“Senandung Detak Jantung ”
Karya : Oshin Shasela
Ivan menggenggam erat
bunga mawar putih. Ia akan menemui seseorang setiap sore di bangku gedung itu.
Seseorang yang ia cintai, namun bukan kekasihnya. Seorang perempuan berambut
panjang terurai itu telah duduk manis di bangku biru taman dengan baju biru
khasnya. Ivan telah di hadapan perempuan itu, dan tersenyum kepadanya. Meskipun
perempuan itu tidak pernah memblas senyuman Ivan, tetapi Ivan selalu senyum
tulus kepadanya. Ivan duduk di sampingnya, memperhatikan keadaan perempuan itu.
Semakin hari, wajahnya nampak semakin pucat. Tubuhnya semakin kurus, dan ada
garis hitam di bawah matanya.
Ivan : “Kamu pasti tidak tidur lagi
ya ?” tanya Ivan.( Ivan tahu, tanyanya tidak akan di jawab oleh
perempuan itu.) Ini untukmu..” Lanjut
Ivan.( Ivan mengganti buket bunga yang ada di tangan perempuan itu)
Kali ini ia tersenyum
kepada Ivan. Ya, itu adalah satu-satunya hal yang dapat membuatnya tersenyum
kepada Ivan. Bunga mawar putih. Itu pula yang membuatnya mengingat hal yang
telah terjadi pada dirinya.
****
September, 2010.
Inka. Dari Akademi
Kebidanan semester akhir. Dia cantik dan pintar, juga termasuk mahasiswi yang
aktif. Seluruh sudut kampus bahkan mengenalnya.
Inka berjalan di
koridor dengan senyuman ramahnya.
Tiara : “Hai, Inka....”
Nuka : “Halo cantik....”
Sapaan demi sapaan
berbalut pujian ringan telah menjadi sarapan telinga sehari-hari, dan senyuman
manis. Semua terdengar biasa, kecuali...
Kenneth : “Sayang !”
Inka : ( Inka membalikan badanya dan melihat seseorang tengah berlari ke
arahnya.) “Kakak ? Kenapa di sini ?” (Dengan
heran, namun ia tetap tersenyum mendapati kekasihnya telah berdiri di
hadapannya.)
Kenneth : “Aku hanya ingin memberikan ini.” (sambil memberikan buket bunga mawar putih
yang indah.)
Inka : “Wah... terima kasih !” (sambil tersenyum)
Di antara senyuman
kedua sejoli itu, ada sepasang mata yang memperhatikannya dari salah satu sudut
koridor. Tatapan mata itu tajam, namun bukan marah.
Kenneth : “Dua minggu lagi, kamu kamu akan
melihat hamparan bunga ini. Kamu suka ?” tanya Kenneth.
Inka mengangguk dengan
semangat.
****
Inka memperhatikan tangannya yang tengah
digenggam Kenneth di sebuah jalanan kota Yogyakarta yang rapi dan indah.
Ratusan pasangan telah berlalu lalang dengan romansanya.
Kenneth :
“Jika
kita tidak bersama lagi, apa kamu akan tetap datanag ke tempat ini ?” Tanya
Kenneth.
Inka : “Kamu ini bicara apa ? Bukankah kita akan
segera bersama-sama selamanya ?”( Inka
terlihat cemberut.)
Kenneth : “Selama apapun kita bersama, pasti
akan berpisah juga. Jawab saja pertanyaanku.” Kata Kenneth.(sambil mencubit pipi Inka.)
Inka : “Mana mungkin aku berani ke
sini lagi tanpamu ?” gerutu Inka.
Kenneth tertawa geli,
kemudian mengelus punggung tangan Inka di genggamannya.
Kenneth :
“Suatu saat nanti, akan ada kisah...Di jalanan kota ini kita pernah
berjalan bersama.”
Inka :
“Kakak...” (sambil menatap
sendu Kenneth.)
****
Prista : “Jadi, kamu akan menikah dua minggu lagi ?”
Prista terkejut.
Inka hanya mengangguk kegirangan.
Prista : “Kamu kan belum lulus.”
Inka : “Hey, aku pasti bisa melakukan
keduanya.”
Prista : “Kenapa mendadak ?”
Inka : “Sebenarnya, ini permintaanku.
Tapi, malam waktu aku memutuskan ingin menikah, Kenneth seperti berat. Apa
mungkin dia tidak mencintaiku ?” Inka meragu.
Prista : “Dia pasti sangat mencintaimu.”
Prista meyakinkan.
Namun, Inka menangkap ada
kecemasan di wajah Prista, sahabatnya.
****
Hari
pernikahan pun tiba. Lipstik
itu telah telah memoles bibir manisnya, dan ia pun telah bersiap pada hari
terindahnya.
Prista : “Inka. Kamu terlihat cantik
dengan apapun yang kamu pakai..” puji sahabatnya, Prista.
Inka tersenyum.
Inka : “Ini bukan mimpi kan ? Aku
akan menikah hari ini ?”
Prista mengangguk.
Prista : “Tapi aku minta maaf, ya..Aku
harus pergi.”
Inka : “Ya,aku mengerti.”
Inka tahu, hari itu Prista
harus keluar kota bersama keluarganya.
Satu jam sudah dari waktu
yang telah ditentukan, namun Kenneth tak juga datang. Dua jam. Inka mulai
cemas. Tiga jam . Kenneth tidak bisa dihubungi. Sampai pada enam jam kemudian
semuanya batal. Inka menangis tersedu. Masih dengan gaunnya, ia menghampiri
Kenneth di rumahnya. Inka tak percaya, rumahnya begitu sepi. Tak juga nampak
orang tuanya yang seharusnya telah datang dari Washington untuk pernikahan
Kenneth dengan Inka. Inka telah melihat Kenneth di depan matanya, namun Kenneth
tak menyadari kedatangan Inka. Ia sama sekali tak terlihat bersiap dengan
pernikahannya, justru masih mengenakan baju tebal dengan syal di lehernya.
Kenneth duduk bersama seseorang. Tak terlihat jelas siapa dia.
Kenneth : “Akhirnya aku menjadi pengecut.” (Kenneth memulai pembicaraan.)
Prista : “Justru kamu tak boleh
melakukannya agar tak ada yang tersakiti.”
Inka : “Suara perempuan itu seperti
suara...” gumamnya dalam hati.
Inka menyadari ada kaca
yang dapat memantulkan wajah Kenneth, dan yang berada di sebelahnya adalah..
Inka : “Prista ?” (Inka mendekat.)
Kenneth dan Prista tekejut
dengan kehadiran Inka.
Prista : “Inka ?”
Inka : “Kamu terkejut dengan
keberadaanku ?” (Inka menatap tajam.
Matanya seketika merah.)
Prista menggeleng pelan.
Inka memandang wajah Kenneth yang pucat.
Inka : “Kakak, kenapa wajahmu pucat ?
Kamu begitu terkejut karena aku sudah mengetahui semuanya ?” Wajah Inka merah
padam.
Prista : “Ka, ini tak seperti yang
kamu..”
Inka : “Tak seperti yang aku lihat.
Kamu ingin bicara begitu, kan ?” (Inka
memotong pembicaraan Prista dengan nada suara yang tinggi.)
Kenneth : “Aku minta maaf !” (Kenneth mulai membuka mulutnya.) “Aku
mencintai Prista. Aku tidak akan meninggalkannya hanya demi kamu. Dari awal,
aku tidak pernah berniat menikah denganmu.” Ucap Kenneth.
Inka terkejut, sedangkan
ia melihat Prista menangis. Kini dadanya begitu sesak, nafasnya terasa
mengambang. Sebuah tamparan bagi Inka.
Inka : “Kalian ini tak pernah punya
hati, ya ? Dua orang yang beraryi dalam hidupku...”( Inka mengepalkan tangannya.) “Mulai sekarang, aku bukan sahabatmu
!” (Katanya, telunjuknya mengarah pada
Prista.) “Dan mulai sekarang...bagiku kamu sudah mati !” (Kini Inka menunjuk Kenneth.)
Ivan : “Kenneth !!!” Seseorang
berteriak memanggil Kenneth.
Valeryan Ivan, seorang
mahasiswa kedokteran semester akhir yang tampan, kaya dan manja itu berteriak
keras mencari sosok Kenneth.
Kenneth : “Kamu mencariku ?” ( Kenneth menyambut Ivan dengan Senyuman.)
Tetapi tanpa ia duga, Ivan
memukulnya dengan keras hingga bibir dan hidungnya mengeluarkan darah. Kenneth
jatuh tersungkur.
Ivan : “Sudah ku bilang ! Jika kamu
menyakiti gadis itu, aku akan merebutnya darimu !” (Kata Ivan dengan nada tinggi, kemudian melangkah pergi meninggalkan
Kenneth yang masih kesakitan.)
Kenneth : “Ivan ! Jaga Inka sebaik yang kamu
bisa !”
Ivan tak menghentikan
langkahnya.
****
Inka berlarian di
koridor rumah sakit dengan sisa air
matanya sejak tadi. Ia berhenti ketika melihat Prista telah duduk manis
menunggu. Inka menghampiri Ivan.
Prista : “Apa yang terjadi ?”
Ivan : “Entahlah, tapi tadi dia
ditemukan pingsan di kamarnya.” Jelas Ivan.
Tak lama, seseorang
berseragam putih keluar dari pintu Unit Gawat Darurat.
Suster : “Maaf, pasien ingin berbicara
dengan yang bernama Prista.”
Inka menunduk, sedangkan
Ivan menatap marah. Prista memasuki ruangan itu dan melangkah pelan memndekati
Kenneth yang terbaring lemah.
Kenneth : “Prista..” panggilnya pelan.
Prista : “Seharusnya di saat seperti
ini, kamu ceritakan semuanya pada Inka dan Ivan. Adik mu.” (Prista mulai menangis.)
Kenneth : “Katakan, apa yang harus kuceritakan
pada mereka ?”
Prista semakin menitikkan
air matanya, Kenneth hanya tersenyum.
Kenneth : “Apa aku harus mengatakan, ‘Hai aku
sedang sakit. Bersiaplah untuk pemakamanku, ya.. Begitu ?”
Prista : “Harusnya kamu katakan, bukan
aku yang kamu cintai. Sebelum hari pernikahan kalian, dokter memvonis usiamu
yang hanya dalam hitungan jam, dan kamu tak ingin pergi dalam beberapa jam
setelah pernikahan kalian !”
Lagi-lagi, Kenneth
tersenyum.
Kenneth : “Prista, waktu itu kamu tak sengaja
menemukanku yang tengah kesakitan ketika menunggu Inka. Aku senang, bukan Inka
yang menemukanku dalam keadaan yang menyedihkan. Dan disaat kamu tahu aku sakit
jantung, tak sedikit pun kamu mengatakan pada Inka. Terima kasih..” Ucap
Kenneth.
Prista hanya menunduk dan
menangis.
Kenneth : “Aku tahu, Ivan mencintai Inka.
Karena itu aku membiarkan Ivan salah faham. Setelah aku pergi, aku tahu jika
Ivan akan menjaga Inka dengan tulus, meskipun di atas rasa dendamnya kepadaku.
Kamu tahu ? Sifat manja Ivan berubah jika ia sedang memperjuangkan Inka.
Prista, sekarang kamu boleh keluar. Katakan pada mereka, aku minta maaf, dan
sekarang aku pergi dengan tenang.” (Air
mata terselip di antara senyuman Kenneth.)
Prista : “Kenneth..”
Kenneth hanya tersenyum,
kemudian memalingkan wajahnya dari Prista. Prista mengerti, Kenneth telah
selesai bicara dan ingin dirinya pergi. Prista keluar dan menatap Inka.
Mengetahui Prista memandang ke arahnya, Inka memalingkan muka.Prista mendekat
pada Inka dan Ivan.
Prista : “Dia bilang, dia telah pergi
dengan tenang..” (Ucap Prista yang juga
tak dapat menahan tangis.)
Inka : “Apa ? Apa kamu bilang ? Sekarang
apa lagi, Prista ?! Kamu bohong lagi ?” (Inka
mencengkeram lengan Prista.)
Pintu ruangan itu terbuka,
Inka berharap Kennethlah yang keluar dan membuktikan jika Prista berbohong.
Inka : “Kenneth !” Panggil Inka.
Pintu ruangan itu terbuka,
Inka berharap Kennethlah yang keluar dan membuktikan jika Prista berbohong.
Kenneth kekuar dengan bantuan dua perawat. Namun akhirnya Inka tahu, Kenneth
telah dalam keadaan tak bernyawa. Sekujur tubuhnya telah tertutup kain putih.
