Translate

buku kumpulan puisi jantung lebah ratu dan contoh bagian 1

Written By iqbal_editing on Rabu, 25 Januari 2017 | 06.13



Data buku kumpulan puisi
Judul: Jantung Lebah Ratu
Penulis: Nirwan Dewanto
 Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Cetakan : I, April 2008
Tebal : vi + 94 halaman (46 puisi)
ISBN : 978-979-22-3666-8
Tata letak dan desain : Sijo Sudarsono
Foto penulis : Adrian Mulya
Gambar halaman dalam bertolak dari G.E. Rumphius
Jantung Lebah Ratu terdiri dari tiga bagian, yaitu kantung kesatu: Biru Kidal (15 puisi), Kantung Kedua: Kuning Silam (15 puisi) dan Kantung Ketiga: Merah Suam (16 puisi)
Beberapa pilihan puisi Nirwan Dewanto dalam Jantung Lebah Ratu
Fajar di Galena
Malam menarik kafan untuk mayatnya sendiri, setelah betapa
renta ia berupaya menerangi sebatang jarum dalam mimpimu.
Berapa lama sudah kau terbangun? Seraya mencari sisa putih
mori ke arah rumpun kana, kau berkata kepada sebutir batu
gamping di jalan setapak itu, “Mereka mencintaimu, sebab kau
tak menderita insomnia.” Dengarlah, namaku matahari, aku
perawat kuburan di tepi Mississippi, maka aku tak akan ter-
kelabui oleh kata-katamu.
(2007)
Mawar Terjauh
Kau benih hujan pagi hari,
aku payung yang lama iri.
Kau airmata di ujung jari,
aku saputangan matahari.
Jika kau dalam gaun merah,
aku bekas tangan di perutmu.
Tapi kau juga genangan darah,
ketika aku urung mencintaimu.
Kau cermin terlalu menunggu,
aku wajah yang memurnikanmu.
Tumpahkanlah tilas semua dara,
sampai jantungmu serimbun bara.
Kau pemilik hujan sepenuh hari,
aku payung terlampau sembunyi.
Mari, lekaslah kelabui Januari,
sebab aku terkulai ke tepi nyanyi.
(2007)

Kain Sigli
Kain sigli, kain jahitan bundaku—
kukenakan jika aku pergi ke dunia.
Kain dengan raut laut dan benua—
milikmu jua jika kauingat namaku.
Kain sigli, kain yang meninggi segera
jika serdadu melintas di depan pintu.
Kain bundaku, kain yang bisa luka
jika kitabmu membeku di Meureudu.
Noda darah membuat kain Sigli dahaga?
Lalu kaucuci kainku dengan airmata?
Kain ini akan tumbuh jika aku mati—
Kain bundaku akan seluas negeri.
Tanamlah benang ke kain Sigli
demi baju pertama untuk anakmu.
Peliharalah tangan bunda kami
agar kain kami seterang jantungmu.
Kain yang memelukku sepanjang gempa—
kain yang sabar seperti kulit kapulaga—
kini hanya sebentar bernama, kain Sigli
akan kujahit berulang dari balik matahari.
(2005)
Ubur-ubur
Ia mata-mata, hanya terpindai di antara
nisan batukarang dan gaun ganggang.
Ia surai singa di belanga Cina, terpilin
oleh pecahan cermin. Ia jantung hati,
berdegup di antara pipi hiu dan
punggung perenang buta. Ia payung,
gemar melayang dengan lebat racun
ke arah pukulan dayung. Ia lonceng,
bergeletar menahan luas
laut dan liburan musim panas.
Ia gumpalan kanji, terurai ke pantai
mencari kaki perawan paling murni
dan janggut matahari. Ia cendawan,
termakan oleh telinganya sendiri.
Ia mahir kehilangan tanah air, karena
mata angin hanya tetirai airmata.
Ia topi palsu prajurit Pranggi, tetapi
mengumbai menjarum mengkhianati
mataku, di antara gerimis Mei
dan kitab biologi
Menghapus “seperti” berkali-kali
aku tampak membinasakan puisi,
membasuhkan cuka, cuma cuka
pada lembar nyeri gatal ini.
(2007)
Akuarium
Tepat tengah malam
mataku yang bersisik
mata yang aus oleh terang hari
terdampar ke tepian kaca –
Sirip atau sayapkah itu
yang menutup dasar jurang
agar kau tak bisa pulang?
Gelembung atau bintangkah itu
yang melarikan ufuk
sehingga langit begitu cemburu?
Karang atau jarimukah itu
yang berupaya merebut wajahku
yang tak tahu lagi ke mana berpaling?
Air terjun atau air matamukah itu
yang tak mau membedakan diri
di depan cermin yang pendusta?
Ganggang atau pakaiankah itu
yang mencari dada paling bernafsu
ketika aku urung telanjang?
Pasir garam atau pasir gulakah itu
yang memutar gasing ungu
agar laparku tersembuhkan?
Beting atau suluhkah itu
yang muncul di tengah samudera
ketika kau jemu mengembara?—
Sayangku, jangan berhenti dulu
meski pagi akan datang
membersihkan mataku
(atau mencuri mataku).
Biarkan mataku tetap
mata tengah malam
mata yang berenang-renang ke tepian
mata yang bersisik seperti sedia kala
mata yang girang kauperangkap
mata yang kehilangan ekor mata
membiarkan wujudmu
tak berjawab
nun di luar
sana.
(2005)

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik