Di
antara para penyair yang hidup pada permulaan zaman Kamakura, ada seorang
penyair yang berbeda dengan penyair lainnya. Dia adalah Jendral ke-3
pemerintahan Kamakura Bakufu. Dia adalah murid Fujiwara Teika. Pantun yang
ditulisnya banyak sekali dipengaruhi keindahan dan kelmbutan gaya bahasa Man
yooshuu. Kumpulan pantun berjudul Kinkai Wakashuu ketika masih berumur 22
tahun. Pantun-pantun yang terdapat dalam Kinkai Wakashuu menempati posisi
penting dalam sejarah pertumbuhan seni pantun di Jepang. Salah satu pantun
Minamoto yang terkenal adalah
Ooumi
no (5) ombak besar yang
menerpa
Iso
no todoro (7) batu karang di
pinggir pantai
Yosuro
name (5) remuk redam
berkeping-keping
Warete
kudakete (7) dan menjadi buih putih
Sakete
chirukamo (7) lenyap menghilang entah
ke mana
(dari
Kinkai Wakashuu)
b.2 Beberapa Kumpulan Pantun
setelah Shinkokinshuu
Setelah
peristiwa Jookyuu no Ran pada tahun 1221, yaitu peristiwa diadakannya kudeta
yang tidak berhasil oleh bekas Kaisar Gotoba terhadap pemerintahan Kamakura, Kaisar Jookyuu
memerintahkan Fujiwara Teika untuk mengumpulkan pantun-pantun yang penting. Kumpulan
pantun tersebut adalah Shinchokusen Wakashuu yang gayanya berbeda dengan
Shinkokinshuu. Gaya bahasanya mudah di mengerti dan tidak terikat pada teknik tertentu.
Fujiwara
Teika mempunyai anak bernama Tameie. Selain menjadi penggubah pantun seperti ayahnya
dan menjadi editor kumpulan pantun Shokugosen Wakashuu dan lain-lain. Tameie
mempunyai tiga orang putra yaitu Tameuji, Tamenori, dan Tamesuke. Ketiga
putranya masing-masing membentuk kumpulanpenyair yang disebut Nijoo, Kyoogoku,
dan Reizei. Kumpulan yang paling mirip dengan gaya ayahnya adalah Nijoo, karena
dianggap paling baik dan klasik. Nijoo selalu bertentangan dengan Kyoogoku dan
Reizei karena kedua aliran ini mengembangkan gaya yang baru. Ada 13 kumpulan
pantun yang dikenal dengan nama Jusandaishuu. Hampir semua pantun yang ada
dalam Jusandaishuu ditulis oleh Nijoo. Pada masa ini kumpulan penyair sangat
dipengaruhi oleh kumpulan penyair Nijoo yang memiliki gaya klasik dan monoton.
Bersamaan dengan pudarnya pengaruh penyair yang berasal dari kaum bangsawan,
perkembangan dunia pantun pun menjadi menurun.
b.2.1 Gyokuyoshuu dan Fugashuu
Kyoogoku Tamekane
merupakan pelopor penggunaan gaya bahasa Man Yooshuu, namun walaupun demikian
dia tetap mengindahkan kaidah-kaidah dan gaya yang ada dalam kumpulan pantun
Shinkokinshuu. Dia juga berbeda pendapat dengan Nijoo yang memiliki gaya klasik
dan monoton. Kogyooku Tamekane juga menyusun pantun yang diberi nama
Gyokuyooshuu atas perintah bekas Kaisa Fushimi. Pantun yang ada dalam
Gyokuyooshuu dan Fugashuu yang di karang oleh kaisar Hanasono yang belajar
sendiri dari Tamekane dan di bantu oleh bekas Kaisar Koogon mengekspresikan
keadaan alam. Kedua kumpulan pantun ini tercatat sebagai yang terbaik dalam
kumpulan pantun Juusandaishuu. Berikut adalah contoh pantun yang dikarang oleh
Kyoogoku Tamekane.
Eda
ni moru (5) Cahaya matahari
pagi
Asahi
no kage no (7) yang merembes hanya
sedikit
Sukunaki
ni (5) membuat sangat sejuk
Suzushisa
fukaki (7) bila berada
Take
no oku kana (7) di hutan bamboo ini
PANTUN
RENGGA
Setelah
Zaman Nanbokucho, Pantun Renga mulai populer menggantikan pantun waka.
Mula-Mula pantun Renga terdiri dari dua bait yaitu bait pertama (5.7.5) yang
dibacakan oleh satu orang dan bait kedua (7.7) yang dibacakan oleh orang lain
sebagai jawaban atas bait pertama. Renga disebut juga tsukuba no nichi untuk
mengingat sejarah tejadinya Renga, karena untuk pertama kalinya Renga dibaca
oleh Yamato Takeru No Mikoto di Sakaori no miya Propinsi Yamanashi yang
berbunyi : Niibari Tsukuba wo sugite ikuyoka netsuru (Artinya : Setelah melalui
Niibari Tsukuba sudah berapa malamkah berlalu? ) kemudian dijawab oleh
Nikitaki, seorang tukang masak tua istana Kaganabete yo ni wa kokono yo hi ni
wa tooka wo (artinya Hari-hari berlalu tanpa terasa sudah sembilan malam
sepuluh hari ). Namun sebenarnya ini adalah sejenis pantun yang disebut Kata
Uta Mondo.
Berikut tokoh-tokoh Ranga:
1. Nijoo Yoshimoto
1. Nijoo Yoshimoto
Tokoh yang paling bejasa mempopulerkan
Renga, yang juga merupakan politikus yang berasalm dari keluarga bangsawan tinggi
pada dinasti Hokucho. Berkat pengetahuannya di bidang kesustraan klassik karena
belajar dari tonna, dia mencoba menghidupkan pantun waka, terutama renga. Dia
mengumpulakan para penyair Jige (penyair kelas rendah) bersama dengan penyair
Gusai untuk membuat renga.Pada tahun Enbun (1356) merka menerbitkan sebuah buku
renga pertama berjudul Tsukuba bashuu. Nijoo yoshimoto juga menulis teori
pantun berjudul Tsukuba Mondoo. Bersama Gusai ia menetapkan peraturan penilisan
renga yang dimuat dalam buku Renga Shinshiki.Gusai adalah murid Zenna, yang
merupakan penyair terkemuka pada zaman Nambokuchoo.
2. Shinkei
Pada
awal muromachi pantun , Renga kehilangan pamornya. Pada masa itu hanya ada satu
tokoh bernama bonoo Anshu ( Asayama Morotsuna ). Tetapi setelah itu muncullah
penyair-penyair renga takayana soozei, Shinkei dan lain-lain. Shinkei belajar
membuat waka dari Shootetsu. Kemudian menghususkan diri dalam penulisan Renga.
Ia memberi ciri-ciri khas pada Renga pada masa itu. Salah satu karyanya yang
terkenal yakni Sasamegoto ( merupakan karya yang berbau filsafat yang memadukan
secara sinkronis unsur-unsur waka, renga dan butsudo).
3.Soogi
Pada masa pemberontakan oonin (1467 – 1477) muncullah seorang tokoh yang bernama Soogi, ia berguru pada Soozei dan Shinkei. Tokoh inilah yang mebawa Renga pada masa keemasannya. Soogi mempunyai hubungan yang erat dengan bangsawan Sanjoo Nishi Sanetaka dan dengan bantuan seorang tokoh lain bernama kansai, ia berhasil menyelesaiakan kumpulan Renga yang diberi nama Shinsen Tsukbashuu pada tahun Meioo 4 (1945). Karya ini sama dengan Tsukubashuu ditujuk sebagai karya sastra pilhan kaisar.Banyak renga bermutu yang berhubungan dengan Soogi antara lain Yuyama sangin, tetapi yang terbaik diantaranya adalah Minase Sangin Hyakuin yang digubah bersama-sama dengan Shoohaku dan Soochoo. Berikut adalah contoh Renga dalam Minase Sangin Hyakuin yang dibawakan oleh Soogi, Shoohaku dan Sotehoo.
Pada masa pemberontakan oonin (1467 – 1477) muncullah seorang tokoh yang bernama Soogi, ia berguru pada Soozei dan Shinkei. Tokoh inilah yang mebawa Renga pada masa keemasannya. Soogi mempunyai hubungan yang erat dengan bangsawan Sanjoo Nishi Sanetaka dan dengan bantuan seorang tokoh lain bernama kansai, ia berhasil menyelesaiakan kumpulan Renga yang diberi nama Shinsen Tsukbashuu pada tahun Meioo 4 (1945). Karya ini sama dengan Tsukubashuu ditujuk sebagai karya sastra pilhan kaisar.Banyak renga bermutu yang berhubungan dengan Soogi antara lain Yuyama sangin, tetapi yang terbaik diantaranya adalah Minase Sangin Hyakuin yang digubah bersama-sama dengan Shoohaku dan Soochoo. Berikut adalah contoh Renga dalam Minase Sangin Hyakuin yang dibawakan oleh Soogi, Shoohaku dan Sotehoo.
Yuki nagara yamamoto kasumu yuube kana (oleh
Soogi)
Yuku mizu tooku yume niou sato (oleh Shoohaku)
Kawakaze ni hitomura
yanagi haru miete (oleh Soochoo)
Fune sasu oto mo shiruki akegeta (oleh Soogi)
Tsuki ya nao kiri wataru yo ni nokoruran (oleh Shoohaku)
Shimo oku nohara aki wa kurekeri (oleh Soochoo)
Naku
mushi no kokoro tomo naku kusa karete (oleh
soogi)
Kakine
wo toeba arawa anru michi (oleh Shoohku)
Di puncak gunung masih
terlihat ada salju, tetapi di kaki gunung secara samar-samar sudah terlihat
datangnya musim semi.
Di kaki gunung mengalir
sungai ke tempat jauh, di desa di pinggirnya tercium bau bunga plum.
Melihat daun sekelompok
pohon willow bergoyang ditiup angin di pinggir sungai, tersalah musim semi
sudah tiba.
Bunyi dayung perahu
yang berlayar di sungai diwaktu fajar menyingsing terdengar jelas sekali.
Namun pada malam terkabut
yang segara akan menjadi terang itu, masih terlihat wajah sang rembulan.
Melihat di padang
rumput turun embun yang membeku, terasalah sebentar lagi musim dingin kan tiba.
Tanpa menhiraukan
jeritan serangga, rumputpun mengering satu demi satu.
Bila berkunjung ke rumah teman,kita akan melalui jalan yang kotor karena rumputnya sudah mati.
Bila berkunjung ke rumah teman,kita akan melalui jalan yang kotor karena rumputnya sudah mati.
Renga tetap populer walaupun Soogi
meninggal dunia namun bentuknya tetap dan tidak mengalami perkembangan lagi.
HAIKAI NO RENGA
HAIKAI NO RENGA
Renga berasal dari waka yang pada awalnya cara pembuatannya adalah
bersifat bebas dan terdapat unsur kelucuan dan kecerdasan. Namundalam
perkembangannya renga mengalami modifikasi yakni menjadi karya astra yang
serius yang memiliki peraturan dalam pemilihan dan penuisan kosa kata. Pada masa
ini, para penggemar Renga mulai mengadakan pertemuan untuk membacakan Renga
yang disebut Haikai no Renga.
Pada
akhir Zaman Muromachi, tokoh yang dianggap sebagai pelopor Haikai adlah Arakida
Moritake dan Yamazaki Sookan. Moritake adalah pejabat yang bertugas di kuil
agama shinto di Lse. Pada tahun teamon
(1240) ia membaca karyanya berjudul
haikai no Renga Dokugin Senku atau disebut juga tobiume senku.
0 komentar:
Posting Komentar