Inka : “Kenneth!!!!” (Inka menjerit tak berdaya, hanya itu yang
ia bisa. Kemudian ia pingsan)
Batu nisan telah ditancapkan, jelas terukir nama Kenneth Alexander di situ.
Inka tak menangis lagi, ia hanaya terdiam menatap makam Kenneth di atas kursi
rodanya. Sejak Prista menceritakan semuanya, Inka merasa terpukul dan bersalah.
Ia tak sanggup menopang beban mentalnya.
Bunga mawar putih yang dijanjikan Kenneth,
bukan bertaburan di kamar pengantin mereka, tetapi justru di atas makam salah
satu dari mereka.
Inka menangis bisu.
****
Mama
Ivan : “Ivan.. Selamat ya, sayang.
Akhirnya kamu lulus. Jadi, kamu akan mengambil spesialis apa, Nak?” (Suara di seberang sana berbisik di telinga
Ivan.)
Ivan : “Terima kasih, Ma.” (Kata Ivan, kemudian berfikir sejenak.)“Aku
telah memutuskan untuk mengambil spesialis kejiwaan.” Lanjut Ivan.
Mama
Ivan : “Apa? kenapa?”
Ivan : “Gadis yang Ivan cintai
sedang bersedih.. Begitu bersedihnya, hingga ia tak dapat menopangnya
sendiri..”
Mama
Inka : “Ivan.. Apa dia adalah Inka?”
Ivan : “Iya, ma. Ivan mencintainya
sebelum Kenneth, tetapi Sekarang Kennethlah yang meminta Ivan menjaganya..”
****
Agustus,
2013
Inka
duduk di panggung senja bersama buket bunga mawar putih. Tatapannya begitu
kosong. Ivan mendekati Inka dan memandangi wajahnya.
Ivan : “Di saat keadaanmu yang
seperti ini pun, Jantungku selalu berdegup kencang..” Ungkap Ivan. (Ia memeluk Inka, Untuk yang pertama kali.) “Aku
mencintaimu, Inka. Izinkan aku menggantikan Kenneth, kakakku.” Bisik Ivan.
(Ivan memperhatikan Inka yang tetap tanpa
ekspresi. Wajahnya bagitu datar, tatapannya begitu kosong.) “Tapi, bahkan kamu tak
pernah melihat orang lain setelah Kenneth.” Kata Ivan.
Ia
beranjak meninggalkan Inka dengan kesedihannya. Inka menatap langkah Ivan yang
semakin menjauh, dan air matanya mulai menetes.
Inka : “Ivan..” Panggilnya lirih.
****
Pagi
ini Inka telah duduk di bangku taman, Ia memeluk buket bunga mawar putihnya.
Ivan berlarian menghampirinya.
Ivan : “Inka, kenapa kamu harus
kabur dari kamar saat sarapan? Kamu harus makan..” Kata Ivan dengan nafas yang
memburu.
Inka
meneteskan air matanya, Ivan terkejut melihat Inka bersedih.
Ivan : “Inka, Apa ada yang menyakiti
mu?” (Tanya Ivan, pertanyaan yang tentu
tak akan terjawab.) “Maaf jika aku menyakitimu, Aku hanya tak ingin kamu
lupa makan..” Lanjutnya. (Namun, air mata
tetap membasahi wajah datar Inka.) “Kamu.. Bersedih karena Kenneth?” ( Ivan menunduk bersedih.) “Kenneth..
Pasti baik-baik saja di sana..” (Ivan
berusaha tersenyum.)“Kamu lihat awan di sana?” (Ivan menunjuk awan putih tebal di hamparan langit biru.) “Kenneth
sedang mengintipmu dari sana. Dia pasti sedih melihatmu seperti ini.”
Lanjutnya. “Seperti aku yang
bersedih, karena mencintaimu di balik bayang-bayang kakak ku sendiri.”
(Ivan berkata dalam hati.)
Ivan
teringat akan sesuatu. Ia pergi sejenak, kemudian kembali dengan gitar
akustiknya. Ia mulai bernyanyi sambil menatap awan putih, Sesekali ia menatap
wajah Inka dan meneteskan air matanya.
