Data buku kumpulan puisi
Judul: Jantung Lebah
Ratu
Penulis: Nirwan Dewanto
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Cetakan : I, April
2008
Tebal : vi + 94
halaman (46 puisi)
ISBN :
978-979-22-3666-8
Tata letak dan desain
: Sijo Sudarsono
Foto penulis : Adrian
Mulya
Gambar halaman dalam
bertolak dari G.E. Rumphius
Jantung Lebah Ratu terdiri
dari tiga bagian, yaitu kantung kesatu: Biru
Kidal (15 puisi), Kantung Kedua: Kuning
Silam (15 puisi) dan Kantung Ketiga: Merah
Suam (16 puisi)
Beberapa pilihan puisi Nirwan Dewanto dalam Jantung Lebah Ratu
Fajar
di Galena
Malam menarik kafan untuk mayatnya sendiri, setelah betapa
renta ia berupaya menerangi sebatang jarum dalam mimpimu.
Berapa lama sudah kau terbangun? Seraya mencari sisa putih
mori ke arah rumpun kana, kau berkata kepada sebutir batu
gamping di jalan setapak itu, “Mereka mencintaimu, sebab kau
tak menderita insomnia.” Dengarlah, namaku matahari, aku
perawat kuburan di tepi Mississippi, maka aku tak akan ter-
kelabui oleh kata-katamu.
(2007)
Mawar
Terjauh
Kau benih hujan pagi hari,
aku payung yang lama iri.
Kau airmata di ujung jari,
aku saputangan matahari.
Jika kau dalam gaun merah,
aku bekas tangan di perutmu.
Tapi kau juga genangan darah,
ketika aku urung mencintaimu.
Kau cermin terlalu menunggu,
aku wajah yang memurnikanmu.
Tumpahkanlah tilas semua dara,
sampai jantungmu serimbun bara.
Kau pemilik hujan sepenuh hari,
aku payung terlampau sembunyi.
Mari, lekaslah kelabui Januari,
sebab aku terkulai ke tepi nyanyi.
(2007)
Kain
Sigli
Kain sigli, kain jahitan bundaku—
kukenakan jika aku pergi ke dunia.
Kain dengan raut laut dan benua—
milikmu jua jika kauingat namaku.
Kain sigli, kain yang meninggi segera
jika serdadu melintas di depan pintu.
Kain bundaku, kain yang bisa luka
jika kitabmu membeku di Meureudu.
Noda darah membuat kain Sigli dahaga?
Lalu kaucuci kainku dengan airmata?
Kain ini akan tumbuh jika aku mati—
Kain bundaku akan seluas negeri.
Tanamlah benang ke kain Sigli
demi baju pertama untuk anakmu.
Peliharalah tangan bunda kami
agar kain kami seterang jantungmu.
Kain yang memelukku sepanjang gempa—
kain yang sabar seperti kulit kapulaga—
kini hanya sebentar bernama, kain Sigli
akan kujahit berulang dari balik matahari.
(2005)
Ubur-ubur
Ia mata-mata, hanya terpindai di antara
nisan batukarang dan gaun ganggang.
Ia surai singa di belanga Cina, terpilin
oleh pecahan cermin. Ia jantung hati,
berdegup di antara pipi hiu dan
punggung perenang buta. Ia payung,
gemar melayang dengan lebat racun
ke arah pukulan dayung. Ia lonceng,
bergeletar menahan luas
laut dan liburan musim panas.
Ia gumpalan kanji, terurai ke pantai
mencari kaki perawan paling murni
dan janggut matahari. Ia cendawan,
termakan oleh telinganya sendiri.
Ia mahir kehilangan tanah air, karena
mata angin hanya tetirai airmata.
Ia topi palsu prajurit Pranggi, tetapi
mengumbai menjarum mengkhianati
mataku, di antara gerimis Mei
dan kitab biologi
Menghapus “seperti” berkali-kali
aku tampak membinasakan puisi,
membasuhkan cuka, cuma cuka
pada lembar nyeri gatal ini.
(2007)
Akuarium
Tepat tengah malam
mataku yang bersisik
mata yang aus oleh terang hari
terdampar ke tepian kaca –
Sirip atau sayapkah itu
yang menutup dasar jurang
agar kau tak bisa pulang?
Gelembung
atau bintangkah itu
yang
melarikan ufuk
sehingga
langit begitu cemburu?
Karang
atau jarimukah itu
yang
berupaya merebut wajahku
yang
tak tahu lagi ke mana berpaling?
Air
terjun atau air matamukah itu
yang
tak mau membedakan diri
di depan
cermin yang pendusta?
Ganggang
atau pakaiankah itu
yang
mencari dada paling bernafsu
ketika
aku urung telanjang?
Pasir
garam atau pasir gulakah itu
yang
memutar gasing ungu
agar
laparku tersembuhkan?
Beting atau suluhkah itu
yang muncul di tengah samudera
ketika kau jemu mengembara?—
Sayangku, jangan berhenti dulu
meski pagi akan datang
membersihkan mataku
(atau mencuri mataku).
Biarkan mataku tetap
mata tengah malam
mata yang berenang-renang ke tepian
mata yang bersisik seperti sedia kala
mata yang girang kauperangkap
mata yang kehilangan ekor mata
membiarkan wujudmu
tak berjawab
nun di luar
sana.
(2005)
0 komentar:
Posting Komentar