MIMPI
Aku bermimpi puteri CinaMau mengajaknya jalan-jalan
Tapi ibunya menjaganya, menjaganya dengan ketat
#
Dia rindu kepada Lian,
Dia terpekik menyambut aku
Tidak mengira aku cinta padanya
Aku bekerja, bekerja, bekerja
Habibie senang tersenyum
Senang tersenyum melihat aku bekerja
#
Buku-buku dicetak,
Buku-buku baru dan cetak ulang
Buku-bukuku dicetak
Banyak, banyak sekali
#
Aku salat, salat Tahajud,
Subuh, Lohor, Asar, Maghrib dan Isa,
Aku salat sanah tiap salat wajib
Dan mengirim doa kepada kedua orang tuaku,
Kepada Hamka dan kawan-kawanku
Subagio Sastrowardojo dan lain-lain
#
Hidupku hidup nyata dan impian
Tak dapat kubedakan mana yang nyata mana impian
keduanya sama dalam hidupku
#
Aku berdoa: Ya Allah,
Bukakanlah hati semua orang
Bukakan hatinya menerima Al-Quran Berwajah Puisi
Dan menyebarkannya keseluruh penjuru
#
Tak dapat aku bedaskan pengalaman nyata,
impian dan harapan
Aku membaca, bacaanku pun menjadi nyata
Aku terbang ke istana Harun Alrasyid,
Melihat Hikayat Seribu satu Malam
#
Pagi-pagi ku baca koran,
Berita-berita terlukis di mata
Waktu tidur berita menjadi nyata
Bercampur baur peristiwa dan impian
Apa yang masuk dan keluar benakku
Keduanya mempunyai nilai yang sama
Benakku sungguh luar biasa
Apa yang keluar dari benak Taufik Ismail, Hamid Jabbar,
dan Sutardji Calzoum Bachri, menjadi bagian dari benakku
Alangkah besar alangkah Agung Tuhanku!
Jakarta '96
CATASTROPHE
Hun vijver werd moeras,
Rust werd gevaar,
En nymphen zonken
Zwaar toen zij niet
Meer zwemmen konden.
Het bleekgroen riet
Week, door zwart poelgewas
Verstikt en overwoekerd,
Van de verwaasde oev’ren.
Toen enklen boven dreven,
Gezwollen als verworgden,
De heren los,
Doken die overleefden
Dieper in het bos.
Maar steeds naar de ramp getrokken
Zagen zij and’re doden
Die niet verdronken:
Zij die niet vloden
Liggend in ‘t slib, de voeten
Domplend in drabbig water,
Een prooi voor iedren sater,
Wiens bronst hen komt bezoeken.
Jakarta, 23 September 1945
* Dari Seruan Nusa. Memperingati berdirinya I Tahun K.R.I.S. Oktober 1945-1946, Yogyakarta, hal. 19.
HUESCA
Jiwa di dunia yang hilang jiwa
Jiwa sayang, kenangan padamu
Adalah derita di sisiku,
Bayangan yang bikin tinjauan beku.
Angin bangkit ketika senja,
Ngingatkan musim gugur akan tiba.
Aku cemas bisa kehilangan kau,
Aku cemas pada kecemasanku.
Di batu penghabisan ke Huesca,
Pagar penghabisan dari kebanggaan kita,
Kenanglah, sayang, dengan mesra
Kau kubayangkan di sisiku ada.
Dan jika untung malang menghamparkan
Aku dalam kuburan dangkal.
Ingatlah sebisamu segala yang baik
Dan cintaku yang kekal.
(diterjemahkan dari puisi John Cornford, Huesca)
JENAK BERBENAR
Yang kini entah di mana di dunia nangis,
tidak berpijakan di dunia nangis,
nangiskan aku
Yang kini entah di mana tertawa dalam malam,
tidak berpijakan tertawa dalam malam,
mentertawakan aku
Yang kini entah di mana di dunia berjalan,
tidak berpijakan di dunia berjalan,
datang padaku
Yang kini entah di mana di dunia mati
tidak berpijakan di dunia mati
pandang aku.
(diterjemahkan dari puisi R.M. Rilke, Ernste Stunde)
0 komentar:
Posting Komentar