Langkah-langkah Konversi Teks Cerpen Menjadi Teks Monolog
Advertisement
Langkah-langkah Konversi Teks Cerpen Menjadi Teks Monolog – Siswa
dapat mengonversi teks cerita pendek ke dalam bentuk teks monolog
sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan.Pengertian Konversi
Konversi adalah perubahan dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Mengonversi teks cerpen menjadi teks monolog berarti mengubah teks cerpen menjadi bentuk teks monolog dengan tetap memperhatikan struktur teks tersebut.
Pengertian Teks Monolog
Teks monolog adalah teks yang berisi pembicaraan dengan diri sendiri.
Langkah-langkah Konversi Teks Cerpen Menjadi Teks Monolog
Dalam mengonversi teks cerpen menjadi teks monolog, perhatikan langkah-langkah berikut.
1. Membaca cermat cerpen yang akan dikonversi;
2. Memperhatikan struktur teks cerpen;
3. Menentukan sudut pandang dengan memilih tokoh yang akan diubah menjadi sudut pandang orang pertama yaitu saya atau aku;
4. Menuliskan kembali teks cerpen menjadi teks monolog berdasarkan struktur teks cerpen tersebut, seperti alur, konflik, latar, dan sebagainya.
5. Dialog dalam cerpen diganti menjadi monolog dengan menggunakan kalimat tidak langsung;
6. Bahasa yang digunakan harus singkat, jelas, dan padu;
Perhatikan Contoh Cerpen
Kubur
Sudah sebulan sejak menguburkan istrinya sendiri, Mbah Tejo menghilang. Ke mana perginya lelaki renta yang sudah menghabiskan waktunya berpuluh-puluh tahun jadi tukang kubur di Kampung Busur itu? Banyak yang menduga, Mbah Tejo amat kehilangan. Mengabdi sebagai tukang kubur, selalu menyaksikan orang-orang yang kehilangan, tak lantas membuat Mbah Tejo kuat ditinggal sang istri bulan lalu, Mbah Marti.
Tak banyak tahu, apa kerjaan Mbah Tejo dan Mbah Marti di gubuk reotnya di pinggir Kalitambun, pekuburan yang sudah jadi lahan pekerjaan Mbah Tejo puluhan tahun. Setahu orang-orang, Mbah Marti begitu setia pada Mbah Tejo. Sehari-hari mencari pucuk singkong di sekitar pekuburan, atau dedaunan apapun untuk makan si Mbah.
Hanya saja di pagi itu, kedua Mbah itu tak tampak bergiat di sekeliling pekuburan.. Gubuk reotnya tampak sepi. Bohlam oranye 5 watt yang menggantung di atas langit-langit tampak masih menyala.
“Mbah … Mbah …,” seru Warjiman, lelaki yang setiap pagi melewati Kalitambun untuk pergi ke ladangnya. Dia adalah lelaki pertama yang menaruh curiga.
Tak ada yang menyahut dari balik gubuk. Ditengoknya pinggiran gubuk. Pandangannya menyapu seluruh Kalitambun, tapi tak terlihat kedua renta itu berada.
Warjiman mengetuk pintu.
“Mbah!!!” seru Warjiman lantang. Bukannya tidak santun, tapi memanggil Mbah Tejo dan Mbah Marti memang harus dengan suara keras. Tapi tak ada juga yang menyahut.
Warjiman sedikit mendorong pintu kayu yang bawahnya sudah hampir habis digerogoti rayap. Kreeek. Terdengar suara pintu mulai terbuka. Kepalanya melongok bagian dalam gubuk.
“Astagfirullah!” Warjiman kaget. Ia mendapati Mbah Tejo bersila menghadap seseorang yang tertidur tertutup kain samping.
“Mbah ….,” lirih Warjiman. Tapi tak ada jawab.
Warjiman mencoba masuk dan mendekati.
“Innaalillaahiiii….” Warjiman tak bisa berkata-kata. Sambil berdiri dia hanya terkejut melihat Mbah Tejo yang menghadapi jenazah istrinya sendiri.
Orang sekampung berduyun-duyun mendatangi Mbah Tejo. Tapi semua saling pandang. Siapa yang mau menggali kubur, sedang penggali kubur di Kampung Busur hanya Mbah Tejo yang kini tak bergeming sedari tadi di hadapan jenazah sang pujaan hati.
“Pak Ustad, siapa yang mau menggali kubur?” tanya Pak Kuwu.
“Sampeyan dan semua orang yang ada di sini,” jelasnya.
“Pak Ustad juga ikut menggali kalau begitu?” tanya Pak Kuwu lagi dengan harapan dia bisa ditunjukkan cara menggali yang benar.
“Tugas saya memimpin doa. Tak ada yang bisa. Sudah kita berbagi pahala,” katanya singkat.
Semua orang berbondong-bondong membawa cangkul. Semua orang mulai menggali. Satu orang satu kali menggali. Hingga semua berbagi pahala. Mbah Tejo kemudian membopong Mbah Marti. Dia tak mau yang lain ikut menggendong, apalagi diarak keranda mayat.
Setelah satu liang lahat selesai digali, dengan sigap Mbah Tejo menidurkan sang istri tepat menghadap kiblat. Tak ada yang lainnya yang turun. Semua membiarkan Mbah Tejo asyik menguburkan sang istri. Hingga selesai diazani, Pak Ustad meminta yang menggali untuk kembali menutupi liang lahat dengan tanah. Setelah kuburan Mbah Marti selesai diratakan dengan tanah, Mbah Tejo tak terlihat lagi. Semua orang menengok kanan kiri. Semua menyapu pandangan ke penjuru Kalitambun.
Mbah Tejo pergi, Pak Ustad pun tak tahu ke mana pergi si kakek tukang kubur itu. Mungkin saatnya, ia mencari tukang kubur baru di Kampung Busur.
(Reza Sukma Nugraha)
Mari konversi!
Kubur
Dan di pagi itu, aku masih ingat ketika istriku tak menyapa. Ia telah pergi. Selamanya pergi dari dunia ini. Aku lindungi tubuhnya yang kaku dengan selembar kain. Aku hanya mau menemani jasadnya.
Beberapa saat, seseorang melangkah mendekati gubuk. Diketuknya pintu yang hanya tinggal empat perlimanya sambil memanggil-manggil namaku. Tapi, aku tak bergeming. Aku tak peduli pada suara itu.
Ia kemudian mendorong pintu dan masuk ke gubukku. Aku merasakan ia melangkah begitu dekat ke arahku.
Tak berapa lama, semakin banyak manusia berkumpul. Mereka menawarkan bantuan untuk mengurus jenazah istriku: menggali kubur hingga mendoakan. Namun, sesampai di pekuburan, semua orang tampak bingung. Tak ada yang bisa menggali kubur. Sampai akhirnya perlahan-lahan mereka bergantian menggali. Tiba giliranku untuk membaringkan jenazah wanita yang begitu sempurna di mataku. Aku taktahan. Aku menangis, dadaku membuncah perih.
Perlahan, aku pun beranjak ke atas lahat. Aku pergi. Meninggalkan kerumunan. Aku ingin menyepi, aku ingin sendiri.
Poin Penting
• Dalam teks monolog, digunakan kata ganti orang pertama, yaitu saya atau aku;
0 komentar:
Posting Komentar