b.1 Shinkokinshuu
Awal zaman kamakura merupakan masa keemasan bagi kelompok
penyair pantun. Pada masa ini diselenggarakan secara meriah Ropyakuban Utawase
(600 buah kombinasi pantun) dan Sengohyakuban Utawase (1500 buah kombinasi
pantun).
Shinkokin Wakashu berjumlah 20 jilid yang terdiri dari 2000
buah pantun yang ditulis dengan huruf Kana dan Kanji yang susunannya sangat
teratur dibandingkan kumpulan sebelumnya. Penyair Shinkokinshuu ini terutama
terdiri dari penyair-penyair kenamaan seperti Saigyoo, Jien, Fijiwara no
Yositsune, Fijuwara Shunzei, Shokushinai Shinno, Fujiwara Teika, Fujiwara no
Ietaka, Jakuren, dan bekas Kaisar Gotoba.
b.1.1
Fujiwara Teika
Fujiwara Teika adalah anak Fujiwara
Shunzei. Gaya Khas yang menonjol dalam pantun yang digubahnya adalah gaya
ushin. Selain itu dia juga sering membumbui pantunnya dengan unsur-unsur yang
melukiskan kegairahan dengan rangkaian kata-kata yang halus walaupun apa ang
dilukiskannya itu hanya khayalan belaka.
Contoh
pantun Fujiwara Teika adalah
Haru no yo no (5) satu pagi musim semi
Yume no ukihasshi (7) ketika aku mengadah ke langit
Todae shite (5) setelah terbangun dari mimpi
hampa
Mine ni wakaruru (7) gumpalan awan memanjang
Yokogumo no sora (7) menjauhi gunung tenang melayang
Selain menulis pantun,
Fujiwara Teika juga menulis teori-teori pantun yang dikumpulkan dalam buku Kindai
Shuuka dan Eika Taigai. Pada hari tuanya dia menulis buku penelitian mengenai
Genji Monogatari, suatu karya yang meneliti kesusastraan klasik Jepang. Buku yang memuat
kumpulan pantun yng digubahnya Shuuigusoo.
b.1.2 Fujiwara Ietaka
Fujiwara Ietaka dapat disejajarkan
dengan Fujiwara Teika yang belajar membuat pantun dari Fujiwara Shunzei. Dia
mempunyai sifat yang baik, ramah dan terus terang. Ciri Khas pantunnya adalah
nyata dan terus terang, baik dalam cara menganalisa satu persoalan maupun cara
mengungkapkannya. Gaya pantunnya menarik, memberikan cahaya dan harapan karena
banyak mengambil kiasan bulan. Kumpulan pantun yang dikarangnya disebut
Minishuu. Contoh pantun Fujiwara Ietaka adalah
Ikusato
ka (5) angin musim semi
Tsuki no
hikari mo (7) bertiupmembawa keharuman
Niou ramu (5) bunga ume di lereng gunung
Ume saku
yama no (7) dan menyebar ke desa-desa
Mine no
haru kaze (7) nan bermandikan cahaya
bulan
(dari
Shinchokushenshuu)
Selain
dari penyair pria yang disebutkan di atas, ada juga penyair wanita, antara lain
Shikishi Naishinnoo (putri kaisar), Shunzei no Musume (putri Fujiwara Shunzei),
Kunaikyoo.
Tama
no oyo (5) daripada hidup tiada
arti
Taenaba
taene (7) tiada cita tiada cinta
Nagaraeba (5) Biarlah hidupku berakhir
Shinoburu
koto no (7) biarlah aku pergi
Yowari
mo zo suru (7) aku tak kuasalagi
(
dikarang oleh Shikishi Naishinnoo)
Kaze
kayou (5) satu malam di musim
semi
Nezame
no sode no (7) aku terbangun dari mimpi
Hana no ka ni (5)
mendengar gemersik angin bertiup
Kaoru makura no (7)menaburkan
kelopak bunga di pembaringan
Haru no yo no yume (7)
membuat bantal berbau wangi
(Dikarang oleh Shunzei no Musume)
Usuki koki (5)
kalau memandangke padang rumput
Nobe no midori no (7)
pada awal musim semi
Wakakusa ni (5)
Pucuk muda mulai tumbuh
Ato made miuru (7)
segar indah mempesona
Yuki no mura kie (7)
di sela-sela salju yang mencair
(Dikarang oleh Kunaikyoo)
b.1.3 Minamoto no Sanetomo
Di
antara para penyair yang hidup pada permulaan zaman Kamakura, ada seorang
penyair yang berbeda dengan penyair lainnya. Dia adalah Jendral ke-3
pemerintahan Kamakura Bakufu. Dia adalah murid Fujiwara Teika. Pantun yang
ditulisnya banyak sekali dipengaruhi keindahan dan kelmbutan gaya bahasa Man
yooshuu. Kumpulan pantun berjudul Kinkai Wakashuu ketika masih berumur 22
tahun. Pantun-pantun yang terdapat dalam Kinkai Wakashuu menempati posisi
penting dalam sejarah pertumbuhan seni pantun di Jepang. Salah satu pantun
Minamoto yang terkenal adalah
Ooumi
no (5) ombak besar yang
menerpa
Iso
no todoro (7) batu karang di
pinggir pantai
Yosuro
name (5) remuk redam
berkeping-keping
Warete
kudakete (7) dan menjadi buih putih
Sakete
chirukamo (7) lenyap menghilang entah
ke mana
(dari
Kinkai Wakashuu)
b.2 Beberapa Kumpulan Pantun
setelah Shinkokinshuu
Setelah
peristiwa Jookyuu no Ran pada tahun 1221, yaitu peristiwa diadakannya kudeta
yang tidak berhasil oleh bekas Kaisar Gotoba terhadap pemerintahan Kamakura, Kaisar Jookyuu
memerintahkan Fujiwara Teika untuk mengumpulkan pantun-pantun yang penting. Kumpulan
pantun tersebut adalah Shinchokusen Wakashuu yang gayanya berbeda dengan
Shinkokinshuu. Gaya bahasanya mudah di mengerti dan tidak terikat pada teknik tertentu.
Fujiwara
Teika mempunyai anak bernama Tameie. Selain menjadi penggubah pantun seperti ayahnya
dan menjadi editor kumpulan pantun Shokugosen Wakashuu dan lain-lain. Tameie
mempunyai tiga orang putra yaitu Tameuji, Tamenori, dan Tamesuke. Ketiga
putranya masing-masing membentuk kumpulanpenyair yang disebut Nijoo, Kyoogoku,
dan Reizei. Kumpulan yang paling mirip dengan gaya ayahnya adalah Nijoo, karena
dianggap paling baik dan klasik. Nijoo selalu bertentangan dengan Kyoogoku dan
Reizei karena kedua aliran ini mengembangkan gaya yang baru. Ada 13 kumpulan
pantun yang dikenal dengan nama Jusandaishuu. Hampir semua pantun yang ada
dalam Jusandaishuu ditulis oleh Nijoo. Pada masa ini kumpulan penyair sangat
dipengaruhi oleh kumpulan penyair Nijoo yang memiliki gaya klasik dan monoton.
Bersamaan dengan pudarnya pengaruh penyair yang berasal dari kaum bangsawan,
perkembangan dunia pantun pun menjadi menurun.
0 komentar:
Posting Komentar