Iva : “Inka, Sebenarnya aku
sangat marah pada Kenneth. Ia meninggalkanmu, dan sejak itu.. Kamu tak pernah
lagi menikmati indahnya dunia ini. Tapi, aku lebih marah pada diriku sendiri.
Yang tidak pernah bisa mengembalikan indah dunia itu padamu. Bahkan, sampai
tiga tahun telah berlalu..Jangan pernah menderita karena orang yang
meninggalkanmu, karena aku akan tetap di sini untukmu, menemanimu sampai kapan
pun.. Kamu dengar itu, Inka?” (Ivan
memeluk Inka lebih lama dan lebih dalam dari sebelumnya, kemudian beranjak
pergi. Ia tak dapat menahan kesedihannya lagi. Dan Inka kembali merasakan
sesuatu yang hangat mengalir di pipinya. )
****
Hari
telah sore.
Ivan
berjalan cepat, Buket bunga mawar putih telah di genggamannya. Tetapi matanya
masih mencari sosok Inka.
Suster : “Dokter Ivan!” (Seseorang memanggil Ivan dan berlari ke
arah nya.)
Ivan : “Ada apa, sus?”
Suster : “Pasien Inka tidak ada di
tempat.”
Ivan : “Apa? Kamu yakin sudah
mencarinya?”
Suster
di hadapan Ivan mengangguk.
****
Tanpa
berkata lagi, Ivan mencari kembali Inka di seluruh sudut Rumah Sakit. Inka tak
di temukan juga. Ivan terlihat sangat khawatir. Ivan mengendarai mobilnya
dengan kecepatan tinggi menuju pada sebuah tempat, dan berhenti di area
pemakaman.
Ivan :“Kenneth, Kamu apa kabar?” (Ivan berjongkok di samping gundukan hijau
berbatu nisan.) “Kamu pasti puas. Inka.. Dia selalu mengingatmu dalam
hatinya. Kamu tahu? Dan ia tak pernah sekalipun menyebut nama ku dari
bibirnya.” (Ivan tersenyum kecil, sambil
menghapus air mata yang sempat tumpah.) “Kenneth, Aku mohon. Ijinkan aku
menjaganya. Bantu aku menemukannya, sekalipun kamu tak akan merelakannya
untukku.”
****
Ivan
melihat Inka berdiri di jalanan kota jogja dimana Ivan pernah melihatnya
bersama Kenneth. Inka masih menenakan seragam rumah sakit, sepertinya ia hendak
menyebrang jalan raya yang dipenuhi mobil dan motor yang berlalu lalang.Ivan
menghampiri Inka dan meraih tangannya, Namun Inka menghempaskan tangannya ke
udara. Ia melepaskan genggaman Ivan dan berlari. Saat ia akan mengejarnya ia
melihat datang sebuah truk berwarna putih dengan kecepatan tinggi dan tak
disadari Inka. Suara klakson tentu saja berbunyi panjang ketika mobil itu telah
mendekati Inka. Ivan berteriak sekencang-kencangnya.
Ivan : “INKAAAAA!!!”
Syukurlah…
syukurlah Ivan berhasil menariknya dan memeluknya sehingga tak terjadi sesuatu
yang buruk kepadanya. Jika itu terjadi, Ivan tak tau harus berbuat apa. Dalam
sekejap, kaki dan tangan Ivan membeku. Ia masih terus mendekap Inka erat. Dan
melihat ketakutan yang mendalam di matanya. Ia menggigit kukunya dengan
gemetaran, sedangkan orang-orang berkerumun mengelilingi mereka. Ivan mulai
merasakan sakit. Sakit yang teramat sangat di dalam dadanya, sampai tangannya
memegangi dadanya erat.
Inka
masih menggigit kukunya dengan ketakutannya. Ivan tersenyum lega melihat tak
sedikit pun Inka terluka. Keringat dingin mulai bercucuran di kening Ivan.
Telapak tangannya juga terasa basah dengan keringat. Ada yang mencengkeram
jantungnya hingga sulit berdetak. Ivan jatuh. Matanya masih tetap memandang
Inka, dan masih tersenyum untuknya sambil menahan rasa sakitnya.
Inka : “Ivan..”
Ivan : “Kamu.. Menyebut nama ku?” (Ivan gembira mendengar suara Inka menyebut
namanya.)
Inka
mulai bereaksi mendekati Ivan yang kesakitan.
Inka : “Ivan!” (Inka mendekati Ivan dan menggenggam tangannya.)
Meskipun
menahan rasa sakit, Ivan tetap menggenggam tangan Inka dengan lembut dan tidak
mencengkeramnya. Inka kebingungan, namun kemudian ia mengingat Kenneth.
Inka : “Jangan ulangi kesalahan
Kenneth. Katakan! Kamu juga mempunyai penyakit jantung sepertinya?” Inka bertanya
tegas.
Ivan
tersenyum mengetahui perkembangan Inka.
Inka : “Jawab!” Bentak Inka.
Ivan
mengangguk pelan.
****
Inka
berlarian senada mengiringi roda ranjang Ivan.
Inka : “Bertahanlah! Aku mohon!”
Pinta Inka. (Tangannya tak pernah ia
lepaskan dari Ivan, sampai Ivan masuk ke dalam ruangan rawatnya.)
Inka
terduduk lemah, Jantungnya berdegup kencang.
Prista : “Inka!” (Prista menghampiri Inka dengan seragam perawatnya.) “Kamu sudah
sembuh?” (Ia terlihat senang mengetahui
sahabatnya telah sembuh.)
Inka : “Pris, Ivan! Dia punya
penyakit jantung seperti Kenneth. Sekarang dia di dalam.” (Jelas Inka, namun Prista hanya menunduk menyesal.) “Pris, kenapa?
Jangan katakan kamu juga sudah mengetahui nya?!”
Prista : “Ivan itu memang pasien
jantung di sini. Waktu aku tahu tentang itu, aku mengingatkan tentang Kenneth.
Aku tidak bisa membiarkanmu kehilangan dua kali dengan cara yang sama. Tetapi,
menurut Ivan kamu tidak akan peduli padanya apapun keadaannya. Kamu tidak akan
pernah mencarinya jika ia sekarat, dan kamu tidak akan menangisinya jika ia
meninggal.” Cerita Prista.
Inka : “Apa?”
Prista : “Inka, Cita-cita Ivan untuk
menjadi Dokter spesialis jantung agar bisa mengobati dirinya sendiri pupus,
Saat dia memutuskan untuk menjadi Dokter spesialis kejiwaan agar dapat
menyembuhkanmu. Ivan mencintaimu sebelum Kenneth ada di dalam kehidupan kamu.
Tetapi, dia adalah orang yang paling marah ketika Kenneth membatalkan
pernikahannya dengan mu..” Prista
menjatuhkan air matanya.)“Kamu selalu sibuk dengan penderitaan mu sendiri,
Tanpa peduli ada orang yang lebih menderita memikirkan mu.”( Inka terdiam,
Sendi-sendinya tak mampu lagi menopang kenyataan.)
Inka : “Cukup, Pris! Kamu ingin aku
lebih merasa bersalah dari ini?”
Prista
memeluk Inka yang menangis sejadi-jadinya.
Yang
Inka takutkan terjadi. Ivan telah mencapai tahap akhirnya, Tak ada yang bisa
dilakukan dokter kecuali Transplatasi jantung. Itu jugalah, yang akan di
lakukan Inka untuk menebus kesalahannya pada Ivan.
Inka
dan Ivan telah siap di meja operasi. Selagi bisa, Inka menatap Ivan yang
terpejam sepuas hatinya. Bibirnya yang merah itu senantiasa tersenyum pada Inka
sekalipun Inka tak pernah membalasnya. Mata itu selalu terjaga untuk memastikan
tak ada hal buruk yang terjadi pada Inka sekalipun Inka tak peduli apa yang
akan terjadi padanya. Tangan itu yang selalu menarik Inka ketika ia akan
terjatuh ataupun menjatuhkan dirinya. Dan, Tubuh yang kini lemah itu selalu
menopang segala yang tak sanggup di topang Inka. Ivan..
Inka : “Aku ingin kamu selalu ada
untukku… Walaupun tanpa kukatakan kamu pasti selalu menemaniku… Namun kali ini
berbeda.” (Inka meraih tangan Ivan dan
menggenggamnya.) “Dulu aku selalu berfikir untuk pergi bersama Kenneth.
Tetapi ketika sekarang aku ingin bersama mu, Aku justru harus pergi dengan Kenneth.” (Air mata Inka mulai meleleh.) “Akhirnya
semua ini akan berakhir juga..” (Inka
mempererat genggamannya.)
Inka
telah siap, dan perlahan pandangannya telah buram. Ia tahu, itulah terakhir
kali ia menatap terangnya dunia. Setelah itu, Ia akan meninggal.
Inka
berbaring di hamparan rumput memandangi hamparan langit tanpa awan. Senyumnya
mengembang. Di sisi kanan, telah hadir Ivan yang menemaninya.
****
Inka : “Kenapa Kamu di sini?” Tanya
Inka.
Ivan : “Memangnya kenapa?” Tanya
Ivan.
Inka : “Bukan kah ini alamku? Bukan
kah aku sudah mati?”
Ivan
tersenyum.
Ivan : “Kamu fikir aku akan
membiarkanmu mati? Sendirian? Aku belum puas bersamamu.” Jelasnya.
Kenneth : “Aku juga tidak akan membiarkan
Ivan membunuhmu untuk hidupnya.”
Inka
terkejut, Seseorang berkata dari samping kirinya.
Inka : “Kenneth?”
Kenneth : “Aku tidak akan membuat Ivan
tenang, jika dia mencintai orang lain dalam hidupnya, sedangkan dia hidup
dengan jantungmu.” Kata Kenneth.
Inka
bangkit dan berdiri,
Inka : “Apa kalian ini sepakat untuk
meninggalkanku dengan cara yang sama?”
Untuk
pertama kalinya, Inka melihat Kenneth dan Ivan tertawa bersama.
Inka
kesal dan beranjak meninggalkan mereka berdua. Tetapi ketika membalikkan
badannya kembali, Inka telah sendiri.
Inka :“KENNEEETH!!! IVAAAN!!!”
****
Inka
membuka matanya perlahan dan mendapati nuansa putih di ujung matanya.
Prista : “Kamu sudah bangun?”
Inka
heran ketika mendapati Prista di sampingnya. Inka pun tak merasa sakit, karena
memang tak ada bekas sayatan pisau operasi pada dadanya. Dan kemudian ia
mengingat, Jika bukan dirinya yang pergi. Tetapi Ivan yang memilih bersama
Kenneth. Apakah itu berarti..?
Inka : “Ivan! Dimana dia, Pris?” (Inka terlihat cemas.)
Prista : “Tenanglah.. Tadi sebelum
operasi dimulai, orangtuanya Ivan datang. Dia yang menghentikan semuanya.
Karena Kenneth dan Ivan tidak akan bisa memaafkan mereka jika membiarkanmu
melakukan itu. Sekarang, mereka membawa Ivan keluar negeri dan melakukan
transplatasi jantung di sana.” Jelas Prista.
****
‘Enam
bulan setelah hal itu terjadi, Kini aku memulai hidupku dengan normal. Aku
kembali tinggal bersama Prista di sebuah apartemen, dan melanjutkan
pendidikanku yang terbengkalai.
Enam
bulan berlalu, Ivan belum juga memberi kabar. Entah, Dia masih hidup atau..?
Ah, aku tak pernah ingin memikirkan hal itu. Aku yakin dia akan sembuh, Dan
kembali menemani ku seperti janjinya. Hari demi hari, Aku menunggunya dengan
setia. Sebagaimana dia telah menungguku sembuh dengan setianya.
Setiap
sore, aku selalu membawa bunga mawar putih dan duduk di bangku taman gedung
Rumah Sakit Jiwa seperti yang kulakukan bersama Ivan dulu. Sampai pada hari
ini…’
Inka
berjalan menuju bangku taman, sambil menyapa satu persatu suster yang pernah
merawatnya dulu. Sampai ia di bangku taman, Buket mawar putih segar telah
menunggunya.
Ivan : “Kamu kemana saja? Hai! apa
kabar, Inka? Aku.. Sudah lama menunggumu.”
Inka
membalikkan badan, dan mendapati Ivan telah berdiri di hadapannya dan tersenyum
kepadanya, membuat senyuman Inka terbalut tangisan bahagia. Inilah pertama kali
Inka merasakan jantungnya berdetak kencang di hadapan Ivan, Dan jantung Ivan
yang tetap berdetak kencang untuk Inka.
Selesai
0 komentar:
Posting Komentar