|
Kritik Sastra Novel Teenlit “Me Vs High Heels” Karya Maria Ardelia
Novel Teenlit yang kali ini adalah karya dari seorang mahasiswi di Universitas Kristen Indonesia fakultas Kedokteran yang berjudul “Me Vs High Heels”. Maria Ardelia ini juga penulis yang cukup terkenal. Novel ini telah terjual hingga cetakan ke delapan. Novel yang berjudul “Me Vs High Heels” ini dapat dikategorikan sebagai novel fiksi. Novel ini di nilai cukup sukses sehingga diangkat ke layar lebar dengan judul dan sebagian alur cerita yang sama. Film tersebut di sutradarai oleh Pingkan Utari. Naskah filmnya pun ditulis sendiri oleh Maria Ardelia. Karena filmnya ini banyak di gemari oleh para remaja, maka dibuatlah serial TV dengan pemeran yang sama. Maria Ardelia juga pernah mengeluarkan kumpulan cerpen Teenlit berjudul “Idolamu ? Itu Aku!” pada tahun 2006. Alur cerita pada novel “Me Vs High Heels” cukup sederhana. Alur cerita yang ada pun tidak bertele-tele sehingga pembaca yang memang ditujukan untuk kalangan remaja dapat dengan mudah memahami pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulis. Kekuatan cerita ada pada karakter Sasha yang mudah terpengaruh dan berubah 180 derajat setelah bertemu dengan pria tampan sehingga kemudian menjadi sosok gadis yang feminim. Namun, pada tokoh Ronald tidak memiliki porsi yang cukup atau kurang menonjol sebagai tokoh pria kedua dalam cerita. Selain itu, pada bagian akhir cerita kurang dramatis diceritakan kisah antara Sasha dan Ronald. Dalam novel ini, Maria Ardelia ingin menyampaikan kepada para pembacanya, bahwa walaupun cinta itu dapat merubah segalanya tetapi dengan mencintai seseorang bukan berarti harus merubah orang itu sepenuhnya. Kita harus mencintai orang dengan apa ada nya. Bahasa yang digunakan oleh Maria Ardelia dalam menulis novel ini mudah dimengerti karena menggunakan bahasa yang sederhana dan bercirikan anak remaja. Kata-kata ganti orang yang digunakan dalam “Me Vs High Heels” adalah gue-loe “Santai, Mbak. Gue yang dihukum, kok loe yang stres? Udah, tenang aja,” balas Sasha cuek. Pada halaman 13. Kata ganti orang ini tidak baku sebagaimana mestinya bahasa Indonesia yang baik dan benar. Walaupun, kata ganti orang ini mudah dipahami oleh para remaja tetapi tidak baik jika diucapkan kepada orang yang lebih tua. Banyak juga kata-kata yang nonformal, seperti dalam kalimat ini “Iya, Don, kita-kita juga laper, ayo dong, kan udah lama nih nggak makan bareng. Sekalian merayakan pertemuan kita!” Ricko membantu. Pada halaman 25. Ada kata-kata baku yang mencolok, yaitu kata-kata berafiks meng- yang dalam dialog nonformal biasa diganti dengan afiks nge-,-i, dan -in. Seperti, “Tuhkan mana! Mana bisa dapet cowok kalau kayak gitu ...” Dondon menasihati. Pada halaman 24. Kata-kata tidak baku pun juga ada, seperti “Sha! Ditanya kok malah mesen makanan! Ngapain si Dondon ke sini?”. Pada halaman 19. Terdapat banyak ungkapan fatis, seperti “Don, traktir makan dong! Laper!” Sasha memohon. Pada halaman 25. Dalam novel ini juga banyak menggunakan tanda baca “...” atau “...!”. Hal tersebut dapat menghambat proses pembacaan sehingga membuat pembaca merasa kurang nyaman. Novel ini juga sering menggunakan kata-kata dalam bahasa inggris (hampir semuanya dicetak miring), terutama dalam istilah-istilah fesyen. Seperti, Selain creambath, Lola berdiri dan berjalan menuju tangga, rambutnya masih basah. Pada halaman 141. Selain itu, masih banyak istilah-istilah lain yang menggunakan kata-kata dalam bahasa Inggris. Seperti, Tak lama, mereka sampai di restoran buffet terkemuka. Pada halaman 25. Ungkapan-ungkapan singkat juga kadang-kadang digunakan oleh Maria Ardelia selayaknya para remaja biasa digunakan. Biasanya, kata-kata ini muncul dalam dialog tokoh-tokoh remaja. Seperti, “Iya, udah, makasih. Tapi ngobrolnya ntar aja ya, takut dihukum lagi. Bye!” Sasha melewati Roland, kembali berlari menuju kelasnya. Pada halaman 29. Sejumlah kata-kata bahasa Inggris mendapat afiks tapi tetap dicetak miring. Kata-kata ini juga biasanya muncul dalam dialog tokoh-tokoh remaja. Seperti, Rambut cewek itu rapi banget, kelihatan haluuus, nah rambut loe kan diiket mulu, kalaupun dilepas pasti di-gel acak-acakan!. Pada halaman 24. Dan tokoh Roland dalam novel ini pernah mengucapkan satu kalimat panjang (sepertinya ini sebuah kutipan, tapi Maria Ardelia tidak mengungkapkan nya) dalam bahasa Inggris. Seperti, You don't love a woman because she is beautiful, but she is beautiful because you love her ... Pada Halaman 292. Kritik saya ini disampaikan bukan karena saya ingin menunjukkan si penulis. Karena kan setiap manusia tak luput dari kesalahan, kekurangan, dan dosa. Dan kesalahan, kekurangan, serta dosa itulah yang dapat memperbaiki diri seseorang. Tapi saya hanya bingung dengan gaya bahasa dan penulisan di novel ini. Semoga dengan kebingungan saya ini dapat di jawab setelah saya membuat sebuah kritik sastra novel Me Vs High Heels ini yang ditulis oleh Maria Ardelia. |
kritik karya sastra novel ayat-ayat cinta
Written By iqbal_editing on Rabu, 10 Agustus 2016 | 01.08
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar