Hubungan Tanpa Status?! (Cerpen)
Hubungan tanpa status.
Menjalin hubungan tanpa ada status yang menghalangi. Saling mencintai namun tak
ada ikatan. Bagi mereka yang menjalani cinta, tak harus memiliki. Karena bagi
mereka, cinta itu bukan untuk dimiliki dan diikat tapi untuk dirasakan. Mereka
tak ingin ada yang mengekang, mereka hanya ingin bebas.
Brum.. Brum.. Ckit..
Sebuah motor berhenti dengan
manis di parkiran. Seorang gadis yang dibonceng motor itu turun, diikuti dengan
cowok yang mengendarainya. Sang gadis dengan setia menunggu cowoknya
mengamankan motornya. “Hhh, kamu mau aku anter ke kelas, atau sendiri?”
Tanya cowok yang berperawakan jangkung itu.
“Hmm. Yud, aku sendiri aja deh ya, soalnya
buru-buru banget, ada jadwal pak Komar
bentar lagi.” Jawab gadis itu sembari mengembangkan senyum
terindahnya. Cowok yang bernama Yudha itu mengangguk tanda setuju.
“Oke kalo gitu, aku duluan ya, Yud.”
Pamitnya.
“Hati-hati ya, Jeng.”
Yudha mengelus puncak kepala Ajeng, sebelum Ajeng melangkah pergi. Ajeng
tersenyum dengan perlakuan Yudha padanya. Lalu pergi.
Rasa cinta itu makin
membuncah dalam hatinya. Entah karena apa. Yang pasti sangat terasa mengalir.
***
Pelajaran pak Komar telah
usai. Para mahasiswa berhamburan keluar kelas. Ada yang nongkrong di kantin, di
taman, dan bagi si rajin pasti lari ke perpustakan. Tapi dua gadis ini lebih
senang nongkrong di taman, liat orang lalu lalang, liat pemandangan yang
menyejukan.
“Jeng!” Panggil seorang
disampingnya.
“Hmm.” Ajeng membalas dengan
deheman, karena dia sibuk BBM-an dengan temen HTS-nya itu.
“Jeng!” Panggilnya lagi.
“Hmm.” Lagi-lagi Ajeng menjawabnya
dengan deheman. Dan itu membuat orang disampingnya geram.
“AJENG!!!” Kali ini dengan teriakan
orang itu memanggil Ajeng. Dan membuat Ajeng menoleh kaget.
“Apa-apaan sih lo, Kar! Sekali panggil juga gue
denger kali.” Dengusnya kesal. Ajeng mengusap-usap
telinganya, memajukan beberapa centi bibirnya dan mengembungkan pipinya
-pertanda dia sedang manyun-
“Abisnya gue panggilin, elo nya malah 'hmm hmm'
aja.” Ucap Karina gak kalah sengit.
“Ya, tapi kan, gue ngedenger Karina sayanggggg.”
Cibir Ajeng. Membuat Karina memutar bola matanya sebal.
“Ngedenger sih ngedenger, tapi lo gak fokus dan
gak akan ngerti sama apa yang gue omongin.” Ketusnya.
“Hhh, ya udah, maafin gue ya, Karina. Gue
khilaf.” Ucap Ajeng sekenanya. “Oh
ya, lo mau ngomong apaan sih?!”
“Lo pacaran sama Yudha?”
Pertanyaan Karina membuat Ajeng termenung sesaat dan menjawab, “Hah?
Pacaran? Engga kok. Temen doang.”
“Tapi lo cinta kan sama dia?”
Tanya Karina lagi.
“Iya, gue cinta sama dia.”
Aku Ajeng. Karina tercengang dengan jawaban Ajeng.
“Terus kenapa lo gak pacaran sama dia? Bukankah
itu lebih baik, daripada hubungan tanpa status?” Ucap Karina berpendapat.
“Gue lebih nikmati hubungan tanpa status.
Bukankah cinta itu tak harus memiliki?” Jawab Ajeng santai. Ya,
itulah prinsipnya, dia selalu berpikir seperti apa yang pepatah bilang. Cinta
tak harus memiliki.
“Hhh, oke lah kalo itu keputusan lo. Gue hanya
bisa ngedukung.” Karina bingung harus bicara apalagi. Toh,
Ajeng akan tetap pada pendiriannya, sampai dia sendiri yang ingin merubahnya.
“Jeng!”
“Apa sih, Kar?”
“Itu Yudha, kan?” Kata Karina sambil menunjuk
Yudha yang tengah berjalan. “Tapi itu cewek siapanya dia?”
Yups, Yudha tengah berjalan di koridor kelas yang terlihat dari taman dengan
seorang gadis. Ajeng menoleh kearah yang ditunjukan Karina. Sret. Ada sedikit
rasa ngilu di hatinya. Tapi karena apa?
“Jeng, lo gak apa-apa kan?”
Tanya Karina yang khawatir melihat ekspresi Ajeng yang sulit di persentasikan.
Ajeng tersadar dari lamunannya.
“Hehe, gak kok gue gak apa-apa, biasa aja.”
Jawab Ajeng kikuk. Matanya terus menyorot ke arah Yudha dan gadis itu yang
telah terduduk disalah satu bangku, tepat di sebrangnya.
“Tapi lo cemburu, kan?”
Introgasi Karina. Rupanya Karina mengerti dengan perasaan Ajeng. Toh kalau
Karina di posisi Ajeng, mana tahan harus begitu.
“Hah? Cemburu? Ah biasa aja kok.”
Jawab Ajeng cepat. Dia merasakan lagi hal yang aneh. Ngilu.
“Lo yakin? Lo gak cemburu? Bukannya cemburu itu
tanda cinta ya? Berarti lo gak cinta dong.” Cerocos Karina. Yang membuat
perasaan Ajeng makin tak karuan.
“Udahlah, gue pusing.”
Ajeng beranjak pergi dari bangku taman, meninggalkan Karina yang bingung.
Suatu saat kau akan
menyadari, sekuat apa pepatah yang bilang cinta yang tak harus memiliki itu.
Biarkan waktu yang menjawab semua pertanyaan ini. Apakah cinta itu harus
memiliki, atau tidak sama sekali?
***
“Hei, Yud.” Sapa seorang gadis. Membuat
si empunya nama menghentikan langkahnya dan menoleh ke sumber suara.
“Hei, Nes” Yudha menyapa balik. Gadis
yang bernama Vanessa itu berjalan mendekati Yudha.
“Sendiri aja?” Tanya Vanessa, yang melihat
Yudha membulak-balikan bukunya, membuka lembar-lembar selanjutnya.
“Keliatannya?” Jawab Yudha seadanya.
“Tumben gak bareng Ajeng, biasanya kan kalian
selalu berdua.” Yudha melihat bangku kosong langsung terduduk
diikuti dengan Vanessa yang duduk disampingnya. Yudha menoleh ke arah Vanessa
sesaat, lalu memalingkan lagi ke arah bukunya. “Dia bareng Karina. Lagian gak
harus setiap saat kan kita berdua?”
“Ya sih, tapi, bukannya Ajeng itu pacar lo ya?”
Yudha menutup bukunya. Pandangannya beralih ke Vanessa.
“Kata siapa? Dia bukan pacar gue kok, kita cuma
berteman. Ya, berteman.” Jawab Yudha mantap. Matanya mengedar melihat
sekelilingnya, dan tepat di sebrangnya, terdapat Ajeng dan Karina yang
diam-diam memperhatikannya.
“Cuma temen?” Vanessa menyerngitkan
dahinya. Sulit di percaya. Lalu apa maksud dari kedekatan mereka yang sangat
intens itu. Pulang pergi bareng, dan tak jarang Vanessa melihat mereka berdua
hang out berdua, dan di balik semua itu tak ada suatu hubungan yang lebih.
Yudha mengangguk pasti. “Loh kenapa?”
“Karena gue gak ingin jadi gak bebas karena
suatu komitmen yang mengikat kita. Toh, Ajeng pun fine aja dengan semua ini. Karena kita sama-sama cinta dan
sama-sama ingin bebas.” Terang Yudha. Dia melirik ke sebrang, dan
ternyata Ajeng sudah tak berada disana lagi.
“Gue duluan ya, Nes.”
Yudha beranjak pergi. Meninggalkan Vanessa yang memiliki sejuta pertanyaan di
benaknya.
***
Seperti biasa Yudha selalu
menyempatkan dirinya untuk mengunjungi perpustakaan. Dimana berbagai sumber
ilmu di temukan disana. Saat perjalanan tengah menuju perpustakaan, Yudha melihat
Ajeng yang terjatuh dan buku-buku yang berserakan di bawahnya. Belum sempat
Yudha menghampiri Ajeng. Seorang cowok datang dan membantu Ajeng berdiri dan
memungut buku-bukunya. Dan itu membuat Yudha mengurungkan niatnya. Saat melihat
kejadian itu, hal lain di rasakan Yudha. Entah apa. Yudha kembali ke tujuan
awalnya, yakni perpustakaan.
Tahukah kamu, apa yang aku
rasakan saat melihat kalian berdua? Hati ini mendadak terbakar. Oh, panasnya.
***
“Yudha!” Panggil Ajeng. Tak ada
sahutan, tak ada respon sama sekali. Dengan tatapan bingung Ajeng menghampiri
Yudha. Tapi tetap saja dia dianggap angin lalu. “Yudha!”
Lagi-lagi tak ada jawaban, Yudha malah asyik membaca bukunya. Lama-lama
kekesalan mulai tumbuh di benak Ajeng. Srek! Buku yang di baca Yudha, di ambil
paksa oleh Ajeng.
“Lo apa-apaan sih?” Tanya Yudha dengan mata
bernyala-nyala, tersulut amarah. Bukan takut, Ajeng menatap dengan tatapan
menantang.
“Lo tuh yang apa-apaan? Gue sapa, lo gak jawab.
Lo tuh kenapa sih? Tiba-tiba berubah kayak gini.” Gertak Ajeng. Tak ada lagi
aku-kamu, hanya lo-gue dan amarah yang berkecamuk disana.
“Masalah buat lo? Udahlah gue capek!”
Yudha pergi meninggalkan Ajeng. Ajeng merasa ada yang berubah dari diri Yudha,
tapi karena apa? Tanpa dia sadari air mata menetes dengan lancarnya.
“Lo kenapa, Yud? Lo gak cinta lagi sama gue?”
Gumamnya lirih.
“Yudha! Ihh, jangan cubit idung aku!”
Ringis Ajeng kesal. Yudha terkekeh melihat ekspresi Ajeng yang begitu
menggemaskan. Dia senang, saat Ajeng mendengus kesal akibat kejailannya.
Baginya, Ajeng adalah cewek unik dan apa adanya. Yudha mengelus puncak kepala
Ajeng, dia sangat menyayangi Ajeng, meski Ajeng bukan miliknya.
“Maaf ya.” Ucap Yudha sambil tersenyum.
Dan karena senyum Yudha mau tak mau Ajeng ikut tersenyum.
“Jeng, liat deh, kamu ngerti gak maksud dari
soal ini?” Tanya Yudha sambil memperlihatkan soal yang
tidak dimengertinya. Ajeng membaca soal itu dan memahami soal itu.
“Jadi gini Yud, bla bla bla bla....”
Ajeng menjelaskan sejelas-jelasnya. Yudha mengangguk-angguk tampak mengerti. “Kamu
ngerti kan, Yud?” Yudha tersenyum dan menjawab, “aku
ngerti, Jeng. Makasih ya.”
“Bahkan, lo lebih milih minta penjelasan dari
Vanessa di banding aku. Kamu berubah, Yud!” Gumam Ajeng, saat melihat
sosok yang dia cintai sedang mendiskusikan tugasnya dengan cewek lain di
perpustakaan.
***
Seperti hari-hari biasanya
Yudha menunggu Ajeng di parkiran seusai pulang kuliah. Tapi, orang yang
ditunggu-tunggunya tak terlihat batang hidungnya. Yudha yang sedang
celingak-celinguk mencari sosok Ajeng, tak terduga bertemu dengan
Karina-sahabat Ajeng-.
“Hei, Kar!”
“Eh Yud, ada apa?”
“Lo liat Ajeng?” Tanya Yudha. Biasanya dimana
ada Karina pasti ada Ajeng. Selain sama dirinya, pasti Ajeng sedang bersama Karina.
Tapi kini? Karina hanya sendirian dan Ajeng tak bersamanya.
“Ajeng? Dia masih di kelas, Yud. Masih nyalin
materi.”
“Hmm” Yudha hanya berdehem.
“Eh Yud, gue duluan ya. Bye!”
Sepeninggalan Karina, Yudha berlari menuju kelas Ajeng. Baru saja sampai persimpangan
sebelum kelas Ajeng, dia menatap sosok gadisnya bersama seorang lelaki.
“Eh, Jeng.”
“Iya, Ga, ada apa?”
“Lo mau gak pulang bareng sama gue?”
Tawar Rangga -lelaki yang bersama Ajeng tadi-. Ajeng tampak berpikir lalu
mengangguk tanda setuju.
“Yuk!” Rangga menggenggam tangan
Ajeng. Dan pergi. Ajeng tak menyadari ada sosok yang memperhatikannya sedari
tadi. Sosok itu mengepal tangannya geram.
“Lo berubah, Jeng. Bahkan lo gak mau pulang
bareng gue lagi. Argh!” Orang itu menendang kesal tempat sampah yang
ada di depannya.
Cemburu menguras hati, galau
kini menyiksa diri. Kembalilah kau kekasihku, jangan putuskan kau tinggalkan
aku.
***
Keesokan harinya...
Bugh!
Satu pukulan mendarat mulus
di pipi lelaki berperawakan jangkung ini.
Bugh!
Satu pukulan lagi tepat di
perut lelaki tadi. Tak ada perlawanan darinya. Karena dirinya tak di beri
kesempatan untuk melawan.
***
“Jeng... Jeng... Lo harus ke lapangan sekarang!
Yudha sama Rangga berantem!” Ucap Karina memberitahu Ajeng. Keduanya kini
berlari ke arah lapangan.
***
Dengan nafas yang memburu,
mata yang berkilat-kilat, amarah yang meluap-luap, Yudha menarik kerah Rangga
yang meringgis kesakitan.
“Lo kenapa sih, Yud?”
Ucap Rangga terengah-engah. Sedikit rasa kesal terdengar dari nada suaranya.
“Gue minta sama lo, jangan pernah lo deketin
Ajeng! Ngerti lo!” Ucap Yudha dengan penuh penekanan. Rangga
tersenyum meremehkan.
“Bukannya Ajeng tuh bukan siapa-siapa lo ya?!
Kok lo rempong banget sih, kalo dia deket sama gue?”
Kata Rangga sinis. Yudha menatap tajam mata Rangga. Tangannya siap-siap
melayangkan pukulannya. Belum sampai tangan itu mendarat di tubuh Rangga, Ajeng
datang menghampiri.
“STOP!!!” Ajeng memisahkan Yudha dan
Rangga.
“Kalian berdua ini apa-apaan sih?! Kayak anak
kecil aja pake acara berantem-beranteman, hah?!” Ucap Ajeng kesal.
“Mending lo tanya deh sama 'pacar' lo ini?!”
Rangga menekankan nada bicaranya saat menyebutkan 'pacar'. Tanpa menunggu
jawaban Ajeng. Rangga pergi meninggalkan mereka berdua dengan tertatih-tatih.
Anak-anak yang tadi sibuk memperhatikan mereka sudah diamankan oleh Karina. Dan
kini, di lapangan hanya ada Ajeng dan Yudha.
“Kamu kenapa sih, Yud?!”
“Aku mau kamu jadi pacar aku!”
Tukas Yudha, tanpa menjawab pertanyaan Ajeng. Mungkin itu salah satu alasannya.
Pernyataan Yudha, membuat Ajeng terkejut hebat. Bukankah hubungan tanpa status
adalah kesepakatan mereka, lalu kenapa Yudha menginginkan adanya status
diantara mereka?!
“Kamu egois Yud!” Ketus Ajeng. Mata Ajeng
mulai berkaca-kaca. “Kamu ingetkan komitmen kita sejak awal. Kita
memang saling mencintai, tapi kita ingin terbebas dari sebuah ikatan. Kamu
inget, kan Yud?!” Kini Ajeng mulai terisak. Susah memang
mengutarakan apa yang bertolak belakang dengan hatinya.
“Tapi Jeng, aku sayang sama kamu, aku cinta sama
kamu. Aku sadar, komitmen kita sejak awal itu hanya buat kita berharap. Mebuat
kita terlarut di lautan semu. Perlu kamu tau, aku cemburu saat kamu berdekatan
dengan Rangga. Aku ingin marah Jeng, tapi saat itu aku sadar kamu bukan milik
aku, aku ciut.”
“Tap...” Belum sempat Ajeng menjawab.
Yudha menyimpan telunjuknya tepat di depan bibir Ajeng.
“Sekarang aku mau nanya sama kamu. Kamu sayang
kan sama aku?” Ajeng mengangguk sambil terisak.
“Aku tahu, kamu cemburu kan pas aku deket sama
Vanessa?” Lagi-lagi Ajeng mengangguk. Yudha tersenyum.
Dengan sigap Yudha memeluk Ajeng yang tengah terisak. Tangannya mengelus puncak
kepala Ajeng. Nyaman. Itu yang dirasakan Ajeng.
“Kamu mau kan jadi pacar aku?”
Bisik Yudha. Ajeng mengangguk dipelukan Yudha. “Kok aku gak denger?”
“Iya Yudha, aku mau.”
Dieratkannya pelukan itu. Ajeng mengadah keatas, menatap Yudha yang juga sedang
menatapnya.
“I love you, Ajeng”
“I love you too, Yudha”
Yudha mengecup lembut kening
Ajeng. Dan kembali direngkuhnya tubuh mungil itu.
Seberapa kuatkah hubungan
tanpa status itu? Sekuat apakah cinta yang tak harus memiliki itu? Semuanya
terasa semu. Hanya harapan kosong yang ada disana. Keegoisan untuk saling
memiliki itu pasti ada. Dan dalam hal cinta, itu tak dapat dipungkiri.
0 komentar:
Posting Komentar