Translate

cerpen gengc

Written By iqbal_editing on Selasa, 31 Januari 2017 | 00.57

Geng

Judul Cerpen Geng
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Persahabatan
Lolos moderasi pada: 24 December 2014
Aku memasuki halaman sekolah baruku, SMA Triguna Utama, dengan hati cemas. Aku takut kalau-kalau aku tidak bisa mendapatkan teman di sekolah itu. Saat itu hari pertama masuk sekolah bagi para murid baru di sekolah itu. Suasananya sangat ramai, tapi tak ada seorang pun yang ku kenal. Aku berdiri mematung di depan gerbang sekolah. Sampai akhirnya aku melihat seseorang yang sepertinya aku kenal.
“Lo, anak SMP 3 kan?” tanya anak itu padaku.
“Iya,” jawabku singkat. Aku mengenal anak itu. Ia teman sekolahku sewaktu SMP, tetapi tidak sekelas.
“Bareng yuk, masuk!” ajaknya. Aku pun menuruti ajakannya, daripada bengong di depan gerbang.
Sampai di dalam, kami para murid baru dikumpulkan di sebuah ruangan. Aku kebingungan sendiri. Temanku yang tadi, sudah sibuk berkenalan dengan anak-anak lain. Sementara aku sendiri malu untuk mengajak kenalan mereka. Sebenarnya banyak yang mengajak aku kenalan, tapi aku selalu lupa nama-nama mereka.
Sewaktu MABIS, aku duduk sebangku dengan seorang anak bernama Metria. Walaupun duduk sebangku, kami berdua jarang ngobrol. Aku memang sulit untuk akrab dengan orang baru.
Hari pertama kegiatan belajar-mengajar dimulai, aku duduk di tempat yang sama dengan tempat dudukku sewaktu MABIS. Tetapi Metria, teman sebangkuku sewaktu MABIS, tidak lagi duduk di sebelahku. Ia pindah duduk di depan. Tak lama, ada seseorang yang menghampiriku.
“Boleh nggak gue duduk di sebelah lo?” tanya anak itu.
“Ya, terserah,” jawabku jutek.
Setelah pelajaran dimulai, kami kemudian berkenalan.
“Gue Nina,” kata anak itu menyebutkan namanya.
“Novi,” jawabku.
“Lo dari sekolah mana?” tanyanya lagi.
“SMP 3 Ciputat,”
Tapi aku tidak bertanya-tanya lagi. Aku malas buat bertanya balik.
Setelah sekian lama, aku jadi cukup akrab dengannya.
“Vi, lo mau ikut ekskul apa?” tanya Nina ketika Pak Sumaji memberikan informasi tentang ekskul.
“Nggak tau, ya… Nggak ada yang seru,” jawabku.
“Ikut rohis aja, yuk! Belajar baca Al qur’an… daripada marawis, lebih susah. Lagi juga katanya wajib,” bujuknya.
“Ya udah deh…” jawabku pasrah.
Tak hanya itu, aku juga akhirnya mulai mengenal Meri, Sari, Friska dan Mia. Mia yang cerewet, paling suka meledeki aku.
“Hoi, Sri Nina!” panggil Mia padaku.
Aku dan Nina menoleh ke arah Mia.
“Mia, nama orang jangan diganti-ganti, dong!” protes ku.
“Tau lo. Emang lo mau, nama lo gue ganti jadi Mia Arum?” balas Nina. Waktu itu Mia masih duduk sebangku dengan Arum.
“Hahahaha…” Mia ketawa.
“Yah, tuh anak bukannya mikir digituin, malah ketawa…” kataku.
Setelah Meri pindah pada pertengahan semester, aku mulai akrab dengan Arum, yang tadinya menurutku dia orang yang jutek. Di semester kedua, pertemanan kami semakin akrab. Suatu hari, aku, Nina, Arum dan Sari tengah asyik bercanda di depan kelas. Saat itu kami sedang menunggu anak laki-laki yang sedang sholat jum’at, karena sehabis itu kami akan praktek hafalan juz amma di masjid.
“Woi, sempit tau di tengah kalian berdua, badannya gede-gede,” Nina yang berada di tengah-tengah aku dan Arum mengomel sendiri. Ia pindah lalu berdiri di samping kanan Arum.
“Ya maklum namanya juga kebo,” kata Arum pada ku.
“Kalo gue kebo, berarti lo apaan?”
“Udah. Sesama kebo jangan saling berantem,” ledek Nina pada kami berdua.
“Ogah gue jadi kebo. Lo aja yang jadi kebo, Rum,” tolakku.
“Eh, mending kita panggil nama kita pake nama itu aja!” usul Arum.
“Oke, lo kebo ya, Rum,” kataku.
“Lah lo apaan? Banteng aja dah, ya?”
“Nanti gue bisa nyeruduk lagi,” elak ku.
“Terus lo jadi apaan, Nin?”
“Lo kambing aja, Nin,” usul arum.
“Hehehe… mentang-mentang gue kecil. Tapi gue nggak bau kan, kayak kambing?”
Kami bertiga tertawa.
“Eh, tuh anak jadi apaan ya?” tunjuk ku pada Sari yang tengah duduk sambil memainkan handphonenya.
“Dia mah sapi aja,” jawab Arum asal.
“Hahahahaha…” kami bertiga tertawa.
Sari menoleh pada kami bertiga. Ia curiga kalu kami menertawai dia.
“Kalian pada kenapa?” tanyanya polos.
“Nggak, nggak kenapa-kenapa kok..”
“Ada yang aneh sama gue?” tanyanya lagi.
“Nggak kok. Ge-er banget sih lo…” kata Arum.
“Jadi gini lo, Sar… kita lagi cari nama panggilan yang unik. Si Arum jadi kebo, Novi jadi banteng, gue jadi kambing, nah kata Arum lo jadi sapi…” jelas Nina.
Sari manggut-manggut agak nggak ngerti.
“Terus, nama kelompok kita apaan, nih?”
“Hmm… kalau nama kita binatang semua, gimana kalau bahasa inggrisnya binatang, animal?” usul Nina.
Semuanya mendelik.
“Animal ya? Lucu juga,” komentar Arum.
“Ya udah, itu aja,” kata Sari.
“Terserah kalian aja, deh,” kataku. Selama ini aku nggak pernah main genk-genk an kayak gitu.
Jadilah pada hari itu, nama animals. Biarpun namanya binatang, tapi kami tidak bertingkah seperti binatang yang suka nggak nurut dan bertindak semaunya. Kami tetap menjadi anak yang rajin, saling membantu dalam hal positif, dan tidak mencari-cari masalah. Aku senang dengan teman-temanku sekarang. Mereka semua baik dan kompak. Semoga pertemanan kami tidak terpecah sampai nanti kami lulus dan berpisah.
Cerpen Karangan: Nur Fajrina

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik