Translate

cerpen senandung detak jantung

Written By iqbal_editing on Rabu, 25 Januari 2017 | 05.56

Senandung Detak Jantung
Karya : Oshin Shasela
Ivan memnggenggam erat bunga mawar putih. Kakinya melangkah mantap dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Sebuah rutinitas. Ia akan menemui seseorang setiap sore di bangku gedung itu. Seseorang yang ia cintai, namun bukan kekasihnya.
Seorang perempuan berambut panjang terurai itu telah duduk manis di bangku biru taman dengan baju biru khasnya. Ia tersenyum sambil membawa buket bunga yang diberikan Ivan dihari kemarin.
Ivan telah di hadapan perempuan itu, dan tersenyum kepadanya.meskipun perempuan itu tidak pernah memblas senyuman Ivan, tetapi Ivan selalu senyum tulus kepadanya.

Ivan duduk di sampingnya, memperhatikan keadaan perempuan itu. Semakin hari, wajahnya nampak semakin pucat. Tubuhnya semakin kurus, dan ada garis hitam di bawah matanya.
“Kamu pasti tidak tidur lagi ya ?” tanya Ivan. Ia tahu, tanyanya tidak akan di jawab oleh perempuan itu.
“Ini untukmu..”
Ivan mengganti buket bunga yang ada di tangan perempuan itu.Kali ini ia tersenyum kepada Ivan. Ya, itu adalah satu-satunya hal yang dapat membuatnya tersenyum kepada Ivan. Bunga mawar putih. Itu pula yang membuatnya mengingat hal yang telah terjadi pada dirinya.
September, 2010.
Inka. Dari Akademi Kebidanan semester akhir. Dia cantik dan pintar, juga termasuk mahasiswi yang aktif. Seluruh sudut kampus bahkan mengenalnya.
****
Inka berjalan di koridor dengan senyuman ramahnya.
“Hai, Inka....”
“Halo cantik....”
Sapaan demi sapaan berbalut pujian ringan telah menjadi sarapan telinga sehari-hari, dan senyuman manis darinya adalah imbalan dari semua itu. Semua terdengar biasa, kecuali...
“Sayang !”
Inka membalikan badanya dan melihat seseorang tengah berlari ke arahnya.
“Kakak ? Kenapa di sini ?” Meskipun heran, namun ia tetap tersenyum mendapati kekasihnya telah berdiri di hadapannya.
Kenneth Alexander. Seorang pemain violin yang mahir dan ternama. Lelaki lembut dan dewasa pilihan Inka.
“Aku hanya ingin memberikan ini.” Katanya sambil memberikan buket bunga mawar putih yang indah.
Inka tersenyum.
“wah... terima kasih !”
Di antara senyuman kedua sejoli itu, ada sepasang mata yang memperhatikannya dari salah satu sudut koridor. Tatapan mata itu tajam, namun bukan marah.
“Dua minggu lagi, kamu kamu akan melihat hamparan bunga ini. Kamu suka ?”
Inka mengangguk dengan semangat.
****
Inka memperhatikan tangannya yang tengah digenggam Kenneth di sebuah jalanan kota Yogyakarta yang rapi dan indah. Dilihatnya Kenneth yang tersenyum memandangi hamparan jalan ramai itu. Ratusan pasangan telah berlalu lalang dengan romansanya.
“Jika kita tidak bersama lagi, apa kamu akan tetap datanag ke tempat ini ?” Tanya Kenneth.
“Kamu ini bicara apa ? Bukankah kita akan segera bersama-sama selamanya ?” Inka terlihat cemberut.
“Selama apapun kita bersama, pasti akan berpisah juga. Jawab saja pertanyaanku.” Kata Kenneth sambil mencubit pipi Inka.
“Mana mungkin aku berani ke sini lagi tanpamu ?” gerutu Inka.
Kenneth tertawa geli, kemudian mengelus punggung tangan Inka di genggamannya.
“Suatu saat nanti, akan ada kisah...Di jalanan kota ini kita pernah berjalan bersama.”
Inka menatap Kenneth sendu.
“Kakak...”
****
“Jadi, kamu akan menikah dua minggu lagi ?” Prista terkejut.
Inka hanya mengangguk kegirangan.
“Kamu kan belum lulus”
“Hey, aku pasti bisa melakukan keduanya.”
“Kenapa mendadak ?”
 “Sebenarnya, ini permintaanku. Tapi, malam waktu aku memutuskan ingin menikah, Kenneth seperti berat. Apa mungkin dia tidak mencintaiku ?” Inka meragu.
“Dia pasti sangat mencintaimu.” Prista meyakinkan, namun Inka menangkap ada kecemasan di wajah Prista, sahabatnya.
****
Lipstik itu telah telah memoles bibir manisnya, dan ia pun telah bersiap pada hari terindahnya.
“Inka. Kamu terlihat cantik dengan apapun yang kamu pakai..” puji sahabatnya, Prista.
Inka tersenyum.
“Ini bukan mimpi kan ? Aku akan menikah hari ini ?”
Prista mengangguk.
“Tapi aku minta maaf, ya..Aku harus pergi.”
Inka mengerti. Yang ia tahu, hari itu Prista harus keluar kota bersama keluarganya.
Satu jam sudah dari waktu yang telah ditentukan, namun Kenneth tak juga datang. Dua jam. Inka mulai cemas. Tiga jam . Kenneth tidak bisa dihubungi. Sampai pada enam jam kemudian semuanya batal. Inka menangis tersedu. Masih dengan gaunnya, ia menghampiri Kenneth di rumahnya. Inka tak percaya, rumahnya begitu sepi. Tak ada tanda-tanda jika tuan rumahnya akan menikah. Tak juga nampak orang tuanya yang seharusnya telah datang dari Washington untuk pernikahan Kenneth dengan Inka. Inka telah melihat Kenneth di depan matanya, namun Kenneth tak menyadari kedatangan Inka. Ia sama sekali tak terlihat bersiap dengan pernikahannya, justru masih mengenakan baju tebal dengan syal di lehernya. Kenneth duduk bersama seseorang. Tak terlihat jelas siapa dia.
“Akhirnya aku menjadi pengecut.” Kenneth memulai pembicaraan.
“Justru kamu tak boleh melakukannya agar tak ada yang tersakiti.”
Suara perempuan itu seperti suara...
Inka menyadari ada kaca yang dapat memantulkan wajah Kenneth, dan yang berada di sebelahnya adalah..
“Prista ?” Inka mendekat.
Kenneth dan Prista tekejut dengan kehadiran Inka.
“Inka ?”
“Kamu terkejut dengan keberadaanku ?” Inka menatap tajam. Matanya seketika merah.
Prista menggeleng pelan. Inka memandang wajah Kenneth yang pucat.
“Kakak, kenapa wajahmu pucat ? Kamu begitu terkejut karena aku sudah mengetahui semuanya ?” Wajah Inka merah padam.
“Ka, ini tak seperti yang kamu..”
“Tak seperti yang aku lihat. Kamu ingin bicara begitu, kan ?” Inka memotong pembicaraan Prista dengan nada suara yang tinggi.
“Aku minta maaf !” Kenneth mulai membuka mulutnya.
“Aku mencintai Prista. Aku tidak akan meninggalkannya hanya demi kamu. Dari awal, aku tidak pernah berniat menikah denganmu.” Ucap Kenneth.
Inka terkejut, sedangkan ia melihat Prista menangis. Kini dadanya begitu sesak, nafasnya terasa mengambang. Sebuah tamparan bagi Inka.
“Kalian ini tak pernah punya hati, ya ? Dua orang yang beraryi dalam hidupku...” Inka mengepalkan tangannya.
“Mulai sekarang, aku bukan sahabatmu !” Katanya, telunjuknya mengarah pada Prista.
“Dan mulai sekarang...bagiku kamu sudah mati !”Kini Inka menunjuk Kenneth.
****
“Kenneth !!!” Seseorang berteriak memanggil Kenneth.
Valeryan Ivan, seorang mahasiswa kedokteran semester akhir yang tampan, kaya dan manja itu berteriak keras mencari sosok Kenneth. Sampai akhirnya ia temukan Kenneth berdiri di depan kolam renangnya.
“Kamu mencariku ?” Kenneth menyambut Ivan dengan Senyuman.
Tetapi tanpa ia duga, Ivan memukulnya dengan keras hingga bibir dan hidungnya mengeluarkan darah. Kenneth jatuh tersungkur.
“Sudah ku bilang ! Jika kamu menyakiti gadis itu, aku akan merebutnya darimu !” Kata Ivan dengan nada tinggi, kemudian melangkah pergi meninggalkan Kenneth yang masih kesakitan.
