Translate

pantun jepang 2 dan tokoh pelopor

Written By iqbal_editing on Kamis, 29 September 2016 | 19.35

.1.3 Minamoto no Sanetomo
        Di antara para penyair yang hidup pada permulaan zaman Kamakura, ada seorang penyair yang berbeda dengan penyair lainnya. Dia adalah Jendral ke-3 pemerintahan Kamakura Bakufu. Dia adalah murid Fujiwara Teika. Pantun yang ditulisnya banyak sekali dipengaruhi keindahan dan kelmbutan gaya bahasa Man yooshuu. Kumpulan pantun berjudul Kinkai Wakashuu ketika masih berumur 22 tahun. Pantun-pantun yang terdapat dalam Kinkai Wakashuu menempati posisi penting dalam sejarah pertumbuhan seni pantun di Jepang. Salah satu pantun Minamoto yang terkenal adalah
        Ooumi no                 (5) ombak besar yang menerpa
        Iso no todoro          (7) batu karang di pinggir pantai
        Yosuro name            (5) remuk redam berkeping-keping
        Warete kudakete    (7) dan menjadi buih putih
        Sakete chirukamo    (7) lenyap menghilang entah ke mana
                                                      (dari Kinkai Wakashuu)
   b.2 Beberapa Kumpulan Pantun setelah Shinkokinshuu
        Setelah peristiwa Jookyuu no Ran pada tahun 1221, yaitu peristiwa diadakannya kudeta yang tidak berhasil oleh bekas Kaisar Gotoba  terhadap pemerintahan Kamakura, Kaisar Jookyuu memerintahkan Fujiwara Teika untuk mengumpulkan pantun-pantun yang penting. Kumpulan pantun tersebut adalah Shinchokusen Wakashuu yang gayanya berbeda dengan Shinkokinshuu. Gaya bahasanya mudah di mengerti dan tidak  terikat pada teknik tertentu.
        Fujiwara Teika mempunyai anak bernama Tameie. Selain menjadi penggubah pantun seperti ayahnya dan menjadi editor kumpulan pantun Shokugosen Wakashuu dan lain-lain. Tameie mempunyai tiga orang putra yaitu Tameuji, Tamenori, dan Tamesuke. Ketiga putranya masing-masing membentuk kumpulanpenyair yang disebut Nijoo, Kyoogoku, dan Reizei. Kumpulan yang paling mirip dengan gaya ayahnya adalah Nijoo, karena dianggap paling baik dan klasik. Nijoo selalu bertentangan dengan Kyoogoku dan Reizei karena kedua aliran ini mengembangkan gaya yang baru. Ada 13 kumpulan pantun yang dikenal dengan nama Jusandaishuu. Hampir semua pantun yang ada dalam Jusandaishuu ditulis oleh Nijoo. Pada masa ini kumpulan penyair sangat dipengaruhi oleh kumpulan penyair Nijoo yang memiliki gaya klasik dan monoton. Bersamaan dengan pudarnya pengaruh penyair yang berasal dari kaum bangsawan, perkembangan dunia pantun pun menjadi menurun.
  b.2.1 Gyokuyoshuu dan Fugashuu
      Kyoogoku Tamekane merupakan pelopor penggunaan gaya bahasa Man Yooshuu, namun walaupun demikian dia tetap mengindahkan kaidah-kaidah dan gaya yang ada dalam kumpulan pantun Shinkokinshuu. Dia juga berbeda pendapat dengan Nijoo yang memiliki gaya klasik dan monoton. Kogyooku Tamekane juga menyusun pantun yang diberi nama Gyokuyooshuu atas perintah bekas Kaisa Fushimi. Pantun yang ada dalam Gyokuyooshuu dan Fugashuu yang di karang oleh kaisar Hanasono yang belajar sendiri dari Tamekane dan di bantu oleh bekas Kaisar Koogon mengekspresikan keadaan alam. Kedua kumpulan pantun ini tercatat sebagai yang terbaik dalam kumpulan pantun Juusandaishuu. Berikut adalah contoh pantun yang dikarang oleh Kyoogoku Tamekane.
        Eda ni moru             (5) Cahaya matahari pagi
        Asahi no kage no      (7) yang merembes hanya sedikit
        Sukunaki ni              (5) membuat sangat sejuk
        Suzushisa fukaki     (7) bila berada
        Take no oku kana     (7) di hutan bamboo ini
 PANTUN RENGGA
Setelah Zaman Nanbokucho, Pantun Renga mulai populer menggantikan pantun waka. Mula-Mula pantun Renga terdiri dari dua bait yaitu bait pertama (5.7.5) yang dibacakan oleh satu orang dan bait kedua (7.7) yang dibacakan oleh orang lain sebagai jawaban atas bait pertama. Renga disebut juga tsukuba no nichi untuk mengingat sejarah tejadinya Renga, karena untuk pertama kalinya Renga dibaca oleh Yamato Takeru No Mikoto di Sakaori no miya Propinsi Yamanashi yang berbunyi : Niibari Tsukuba wo sugite ikuyoka netsuru (Artinya : Setelah melalui Niibari Tsukuba sudah berapa malamkah berlalu? ) kemudian dijawab oleh Nikitaki, seorang tukang masak tua istana Kaganabete yo ni wa kokono yo hi ni wa tooka wo (artinya Hari-hari berlalu tanpa terasa sudah sembilan malam sepuluh hari ). Namun sebenarnya ini adalah sejenis pantun yang disebut Kata Uta Mondo.
Berikut tokoh-tokoh Ranga:      
1. Nijoo Yoshimoto
        Tokoh yang paling bejasa mempopulerkan Renga, yang juga merupakan politikus yang berasalm dari keluarga bangsawan tinggi pada dinasti Hokucho. Berkat pengetahuannya di bidang kesustraan klassik karena belajar dari tonna, dia mencoba menghidupkan pantun waka, terutama renga. Dia mengumpulakan para penyair Jige (penyair kelas rendah) bersama dengan penyair Gusai untuk membuat renga.Pada tahun Enbun (1356) merka menerbitkan sebuah buku renga pertama berjudul Tsukuba bashuu. Nijoo yoshimoto juga menulis teori pantun berjudul Tsukuba Mondoo. Bersama Gusai ia menetapkan peraturan penilisan renga yang dimuat dalam buku Renga Shinshiki.Gusai adalah murid Zenna, yang merupakan penyair terkemuka pada zaman Nambokuchoo.

2. Shinkei
Pada awal muromachi pantun , Renga kehilangan pamornya. Pada masa itu hanya ada satu tokoh bernama bonoo Anshu ( Asayama Morotsuna ). Tetapi setelah itu muncullah penyair-penyair renga takayana soozei, Shinkei dan lain-lain. Shinkei belajar membuat waka dari Shootetsu. Kemudian menghususkan diri dalam penulisan Renga. Ia memberi ciri-ciri khas pada Renga pada masa itu. Salah satu karyanya yang terkenal yakni Sasamegoto ( merupakan karya yang berbau filsafat yang memadukan secara sinkronis unsur-unsur waka, renga dan butsudo).
3.Soogi
        Pada masa pemberontakan oonin (1467 – 1477) muncullah seorang tokoh yang bernama Soogi, ia berguru pada Soozei dan Shinkei. Tokoh inilah yang mebawa Renga pada masa keemasannya. Soogi mempunyai hubungan yang erat dengan bangsawan Sanjoo Nishi Sanetaka dan dengan bantuan seorang tokoh lain bernama kansai, ia berhasil menyelesaiakan kumpulan Renga yang diberi nama Shinsen Tsukbashuu pada tahun Meioo 4 (1945). Karya ini sama dengan Tsukubashuu ditujuk sebagai karya sastra pilhan kaisar.Banyak renga bermutu yang berhubungan dengan Soogi antara lain Yuyama sangin, tetapi yang terbaik diantaranya adalah Minase Sangin Hyakuin yang digubah bersama-sama dengan Shoohaku dan Soochoo. Berikut adalah contoh Renga dalam Minase Sangin Hyakuin yang dibawakan oleh Soogi, Shoohaku dan Sotehoo.
        Yuki nagara yamamoto kasumu yuube kana     (oleh Soogi)
        Yuku mizu tooku yume niou sato                  (oleh Shoohaku)
         Kawakaze ni hitomura yanagi haru miete    (oleh Soochoo)
        Fune sasu oto mo shiruki akegeta                       (oleh Soogi)
        Tsuki ya nao kiri wataru yo ni nokoruran     (oleh Shoohaku)
        Shimo oku nohara aki wa kurekeri               (oleh Soochoo)
Naku mushi no kokoro tomo naku kusa karete (oleh soogi)
Kakine wo toeba arawa anru michi               (oleh Shoohku)

Di puncak gunung masih terlihat ada salju, tetapi di kaki gunung secara samar-samar sudah terlihat datangnya musim semi.
Di kaki gunung mengalir sungai ke tempat jauh, di desa di pinggirnya tercium bau bunga plum.
Melihat daun sekelompok pohon willow bergoyang ditiup angin di pinggir sungai, tersalah musim semi sudah tiba.
Bunyi dayung perahu yang berlayar di sungai diwaktu fajar menyingsing terdengar jelas sekali.
Namun pada malam terkabut yang segara akan menjadi terang itu, masih terlihat wajah sang rembulan.
Melihat di padang rumput turun embun yang membeku, terasalah sebentar lagi musim dingin kan tiba.
Tanpa menhiraukan jeritan serangga, rumputpun mengering satu demi satu.
Bila berkunjung ke rumah teman,kita akan melalui jalan yang kotor karena rumputnya sudah mati.
        Renga tetap populer walaupun Soogi meninggal dunia namun bentuknya tetap dan tidak mengalami perkembangan lagi.

HAIKAI NO RENGA
 Renga berasal dari waka yang  pada awalnya cara pembuatannya adalah bersifat bebas dan terdapat unsur kelucuan dan kecerdasan. Namundalam perkembangannya renga mengalami modifikasi yakni menjadi karya astra yang serius yang memiliki peraturan dalam pemilihan dan penuisan kosa kata. Pada masa ini, para penggemar Renga mulai mengadakan pertemuan untuk membacakan Renga yang disebut Haikai no Renga.
Pada akhir Zaman Muromachi, tokoh yang dianggap sebagai pelopor Haikai adlah Arakida Moritake dan Yamazaki Sookan. Moritake adalah pejabat yang bertugas di kuil agama shinto di Lse.  Pada tahun teamon (1240)  ia membaca karyanya berjudul haikai no Renga Dokugin Senku atau disebut juga tobiume senku.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik