saya Opa. Sudah masuk ke sini!” sergah Pak Tono.
“Tak apa dek Tono,” jawab Opa singkat.
“Mengapa Opa tidak menjual lukisan-lukisan ini?”
Opa diam sebentar lalu berkata, “Tidak ada yang mau dengan lukisan saya ini!” Pak Tono dan Opa saling diam.
Gemuruh petir kini memecah keheningan. Pak Tono pamit pulang, sebelum pergi Opa memberi Pak Tono sebuah lukisan bergaya abstrak. Pak Tono pulang dengan hati yang gelisah. Sesampainya di rumah, Pak Tono menunjukkan lukisan pemberian Opa pada sang istri. Sang istri takjub dan berdiskusi dengan Pak Tono. Hal ini dilakukan guna membantu kondisi hidup Opa Hemings. Keesokan harinya, di kantor Pak Tono sedang diadakan pameran seni dan budaya. Pak Tono pun terlibat dalam kegiatan tersebut. Selaku panitia, Pak Tono memanfaatkan kesempatan emas ini untuk mengajak Opa Hemings. Seusai meminta izin pada bos, Pak Tono lalu memacu sedan miliknya untuk menjemput Opa Hemings.
“Opa. Ayo ikut saya!” seru Pak Tono.
“Mau ke mana dek Tono? Kok ngajak saya?” tanya Opa dengan heran.
“Sudah, angkut semua lukisan Opa ke mobil dan siap-siap menyambut rezeki!” jawab Pak Tono. Tanpa membuang waktu lagi, Opa Hemings bergegas memasukkan semua lukisannya dalam mobil. Sesampainya di kantor, Pak Tono memanggil beberapa temannya untuk membantu Opa Hemings menaruh semua lukisan pada tempat yang sudah disediakan. Opa Hemings masih bingung, dengan apa yang terjadi.
“Ini acara apa dek Tono?” tanya Opa saat semua lukisannya sudah tertata rapi.
“Ini pameran seni dan budaya. Opa tenang saja, pasti ada pengunjung yang berminat untuk membeli lukisan Opa!” tak lama kemudian, seorang pengunjung mendekat dan melihat-lihat semua lukisan milik Opa Hemings. Dalam tempo 30 menit, lukisan Opa terjual semuanya. Bahkan Opa mulai menerima pesanan dari pengunjung. Setelah acara selesai, Pak Tono dan Opa Hemings pulang. Sepanjang perjalanan, Opa Hemings menangis dan tidak berhenti mengucap terima kasih pada Pak Tono karena sudah menolong beliau.
“Terima kasih dek Tono, atas semua bantuannya,” Pak Tono pun membalas sambil tersenyum.
“Iya Opa, bukankah semua orang punya hak untuk bahagia.”
Hari-hari berikutnya, Opa mulai disibukkan dengan menerima pesanan dari para penikmat seni. Kini Opa Hemings tidak lagi tinggal di gubuk melainkan sudah hidup mewah akibat jerih payahnya selama ini. Beliau juga tidak lupa untuk membantu orang yang membutuhkan. Pak Tono pun merasa puas karena sudah melakukan kebaikan.
Cerpen Karangan: Rizal
Blog: rizalistis.blogspot.com
Rizal Rahman, seorang mahasiswa sosiologi yang suka pada sastra, suka ngeblog, dan ngelamun sambil ngopi. Twitter: @rizalistis, LINE: izal_04
0 komentar:
Posting Komentar