“Ivan ! Jaga Inka sebaik yang kamu bisa !”
Ivan tak menghentikan langkahnya.
****
Inka berlarian di koridor rumah sakit dengan sisa air matanya sejak tadi. Ia berhenti ketika melihat Prista telah duduk manis menunggu. Inka menghampiri Ivan.
“Apa yang terjadi ?”
“Entahlah, tapi tadi dia ditemukan pingsan di kamarnya.” Jelas Ivan.
Tak lama, seseorang berseragam putih keluar dari pintu Unit Gawat Darurat.
“Maaf, pasien ingin berbicara dengan yang bernama Prista.”
Inka menunduk, sedangkan Ivan menatap marah.
Prista memasuki ruangan itu dan melangkah pelan memndekati Kenneth yang terbaring lemah.
“Prista..” panggilnya pelan.
“Seharusnya di saat seperti ini, kamu ceritakan semuanya pada Inka dan Ivan. Adik mu.” Prista mulai menangis.
“Katakan, apa yang harus kuceritakan pada mereka ?” Tanya Kenneth.
Prista semakin menitikkan air matanya, Kenneth hanya tersenyum.
“Apa aku harus mengatakan, ‘Hai aku sedang sakit. Bersiaplah untuk pemakamanku, ya.. Begitu ?”
“Harusnya kamu katakan, bukan aku yang kamu cintai. Sebelum hari pernikahan kalian, dokter memvonis usiamu yang hanya dalam hitungan jam, dan kamu tak ingin pergi dalam beberapa jam setelah pernikahan kalian !”
Lagi-lagi, Kenneth tersenyum.
“Prista, waktu itu kamu tak sengaja menemukanku yang tengah kesakitan ketika menunggu Inka. Aku senang, bukan Inka yang menemukanku dalam keadaan yang menyedihkan. Dan disaat kamu tahu aku sakit jantung, tak sedikit pun kamu mengatakan pada Inka. Terima kasih..” Ucap Kenneth.
Prista hanya menunduk dan menangis.
“Aku tahu, Ivan mencintai Inka. Karena itu aku membiarkan Ivan salah faham. Setelah aku pergi, aku tahu jika Ivan akan menjaga Inka dengan tulus, meskipun di atas rasa dendamnya kepadaku. Kamu tahu ? Sifat manja Ivan berubah jika ia sedang memperjuangkan Inka.”
“Prista, sekarang kamu boleh keluar. Katakan pada mereka, aku minta maaf, dan sekarang aku pergi dengan tenang.” Air mata terselip di antara senyuman Kenneth.
“Kenneth..”
Kenneth hanya tersenyum, kemudian memalingkan wajahnya dari Prista. Prista mengerti, Kenneth telah selesai bicara dan ingin dirinya pergi.
Prista keluar dan menatap Inka. Mengetahui Prista memandang ke arahnya, Inka memalingkan muka.Prista mendekat pada Inka dan Ivan.
“Dia bilang, dia telah pergi dengan tenang..” Ucap Prista yang juga tak dapat menahan tangis.
“Apa ? Apa kamu bilang ? Sekarang apa lagi, Prista ?! Kamu bohong lagi ?” Inka mencengkeram lengan Prista.
Pintu ruangan itu terbuka, Inka berharap Kennethlah yang keluar dan membuktikan jika Prista berbohong.
“Kenneth !” Panggil Inka.
Pintu ruangan itu terbuka, Inka berharap Kennethlah yang keluar dan membuktikan jika Prista berbohong. Kenneth kekuar dengan bantuan dua perawat. Inka tahu, Kenneth telah dalam keadaan tak bernyawa. Sekujur tubuhnya telah tertutup kain putih.
“Kenneth!!!!” Inka menjerit tak berdaya, hanya itu yang ia bisa. Kemudian ia pingsan.
Sebelum kau pergi jauh dariku,
Dengarlah isi hatiku tentang dirimu
Yang selalu ku cinta,
Dan selalu ku rindukan..
Maafkanlah semua kesalahanku,
Ku buat kau menangis, pergi, dan berlalu
Meninggalkan diriku
Dan takkan pernah kembali
Dan akhirnya kesendirian hatiku
Menyadarkan diriku bahwa engkaulah
Penguasa hatiku.
Engkaulah cinta sejati
Dalam hidupku kaulah yang terakhir yang selalu ku nanti sampai akhir nanti
Dan kaulah satu-satunya yang selalu ku rindukan
Menghiasi ruangan hatiku
Sampai akhir nanti...
(Ungu~ Penguasa Hatiku)
Batu nisan telah ditancapkan, jelas terukir nama Kenneth Alexander di situ. Inka tak menangis lagi, ia hanaya terdiam menatap makam Kenneth di atas kursi rodanya. Sejak Prista menceritakan semuanya, Inka merasa terpukul dan bersalah. Ia tak sanggup menopang beban mentalnya.
Bunga mawar putih yang dijanjikan Kenneth, bukan bertaburan di kamar pengantin mereka, tetapi justru di atas makam salah satu dari mereka.
Inka menangis bisu.
****
“Ivan.. Selamat ya, sayang. Akhirnya kamu lulus. Jadi, kamu akan mengambil spesialis apa, Nak?” Suara di seberang sana berbisik di telinga Ivan.
“Terima kasih, Ma.” Kata Ivan, kemudian berfikir sejenak.
“Aku telah memutuskan untuk mengambil spesialis kejiwaan.” Lanjut Ivan.
“Apa? kenapa?”
“Gadis yang Ivan cintai sedang bersedih.. Begitu bersedihnya, hingga ia tak dapat menopangnya sendiri..”
“Ivan.. Apa dia adalah Inka?”
“Iya, ma. Ivan mencintainya sebelum Kenneth, tetapi Sekarang Kennethlah yang meminta Ivan menjaganya..”
Agustus, 2013
Inka duduk di panggung senja bersama buket bunga mawar putih. Tatapannya begitu kosong. Ivan mendekati Inka dan memandangi wajahnya.
“Di saat keadaanmu yang seperti ini pun, Jantungku selalu berdegup kencang..” Ungkap Ivan.
Ia memeluk Inka, Untuk yang pertama kali.
“Aku mencintaimu, Inka. Izinkan aku menggantikan Kenneth, kakakku.” Bisik Ivan.
Ivan memperhatikan Inka yang tetap tanpa ekspresi. Wajahnya bagitu datar, tatapannya begitu kosong.
“Tapi, bahkan kamu tak pernah melihat orang lain setelah Kenneth.” Kata Ivan.
Ia beranjak meninggalkan Inka dengan kesedihannya.
Inka menatap langkah Ivan yang semakin menjauh, dan air matanya mulai menetes.
“Ivan..” Panggilnya lirih.
****
Pagi ini Inka telah duduk di bangku taman, Ia memeluk buket bunga mawar putihnya. Ivan berlarian menghampirinya.
“Inka, kenapa kamu harus kabur dari kamar saat sarapan? Kamu harus makan..” Kata Ivan dengan nafas yang memburu.
Inka meneteskan air matanya, Ivan terkejut melihat Inka bersedih.
“Inka, Apa ada yang menyakiti mu?” Tanya Ivan, pertanyaan yang tentu tak akan terjawab.
“Maaf jika aku menyakitimu, Aku hanya tak ingin kamu lupa makan..” Lanjutnya.
Namun, air mata tetap membasahi wajah datar Inka.
“Kamu.. Bersedih karena Kenneth?” Ivan menunduk bersedih.
“Kenneth.. Pasti baik-baik saja di sana..” Ivan berusaha tersenyum.
“Kamu lihat awan di sana?” Ivan menunjuk awan putih tebal di hamparan langit biru.
“Kenneth sedang mengintipmu dari sana. Dia pasti sedih melihatmu seperti ini.” Lanjutnya.
“Seperti aku yang bersedih, karena mencintaimu di balik bayang-bayang kakak ku sendiri.” Ivan berkata dalam hati.
Ivan teringat akan sesuatu. Ia pergi sejenak, kemudian kembali dengan gitar akustiknya.
Ia mulai bernyanyi sambil menatap awan putih, Sesekali ia menatap wajah Inka dan meneteskan air matanya.
Aku sadari engkau pernah dengan dirinya,
Dan di dalam hati mu masih ada namanya.
Mohon ijinkan aku untuk mendekati diri mu,
Dan meyakinkan engkau bila ku mengharap mu.
Walau aku harus seberangi lautan,
Dan mendaki gunung tinggi ambil bintang untuk mu.
Walau aku harus mengitari bumi,
Mencari sesuatu yang bisa membuatmu tertawa..
Bagaimana caranya agar engkau mengerti yang selalu di hati hanyalah dirimu?
Sudah berbagai cara telah ku lakukan,
Walaupun harus terjatuh aku tak akan pernah menyerah!
Hari berganti seiring dengan ku mencoba mendapatkan hati mu,
Mendapatkan cinta mu.
Namun yang kau berikan tetap diam dan membisu,
Tapi aku tak akan pernah untuk mencoba!
(Rama ~ Takkan Menyerah)
“Inka, Sebenarnya aku sangat marah pada Kenneth. Ia meninggalkanmu, dan sejak itu.. Kamu tak pernah lagi menikmati indahnya dunia ini. Tapi, aku lebih marah pada diriku sendiri. Yang tidak pernah bisa mengembalikan indah dunia itu padamu. Bahkan, sampai tiga tahun telah berlalu..”
“Jangan pernah menderita karena orang yang meninggalkanmu, karena aku akan tetap di sini untukmu, menemanimu sampai kapan pun.. Kamu dengar itu, Inka?”
Ivan memeluk Inka lebih lama dan lebih dalam dari sebelumnya, kemudian beranjak pergi. Ia tak dapat menahan kesedihannya lagi. Dan Inka kembali merasakan sesuatu yang hangat mengalir di pipinya.
****
Hari telah sore.
Ivan berjalan cepat, Buket bunga mawar putih telah di genggamannya. Tetapi matanya masih mencari sosok Inka.
“Dokter Ivan!” Seseorang memanggil Ivan dan berlari ke arah nya.
“Ada apa, sus?”
“Pasien Inka tidak ada di tempat.”
“Apa? Kamu yakin sudah mencarinya?”
Suster di hadapan Ivan mengangguk.
Tanpa berkata lagi, Ivan mencari kembali Inka di seluruh sudut Rumah Sakit. Inka tak di temukan juga. Ivan terlihat sangat khawatir. Ivan mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju pada sebuah tempat, dan berhenti di area pemakaman.
“Kenneth, Kamu apa kabar?” Ivan berjongkok di samping gundukan hijau berbatu nisan.
“Kamu pasti puas. Inka.. Dia selalu mengingatmu dalam hatinya. Kamu tahu? Dan ia tak pernah sekalipun menyebut nama ku dari bibirnya.” Ivan tersenyum kecil, sambil menghapus air mata yang sempat tumpah.
“Kenneth, Aku mohon. Ijinkan aku menjaganya. Bantu aku menemukannya, sekalipun kamu tak akan merelakannya untukku.”
****
Ivan melihat Inka berdiri di jalanan kota jogja dimana Ivan pernah melihatnya bersama Kenneth. Inka masih menenakan seragam rumah sakit, sepertinya ia hendak menyebrang jalan raya yang dipenuhi mobil dan motor yang berlalu lalang.
Ivan menghampiri Inka dan meraih tangannya, Namun Inka menghempaskan tangannya ke udara. Ia melepaskan genggaman Ivan dan berlari. Saat ia akan mengejarnya ia melihat datang sebuah truk berwarna putih dengan kecepatan tinggi dan tak disadari Inka. Suara klakson tentu saja berbunyi panjang ketika mobil itu telah mendekati Inka. Ivan berteriak sekencang-kencangnya.
“INKAAAAA!!!”
Syukurlah… syukurlah Ivan berhasil menariknya dan memeluknya sehingga tak terjadi sesuatu yang buruk kepadanya. Jika itu terjadi, Ivan tak tau harus berbuat apa. Dalam sekejap, kaki dan tangan Ivan membeku. Ia masih terus mendekap Inka erat. Dan melihat ketakutan yang mendalam di matanya. Ia menggigit kukunya dengan gemetaran, sedangkan orang-orang berkerumun mengelilingi mereka. Ivan mulai merasakan sakit. Sakit yang teramat sangat di dalam dadanya, sampai tangannya memegangi dadanya erat.
Inka masih menggigit kukunya dengan ketakutannya. Ivan tersenyum lega melihat tak sedikit pun Inka terluka. Keringat dingin mulai bercucuran di kening Ivan. Telapak tangannya juga terasa basah dengan keringat. Ada yang mencengkeram jantungnya hingga sulit berdetak. Ivan jatuh. Matanya masih tetap memandang Inka, dan masih tersenyum untuknya sambil menahan rasa sakitnya.
“Ivan..”
“Kamu.. Menyebut nama ku?” Ivan gembira mendengar suara Inka menyebut namanya.
Inka mulai bereaksi mendekati Ivan yang kesakitan.
“Ivan!” Inka mendekati Ivan dan menggenggam tangannya.
Meskipun menahan rasa sakit, Ivan tetap menggenggam tangan Inka dengan lembut dan tidak mencengkeramnya. Inka kebingungan, namun kemudian ia mengingat Kenneth.
“Jangan ulangi kesalahan Kenneth. Katakan! Kamu juga mempunyai penyakit jantung sepertinya?” Inka bertanya tegas.
Ivan tersenyum mengetahui perkembangan Inka.
“Jawab!” Bentak Inka.
Ivan mengangguk pelan.
****
Inka berlarian senada mengiringi roda ranjang Ivan.
“Bertahanlah! Aku mohon!” Pinta Inka. Tangannya tak pernah ia lepaskan dari Ivan, sampai Ivan masuk ke dalam ruangan rawatnya.
Inka terduduk lemah, Jantungnya berdegup kencang.
“Inka!” Prista menghampiri Inka dengan seragam perawatnya.
“Kamu sudah sembuh?” Ia terlihat senang mengetahui sahabatnya telah sembuh.
“Pris, Ivan! Dia punya penyakit jantung seperti Kenneth. Sekarang dia di dalam.” Jelas Inka, namun Prista hanya menunduk menyesal.
“Pris, kenapa? Jangan katakan kamu juga sudah mengetahui nya?!”
“Ivan itu memang pasien jantung di sini. Waktu aku tahu tentang itu, aku mengingatkan tentang Kenneth. Aku tidak bisa membiarkanmu kehilangan dua kali dengan cara yang sama. Tetapi, menurut Ivan kamu tidak akan peduli padanya apapun keadaannya. Kamu tidak akan pernah mencarinya jika ia sekarat, dan kamu tidak akan menangisinya jika ia meninggal.” Cerita Prista.
“Apa?”
“Inka, Cita-cita Ivan untuk menjadi Dokter spesialis jantung agar bisa mengobati dirinya sendiri pupus, Saat dia memutuskan untuk menjadi Dokter spesialis kejiwaan agar dapat menyembuhkanmu.”
Inka terdiam, Sendi-sendinya tak mampu lagi menopang kenyataan.
“Ivan mencintaimu sebelum Kenneth ada di dalam kehidupan kamu. Tetapi, dia adalah orang yang paling marah ketika Kenneth membatalkan pernikahannya dengan mu..” Prista menjatuhkan air matanya,
“Kamu selalu sibuk dengan penderitaan mu sendiri, Tanpa peduli ada orang yang lebih menderita memikirkan mu.”
“Cukup, Pris! Kamu ingin aku lebih merasa bersalah dari ini?”
Prista memeluk Inka yang menangis sejadi-jadinya.
Belum sempat ku membagi kebahagiaan ku,
Belum sempat ku membuat dia tersenyum,
Haruskah ku kehilangan tuk ke sekian kali?
Tuhan ku mohon jangan lakukan itu..
Sebab ku sayang dia,
Sebab ku kasihi dia,
Sebab ku tak rela tak selalu bersama,
Ku rapuh tanpa dia,
Seperti kehilangan harap..
Jikalau memang harus ku alami duka,
Kuatkan hati ini menerima nya.
(Agnes monica ~ Rapuh)
****
Yang Inka takutkan terjadi. Ivan telah mencapai tahap akhirnya, Tak ada yang bisa dilakukan dokter kecuali Transplatasi jantung. Itu jugalah, yang akan di lakukan Inka untuk menebus kesalahannya pada Ivan.
Inka dan Ivan telah siap di meja operasi. Selagi bisa, Inka menatap Ivan yang terpejam sepuas hatinya. Bibirnya yang merah itu senantiasa tersenyum pada Inka sekalipun Inka tak pernah membalasnya. Mata itu selalu terjaga untuk memastikan tak ada hal buruk yang terjadi pada Inka sekalipun Inka tak peduli apa yang akan terjadi padanya. Tangan itu yang selalu menarik Inka ketika ia akan terjatuh ataupun menjatuhkan dirinya. Dan, Tubuh yang kini lemah itu selalu menopang segala yang tak sanggup di topang Inka. Ivan..
“Aku ingin kamu selalu ada untukku… Walaupun tanpa kukatakan kamu pasti selalu menemaniku… Namun kali ini berbeda.” Inka meraih tangan Ivan dan menggenggamnya.
“Dulu aku selalu berfikir untuk pergi bersama Kenneth. Tetapi ketika sekarang aku ingin bersama mu, Aku justru harus pergi dengan Kenneth.”
Air mata Inka mulai meleleh.
“Akhirnya semua ini akan berakhir juga..” Inka mempererat genggamannya.
Inka telah siap, dan perlahan pandangannya telah buram. Ia tahu, itulah terakhir kali ia menatap terangnya dunia. Setelah itu, Ia akan meninggal.
****
Inka berbaring di hamparan rumput memandangi hamparan langit tanpa awan. Senyumnya mengembang. Di sisi kanan, telah hadir Ivan yang menemaninya.
“Kenapa Kamu di sini?” Tanya Inka.
“Memangnya kenapa?” Tanya Ivan.
“Bukan kah ini alam ku? Bukan kah aku sudah mati?”
Ivan tersenyum,
“Kamu fikir aku akan membiarkanmu mati? Sendirian? Aku belum puas bersama mu.” Jelasnya.
“Aku juga tidak akan membiarkan Ivan membunuhmu untuk hidupnya.”
Inka terkejut, Seseorang berkata dari samping kirinya.
“Kenneth?”
“Aku tidak akan membuat Ivan tenang, jika dia mencintai orang lain dalam hidupnya, sedangkan dia hidup dengan jantungmu.” Kata Kenneth.
Inka bangkit dan berdiri,
“Apa kalian ini sepakat untuk meninggalkanku dengan cara yang sama?”
Untuk pertama kalinya, Inka melihat Kenneth dan Ivan tertawa bersama.
Inka kesal dan beranjak meninggalkan mereka berdua. Tetapi ketika membalikkan badannya kembali, Inka telah sendiri.
“KENNEEETH!!!”
“IVAAAN!!!”
****
Inka membuka matanya perlahan dan mendapati nuansa putih di ujung matanya.
“Kamu sudah bangun?”
Inka heran ketika mendapati Prista di sampingnya.
Inka pun tak merasa sakit, karena memang tak ada bekas sayatan pisau operasi pada dadanya.
Dan kemudian ia mengingat, Jika bukan dirinya yang pergi. Tetapi Ivan yang memilih bersama Kenneth. Apakah itu berarti..?
“Ivan! Dimana dia, Pris?” Inka terlihat cemas.
“Tenanglah.. Tadi sebelum operasi dimulai, orangtuanya Ivan datang. Dia yang menghentikan semuanya. Karena Kenneth dan Ivan tidak akan bisa memaafkan mereka jika membiarkanmu melakukan itu. Sekarang, mereka membawa Ivan keluar negeri dan melakukan transplatasi jantung di sana.” Jelas Prista.
****
‘Enam bulan setelah hal itu terjadi, Kini aku memulai hidupku dengan normal. Aku kembali tinggal bersama Prista di sebuah apartemen, dan melanjutkan pendidikanku yang terbengkalai.
Enam bulan berlalu, Ivan belum juga memberi kabar. Entah, Dia masih hidup atau..? Ah, aku tak pernah ingin memikirkan hal itu. Aku yakin dia akan sembuh, Dan kembali menemani ku seperti janjinya. Hari demi hari, Aku menunggunya dengan setia. Sebagaimana dia telah menungguku sembuh dengan setianya.
Setiap sore, aku selalu membawa bunga mawar putih dan duduk di bangku taman gedung Rumah Sakit Jiwa seperti yang ku lakukan bersama Ivan dulu. Sampai pada hari ini…’
Inka berjalan menuju bangku taman, sambil menyapa satu persatu suster yang pernah merawatnya dulu. Sampai ia di bangku taman, Buket mawar putih segar telah menunggunya.
“Kamu kemana saja? Aku.. Sudah lama menunggumu.”
Inka membalikkan badan, dan mendapati Ivan telah berdiri di hadapannya dan tersenyum kepadanya, membuat senyuman Inka terbalut tangisan bahagia. Inilah pertama kali Inka merasakan jantungnya berdetak kencang di hadapan Ivan, dan jantung Ivan yang tetap berdetak kencang untuk Inka.
“Hai! apa kabar, Inka?”
Rounded Rectangle: Nama : Risma Wiki Hamidah
Kelas : IX F
No.  : 25
Selesai

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik