Translate

cerpen gempa sawit

Written By iqbal_editing on Senin, 30 Januari 2017 | 01.14

Gempa Sawit

Judul Cerpen Gempa Sawit
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 6 April 2015
“kring kring kring”
Seperti biasa, Ghina pergi ke pasar menaiki sepeda kesayangannya. Jarak rumah Ghina yang berada di Desa Sawit ke pasar terdekat yaitu Pasar Pengging adalah sekitar kurang lebih lima kilometer.
Ghina adalah anak yang baik dan patuh terhadap kedua orangtuanya yang bernama Ibu Tri dan Bapak Harno. Mereka adalah salah satu keluarga bahagia yang berada di Desa Sawit. Ghina adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Adik-adik Ghina bernama Misbah dan Leona. Saat ini, Ghina duduk di bangku salah satu SMP Negeri favorit di daerahnya.
Keesokan harinya ketika Ghina hendak pergi ke pasar dan sudah mengayuh sepeda kesayangannya hingga depan rumahnya sekitar pukul 04.30 WIB, terdengarlah suara gemuruh.
“greggreg gredeg gredeg”
Begitulah suaranya. Akibat adanya suara itu, warga Desa Sawit terkejut dan panik tidak karuan. Padahal pada saat itu, warga Desa Sawit ada yang pergi ke Masjid, pasar dan masih banyak juga warga yang masih tertidur lelap.
Semua warga Desa Sawit keluar rumah dan pergi ke tengah sawah untuk menyelamatkan diri. Akan tetapi, berbeda dengan Ghina. Ghina baru saja meletakkan sepedanya dan sesegera mungkin Ghina membangunkan kedua orangtuanya dan kedua adiknya yang bernama Misbah dan Leona.
“Bu, bangun Bu, ada gempa,” ucap Ghina tergesa-gesa.
“Pak, Mis, Leona, ayo cepetan bangun!” bentak Ghina.
“Hoammm..” suara uapan si Misbah.
“Ada apa Ghin?” tanya Ibunya.
“Ada gempa Bu, ayo cepetan keluar rumah!”
Akhirnya, Ghina dan keluarganya segera bergegas pergi ke tengah sawah dan berhasil menyelamatkan diri.
Alangkah beruntungnya warga Desa Sawit dan keluara Ghina karena mereka hanya mengalami gempa berskala kecil. Lalu, pemerintah sekitar menyuruh warga Desa Sawit untuk pergi ke posko (lokasi untuk korban bencana yang disediakan oleh pemerintah ataupun dermawan) dan menginap di sana.
Satu minggu pun telah berlalu. Pemerintah sudah memastikan bahwa sudah tidak terjadi gempa.
Setelah itu, warga desa termasuk keluarga Ghina kembali ke rumah mereka masing-masing.
Empat tahun pun berlalu begitu cepat bagi Ghina yang sekarang ini telah selesai sekolah lulusan SMA. Kini, Ghina sudah bekerja di salah satu perusahaan internasional dan ia saat ini sudah menjadi salah satu mahasiswi semester kedua di Semarang. Di sana, Ghina mengambil jurusan hukum. Di Semarang, Ghina tinggal di rumah tantenya yang bernama Tante Dwi.
Setelah lima tahun, kini Ghina telah menjadi orang yang sukses. Ia pun memutuskan untuk pulang ke Desa Sawit yang berada di Boyolali dan berpamitan dengan tantenya.
“Tante, Ghina pulang desa ya,” ungkap Ghina seraya menangis.
“Iya Ghina, hati-hati ya nak di jalan,” jawab Tante Dwi seraya berpelukan dengan Ghina.
Ghina pun pulang ke desa menaiki mobilnya.
Sesampainya di sana, ia bertemu dengan orangtua dan adik-adiknya dengan penuh kebahagiaan.
“Halo Ibu, Bapak… Spadaaaa,” sapa Ghina dengan ceria.
“ngieeekk…” suara pintu reot rumah Ghina.
“Wah, anak Ibu sudah sukses sekarang,” kata Ibu Tri seraya memeluk Ghina memeluk Ghina dengan penuh kebahagiaan dan sukacita.
“Hai Ibu, Bapak, Misbah, Leona. Ini, Kakak bawain oleh-oleh.”
Seketika, situasi di keluarga Bapak Harno menjadi bahagia dan gembira.
Satu jam kemudian, ia segera mengunjungi rumah Ryan. Ryan adalah sahabat Ghina sejak kecil. Ghina dan Ryan berbincang-bincang hingga tak terasa malam hari pun telah tiba. Ghina pun segera pulang ke rumahnya. Malam itu, Ghina dan keluarganya tertidur hingga sangat lelap.
Tak disangka-sangka sekitar pukul 03.00 WIB, terdengar suara gemuruh yang sangat kencang dan mengagetkan semua warga.
“greegeggg greeeeg gredeggg..”
Pak Dibyo selaku petugas keamanan yang pada saat itu tengah berada di Poskamling untuk menjaga Desa Sawit sesegera mungkin ia membunyikan kentongan sebanyak tiga kali yang dianggap oleh warga Desa Sawit adalah tanda bahwa ada sebuah bencana alam yang terjadi.
Seketika itu juga, Ghina terbangun dan segera membangunkan orangtuanya dan adik-adiknya yang bernama Misbah dan Leona.
Seluruh warga Desa Sawit panik tidak karuan. Semua warga sesegera mungkin berlari, kemudian pergi ke tengah sawah untuk menyelamatkan diri dari gempa bumi.
Ghina, Misbah, Ibu Tri, Bapak Harno, dan seluruh warga Desa Sawit berhasil menyelamatkan diri. Namun sayang, adik Ghina yang bernama Leona tidak berhasil menyelamatkan diri.
“brukk… grubuggg..”
Suara itu mengagetkan Ghina dan keluarganya. Tak disangka-sangka, ternyata suara itu adalah suara runtuhnya rumah Ghina yang menimpa adiknya yaitu Leona.
Ketua RT Desa Sawit segera mengubungi pemerintah sekitar untuk membawakan bantuan dan menyelamatkan orang-orang yang tertimpa bangunan. Dua jam kemudian, petugas datang dan menolong korban-korban yang masih tertimpa bangunan dan mengungsikan warga-warga yang sudah berhasil menyelamatkan diri termasuk Ghina, Misbah, Ibu Tri dan Bapak Harno.
Lima jam kemudian, semua korban sudah berhasil dievakuasi. Namun sayang, Dewi Fortuna kini tidak memihak keluarga Ghina. Dari 4 korban, dikabarkan hanya Leona yang tidak selamat dan sisanya luka ringan. Saat itu juga, Ghina menangis karena kematian Leona yang sangat tragis dan karena Leona adalah adik kesayangannya. Bagi Ghina, Leona adalah seseorang yang baik, lucu, menggemaskan, dan kata-katanya bijak untuk memotivasi.
Setelah korban telah pulang dari rumah sakit sekitar untuk ditindaklanjuti termasuk Leona adik Ghina, Leona segera didoakan oleh keluarga dan tetangganya kemudian Leona dibawa ke pemakaman umum untuk dikuburkan. Seketika, Ghina menangis tersedu-sedu seraya memeluk Ibu Tri.
“Andai aja waktu itu Leona selamat, pasti ngga kayak gini jadinya,” suara kata hati Ghina dalam hati.
Tujuh hari pun berlalu, ini adalah acara yasinan untuk Leona yang diadakan oleh keluarga Ghina. Isak tangis, masih menyelimuti Ghina dan keluarganya.
Genap empat puluh hari meninggalnya Leona, kini Ghina belajar untuk mengikhlaskan Leona. Setiap tahun untuk melepaskan kepergian Leona, Ghina selalu mengunjungi kuburan Leona dan selalu mendoakan Leona ketika Ghina beribadah.
Cerpen Karangan: Ganita Ridwan Surohardjo
Facebook: www.facebook.com/ganitaunyu

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik