PSIKOPAT
By : Oryza dan Alency
Prolog :
Hidup bahagia adalah dambaan setiap orang , terutama dalam
kehidupan keluarga. Seorang anak akan tumbuh menjadi pribadi yang baik apabila
diasuh oleh keluarga yang baik pula, dan begitupun sebaliknya. Raffy adalah
anak yang tumbuh dalam kondisi keluarga yang
tidak utuh lagi, ayah dan ibunya terpaksa berpisah karena suatu masalah yang hingga saat ini tak diketahui oleh Raffy apa penyebabanya. Hal ini menjadikan Raffy hidup dalam bayang-bayang akan rasa penasarannya.
tidak utuh lagi, ayah dan ibunya terpaksa berpisah karena suatu masalah yang hingga saat ini tak diketahui oleh Raffy apa penyebabanya. Hal ini menjadikan Raffy hidup dalam bayang-bayang akan rasa penasarannya.
Sinta adalah gadis yang kini mengisi ruang hatinya yang
kosong, dan sosok yang mencoba untuk menyembuhkan luka batin yang diderita
Raffy akibat hubungan orang tuanya. Raffy begitu mencintai Sinta, sama seperti
Sinta mencintai Raffy.
Babak
I
Sore itu mereka berdua
berencana untuk pergi ke sebuah toko buku.
Sinta : “Raf.. sore ini
bisa kan nemenin aku ke toko buku yang biasa??”
Raffy : “Mau ngapain,
Sin??”
Sinta : “Makan pecel..”
(ucap Sinta sambil tersenyum)
Raffy : “Loh kok makan
pecel di toko buku? Bukannya di pinggir jalan dekat rumah kamu ada?” (jawab Raffy
dengan raut muka bingung)
Sinta : “Ya kita mau beli
buku lah, Raf. Namanya aja toko buku, ngapain pake nanya?!”
Raffy : “Hehe .. iya-iya.
Emang mau beli buku apa?”
Sinta : “Ada lah Novel
yang baru terbit bulan lalu aku suka banget, baru sempat nyari hari ini. Jadi
tolong ya temenin aku, takutnya kehabisan.”
Raffy : “Iya Sin, pasti
aku temenin kok. Tenang aja. Mau pergi jam berapa? Biar aku jemput.”
Sinta : “Hmm jam 5 an aja
lah, soalnya nanti aku ada kerjaan sama Bela di luar.”
Raffy : “ya udah sekarang
aku antar kamu pulang aja ya..”
Sinta : “OK..”
Babak
II
(Di rumah Sinta)
Raffy : “Ok, Sin. Kita
ketemu lagi jam 5 ya..”
Sinta : “Iya, makasih ya
udah dianterin sampe rumah.” (ucap Sinta sembari melambaikan tangan)
Raffy : “Udah tanggung
jawab aku, Sin.. Daah..” (jawabnya sambil membalas lambaian tangan Sinta)
(Di kamar
Sinta)
Sinta merebahkan tubunya di
ranjang, sambil mengutak-atik handphonenya
Tokk..
tokk..tokk..
Bella : “Sin, aku boleh
masuk ?”
Sinta : “iya bel, masuk
aja, pintunya gak di kunci kok”
Bella : “Gimana, sin, jadi kan kita
pergi??”
Sinta : “Iya, jadi.. Tapi bentaran lah
kita perginya, soalnya aku baru nyampe dari kampus. Capek, Bell, lagian kita gak buru-buru banget
kan?”
Bella : “Iya, santai aja kali, sin. Eh.. aku mau cerita
tentang Rangga
nih.”
Sinta : “Haah.. Rangga?? Kamu naksir
Rangga, Bell??”
Bella : “Husshh.. Dengerin aku cerita
dulu.”
Sinta : “Iya-iya maaf deh,
aku dengerin kok”
Tiba-tiba
handphone sinta berdering.
Bella : “Heh, Sin, hp kamu bunyi tuh.”
Sinta : “Oh iya, (Kemudian melihat layar handphone-nya)
“Hmm
Raffy,
Bell.
Aku lagi males ngomong sama dia, aku lagi pengen dengerin kamu cerita dulu.”
Bella : “Angkat aja dulu
siapa tau penting.”
Sinta : “Iya deh.. ”
(Menelpon) “Hallo, Raff, kenapa?. Aduh, Raff aku lagi sibuk dengerin ceritanya Bella nih, ntar aja
kamu nelfon lagi. Gak apa-apa kan?. Oke deh, makasih..” (telfon di tutup)
Bella : “Raffy ngomong apa, Sin?”
Sinta : “Ah nggak kok. Gak penting. Lanjut aja deh ceritamu..”
Bella dan sinta memulai
perbincangan mereka tentang Rangga.
Tak lama berselang akhirnya mereka pergi untuk menyelesaikan tugas kuliah.
Babak III
(Di caffe)
Bella dan sinta telah usai
menyelesaikan tugasnya.
Sinta : “Bell, bentar ya, aku mau
nelfon Raffy
buat jemput soalnya aku mau pergi ke toko buku, hehe mau nyari
novel yang baru terbit bulan lalu. ”
Bella : “Ah kamu, Sin, novel doang di otakmu itu.’’ (mereka tertawa
bersama)
Tak lama berselang Raffy datang untuk
menjemput sinta.
Raffy : “Hai, Bell, udah lama di
sini?”
Bella : “Ya lumayan lah. Kita
lagi ngerjain tugas paper dari dosen, nyebelin haha”
Raffy : “Namanya aja anak
kuliahan, Bell ya emang gitu”
Setelah cukup lama mengobrol,
akhirnya mereka berpisah. Bella berpamitan untuk pulang sedangkan Sinta dan Raffy menuju toko
buku.
Babak
IV
Sinta
mencari novel dibagian rak novel. Raffy mengikutinya dari belakang. Sesekali Sinta
memperlihatkan novel pada Raffy untuk meminta pendapatnya. Saat Raffy
menggeleng, Sinta meletakkan novel itu ke raknya kembali, lalu mencari novel
lain. Tak berapa lama handphone Sinta berbunyi. Panggilan dari Bella.
Sinta : (mengangkat panggilan) “Hallo, Bel, ada apa?”
Bella : “Kamu lagi di
toko buku, kan?”
Sinta : “Iya, kenapa?”
Bella : “Tolong carikan
buku untuk bahan tugas kita. Aku lihat ada yang kurang nih.”
Sinta : “Oh iya, pasti.”
(Memutus panggilan)
Sinta : “Raf, kita ke
bagian lain ya.”
Raffy : (Mengangguk).
Sinta
mencari buku untuk tugas kuliahnya. Raffy yang tidak tahu tugas kuliah Sinta
hanya mengekor saja. Sesekali dia mencari perhatian pada Sinta dengan menunjuk
salah satu buku. Tapi itu malah membuat Sinta marah karena Raffy menunjukkan
buku yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan tugas kuliahnya. Raffy memberikan buku yang lain lagi, tapi
Sinta tidak memedulikannya.
Setelah
mendapatkan buku yang dicari, Raffy mengatarkan Sinta pulang.
Babak
V
Sinta
dan Bella berada di kelas mereka. Walaupun jam kuliah telah berakhir, tapi
mereka masih ingin di sana untuk mengerjakan tugas kuliah mereka. Kemudian
Raffy datang.
Raffy : “Hai, Sinta. Yuk
pulang.”
Sinta : “Kamu pulang aja
dulu. Aku masih mau kerja tugas nih.”
Raffy : “Oh... (ucapnya
tak bersemangat, tapi kemudian ekspresinya kembali ceria) aku temenin deh.”
Sinta
tidak menjawab Raffy, dia sibuk dengan lembaran-lembaran kertas miliknya.
Sejam
berlalu, tapi Sinta dan Bella belum juga mengakhiri tugas mereka. Raffy dari
tadi hanya duduk sambil memerhatikan Sinta dan Bella. Ekspresinya terlihat
tidak senang.
Sinta : “Bell udahan dulu ya,
aku udah capek banget nih..Raffy
juga kelihatan bosen nungguin kita”
Bella : “Iya
deh, aku juga udah capek bangett nih.. Raff, maaf ya udah bikin kamu nungguin
kita kaya gini”
Raffy : “Gak apa-apa
kok, Bell. Santai aja. Ya udah aku mau ngajakin Sinta jalan dulu nih
kelihatannya dia udah bosen banget. Gimana, Sin?”
Sinta : “Aduhh, Raff, kayaknya kita langsung pulang aja deh, aku
capek banget soalnya, mungkin lain waktu kita bisa pergi berdua lagi, atau
mungkin bareng Bella
juga. Iya kan, Bell?”
Bella : “Bisa juga kalo
akunya diajak hehehe”
Akhirnya pembicaraan mereka
terhenti sampai di situ. Bella pulang dengan naik taksi sedangkan Raffy mengantarkan
sinta pulang ke rumahnya.
Babak
VI
Hampir seminggu Sinta dan Bella menghabiskan
waktu bersama demi menyelesaikan tugas yang diberikan dosen kepada mereka,
tanpa disadari oleh Sinta
ternyata ia telah mengabaikan Raffy
dalam waktu yang cukup lama. Namun sama sekali tak ada rasa khawatir di hati Sinta atas sikapnya
kepada Raffy
yang akan membawa perubahan lain dalam diri Raffy.
Sinta : “Bell, hari ini kita jadi
kan kumpulin paper ke dosen?”
Bella : “Jadi lah. Kita
ketemu di taman ya, soalnya aku masih ada kelas sekarang.”
Sinta : “Iya deh, siip...”
(mereka berpisah)
Setelah menyelesaikan kelasnya, Bella segera menuju ke taman tempat di mana dia akan
menemui Sinta.
Namun tiba-tiba ada sosok yang mendekapnya dari belakang, orang itu menggunakan jubah hitam dan topi. Bella
di bawa ke belakang gedung.
Bella : “Apa yang kamu
inginkan? Heeiii...!!” (teriak bella yang saat itu sedang ditutup matanya)
Mr. X : “Jangan banyak bicara, Bella, atau pisau
ini akan menyentuh lehermu yang putih mulus itu. ”(ucapnya sambil mengelus pipi bella)
Bella : “Apa salahku
terhadapmu? Aku bahkan tak mengenalmu!!”
Mr. X : “Kau sangat
mengenalku.. ” (sambil mengelilingi bella yang sedang terduduk dengan penutup
mata dan tangan yang diikat)
Bella : “Apa yang akan kau
lakukan terhadapku?” (ucapnya sambil menangis)
Mr. X : “Sederhana saja, Bella.. Aku mau nyawamu. Tidak sulit bukan?
Ini tak akan sakit.”
Bella : “Tidaaak, jangan !!
katakan apa salahku terhadapmu?”
Mr. X : “Sudahlah, Bella, kau telah merebutnya dariku. Itu
yang perlu kau tahu.”
Bella : ”Siapa?? Siapa
maksudmu??”
Tanpa menjawab pertanyaan dari
bella , pisau itu telah menghujam tubuh Bella. Tubuhnya jatuh tak bernyawa. Orang
berjubah hitam itu membawa tubuh Bella pergi dari tempat itu, menyingkir ke
tempat yang lebih tersembunyi, yaitu gudang kampus.
Setelah
memasukkan tubuh Bella ke dalam gudang, dia segera keluar dari gudang itu.
Tapi, tanpa ia sadari ada seseorang yang melihatnya keluar dari gudang. Dewi
namanya.
Dewi :
“Siapa itu? Ah, bodo’ amat. Aku ke sini kan di suruh ngambil barang di gudang.”
(Dewi masuk ke dalam gudang). “Aah.. Kenapa aku yang disuruh ambil bola basket
di sini? Mana ini gudang sudah lama gak dimasuki. Kenapa tidak beli bola baru
saja, pasti lebih bagus. Jangan-jangan nanti bolanya udah bolong digigit
tikus.” (Dia mengobrak-abrik kardus-kardus)
“AAARRGHH….!!”
Dewi
berteriak melihat sosok perempuan tergeletak di lantai dengan badan berlumuran
darah.
(Di
taman kampus)
Sinta sedang duduk
sendiri menunggu kedatangan Bella
yang tak kunjung hadir, sudah hampir 2 jam ia menunggu tanpa kepastian. Sinta
telah mencoba menghubungi Bella
namun handphonenya tidak aktif.
Sinta : “Aduuhh Bella kemana sih hp
nya gak aktif lagi..” (ucap sinta sambil terus mencoba menghubungi Bella)
Tiba-tiba Rangga datang menghampiri Sinta yang sedang
gelisah menunggu Bella.
Rangga: “Lagi apa, Sin? Kok sendirian?”
Sinta : “Eh.. kamu, Rangga. Aku lagi nungguin Bella nih, tapi gak dateng-dateng.
Aku udah coba hubungi dia tapi hp nya gak aktif.”
Rangga: “Oo.. Aku temenin ya.”
Sinta : “Boleh.”
Kemudian
Rangga duduk di sebelah Sinta.
Rangga: “Udah berapa lama
nunggunya?”
Sinta : “Nggak tau. Sejam lebih lah.”
Rangga: “Mungkin
Bella
lagi ada urusan mendadak kali, Sin..”
Sinta : “Tapi kan setidaknya
dia ngabarin aku.”
Rangga: “Namanya aja mendadak. Ya
nggak sempat ngabarain lah… Eh, aku duluan ya. Itu Raffy datang.”
Sinta
menengok ke samping. Dilihatnya Raffy yang sedang berjalan kearahnya.
Rangga
berjalan pergi melawati arah yang berlawanan dengan Raffy.
Raffy : “Ngapaim tuh si Rangga?”
Sinta : “Enggak. Kita cuma ngobrol kok, sekalian nemenin aku
nunggu Bella yang datang-datang juga.”
Raffy : “Bella?”
Sinta : “Iya, Bella. Kita udah janjian ketemu di sini mau ngumpul tugas ke dosen bareng.”
Raffy : “Barang kali dia udah ngumpul duluan.”
Sinta : “Masa’ sih? Gak mungkin. Dia kan udah janji sama aku ngumpul
tugasnya barengan.”
Raffy : “Gimana kalau aku temeni kamu ngumpul tugas?”
Sinta : “Bella gimana?”
Raffy : “Aku kan sudah bilang, dia mungkin udah ngumpul tugasnya. Lagian
kamu gak cape’ apa nunggu di sini lama banget. Kalau tugasmu gak diterima dosen
gara-gar nunggin dia, padahal dia udah ngumpul duluan gimana?”
Sinta : “Tapi…”
Raffy : (Memotong kalimat Sinta) “Mau ditemeni, gak?”
Sinta : “Ya udah deh.”
Raffy
dan Sinta pergi meninggalkan taman kampus, tapi saat mereka baru berjalan
beberapa langkah, Dewi berlari hingga menabrak Sinta. Wajahnya pucat dan panik.
Dewi : “Sintaaa...” (napasnya terengah-engah)
Sinta : “Ada apa, Wi,?
Dewi :
“Bella,
Sin..
Bella, Sin..”
Sinta : “Bella kenapa? Kamu tau Bella ada di mana sekarang? ”
Dewi : “Bella udah gak ada, Sin..”(ucap dewi
dengan menangis tersedu-sedu)
Raffy : “Maksud kamu apa, Wi.. Bella udah gak ada itu apa?”
Dewi : “Aku nemuin Bella terkapar di gudang dengan darah menyelemuti tubuhnya,
pas aku cek napasnya, dia udah gak bernapas lagi.
Sinta : “Apaa!!?? Kamu bohong
kan, Wi?? Gak mungkin.” (Sinta mendekap mulutnya)
Dewi : “Aku serius, Sin…. Aku pergi dulu ya. Aku mau kasih tau yang
lain.”
Sinta
hanya mengangguk dengan tatapan kosong ke depan.
Sinta : “Raf, pantesan Bella gak datang-datang. Dia….” (Sinta menangis).
Raffy : (Memeluk Sinta untuk menangkannya).
Babak VII
(Di rumah Sinta)
Setelah
sehari kematian Bella, Dewi datang ke rumah Sinta.
Sinta : (Membuka pintu) “Dewi? Ngapain malam-malam datang ke sini? Masuk
dulu yuk.”
Dewi :
(Masuk ke dalam rumah Sinta). “Maaf, aku
ganggu kamu malam-malam. Aku gak tau harus pergi ke mana.”
Sinta
mengisyaratkan pada Dewi untuk duduk di kursi. Dewi pun duduk di kursi sebelah
Sinta.
Sinta : “Memangnya ada apa?”
Dewi :
“Aku diminta polisi untuk menjadi saksi atas kematian Bella. Aku bingung harus
mengatakan apa dipersidangan nanti.”
Sinta : “Katakan saja apa yang kamu ketahui.”
Dewi :
“Waktu itu, aku ke gudang. Sebelum aku masuk gudang, aku melihat seseorang
berjubah hitam keluar dari gudang.”
Sinta : “Siapa?”
Dewi :
“Aku gak tau, soalnya dia pake topi, jadi aku tidak bisa melihat wajahnya
dengan jelas. Tapi aku seperti mengenalnya. Kalau dilihat dari perawakannya,
dia adalah laki-laki.”
Sinta : “Kamu katakan saja seperti itu pada polisi.”
Dewi :
“Tapi, kalau pembunuh itu mengincarku bagaimana?”
Sinta : “Kamu gak usah takut. Pembunuh itu pengecut. Beraninya
diam-diam.”
Dewi :
“Sinta.. Malam ini aku nginep di rumahmu ya. Soalnya aku takut di rumah
sendirian. Orang tuaku lagi pergi keluar kota.”
Sinta : “Gak apa-apa. Nginep aja di sini. Aku seneng kok kalau ada temen…
Yuk kita ke kamarku.”
(Di kamar Sinta)
Dewi telah
tertidur, sedangkan Sinta masih belum bisa tidur. Jadi, dia mengambil novel dan
membacanya. Baru lembar pertama dia baca, handphone-nya berbunyi. Sinta duduk
dari kasur ke kursi di dekat meja belajarnya agar tidak mengganggu Dewi.
Sinta : “Hallo, Raf.”
Raffy : “Kamu belum tidur kan, Sinta?”
Sinta : “Belum. Ada apa? Ini kan udah larut malam.”
Raffy : “Aku gak bisa tidur. Kita ngobrol yuk.”
Sinta : “Ok.. Bicara aja. Aku dengerin kok.”
Raffy : “Tapi aku gak punya topik pembicaraan.”
Sinta : “Kalau gitu, aku aja yang cerita… Raf, barusan Dewi cerita sama
aku kalau sebelum dia lihat mayat Bella, dia sempat lihat pembunuh Bella. Belum
pasti sih itu pembunuhnya atau bukan, tapi dari yang dia ceritakan, orang itu
mencurigakan.”
Raffy : “Dewi lihat pe..pembunuh Bella? Dia lihat mukanya, gak?”
Sinta : “Enggak, soalnya orang itu pake topi dan berjas hitam.
Mencurigakan banget, kan?”
Raffy : “I..i..iya. Mencurigakan.”
Sinta : “Dia pasti orang di kampus kita. Dewi bilang orangnya gak asing
waktu dia lihat sebagian mukanya sekilas. Dewi takut banget dijadikan saksi.
Makanya dia sekarang nginep di rumahku, soalnya orang tuanya lagi gak ada di
rumah.”
Raffy : “O…gitu ya…. Eh, Sin, udah dulu ya. Kayaknya aku udah mulai
ngantuk nih.”
Sinta : “Ya udah deh, sampai ketemu besok.”
Sambungan
putus.
Babak VIII
(Di kampus)
Seharian
itu Sinta menemani Dewi yang gelisah karena takut dengan si pembunuh.
Raffy : “Orang tuamu masih belum pulang, Wi?”
Dewi :
“Belum. Pulangnya masih lusa. Nanti malam aku nginep di rumahmu lagi ya, Sin?”
Sinta : “Maaf deh, Wi. Nanti malam ada acara keluarga. Mending kamu
nginep di rumah temen yang lain.”
Dewi :
“Ya udah deh, gak apa-apa. Aku di rumahku saja, soalnya aku gak terlalu akrab
dengan yang lain.”
Sinta : “Sekali lagi maaf deh, Wi.”
Dewi :
“Aku kan udah bilang gak apa-apa.”
Babak IX
(Di rumah Dewi)
Dewi masuk ke
kamarnya setelah pulang dari kampus. Dia meletakkan tas dan buku-bukunya di
atas meja, kemudian dia pergi ke dapur untuk minum. Saat dia menuangkan air ke
dalam gelas, terdengar suar aneh. Dewi meletakkan gelas minumnya kemudian
mengecek rumah. Rasa parnonya muncul. Tidak menemukan hal aneh, dia kembali ke
kamarnya.
Sontak dia
berteriak saat melihat orang berjubah hitam dan bertopi hitam berdiri di sudut
kamarnya dengan wajah menunduk.
Dewi :
“Si…siapa kamu? Apa maumu?”
Mr.X :
(Mengangkat wajahnya, tapi wajah bagian bawah yang terlihat). “Aku adalah
malaikat mautmu. Dan aku ingin mengambil nyawamu.”
Dewi :
“Apa maksudmu?”
Mr.X
melangkah maju. Dewi mundur beberapa langkah.
Mr.X :
“Kamu janga coba-coba berpikir untuk lari, karena rumah ini, pintu bahkan
jendelanya sudah aku kunci. Kamu pasti tidak bisa membukanya karna kucinya
berada di tanganku.”
Dewi :
“Kamu pasti pembunuh Bella.”
Mr.X :
(Memutar-mutarkan pisau yang dipegangnya) “Benar.”
Dewi :
“Kenapa kamu membunuh Bella?”
Mr.X :
“Alasan itu tidak perlu kamu tau, karena kamu sudah cukup tau banyak.”
Mr.X
sudah sangat dekat dengan Dewi. Di kata terakhirnya, dia bahkan menodongkan
pisau di bawah dagu Dewi sehingga wajah Dewi terangkat. Diposisi itulah Dewi
dapat melihat wajah pembunuh Bella.
Dewi :
“Kamu…”
Mr. X : (Memotong kalimat Dewi) “Iya.. Aku pembunuh Bella dan sekarang
menjadi pembunuhmu juga.” (Kemudian menusuk perut Dewi).
Bagian X
(Di taman)
Sinta
menemui Rangga yang sedang membaca buku di taman.
Sinta : “Boleh ganggu bentar?”
Rangga: “Eh, kamu.” (Menutup
bukunya). “Boleh aja.”
Sinta : (Duduk di samping Rangga). “Aku mau nyampaikan pesan dari
temenku. Sebenarnya dia gak bilang sih kalau aku harus sampaikan ini ke kamu.
Tapi karena dia udah gak ada, aku rasa ini harus aku sampaikan.”
Rangga: “Tunggu.. Apa maksudnya udah gak ada?”
Sinta : “Ini soal Bella. Sebelum Bella meninggal karena dibunuh, dia
sempat cerita dihari sebelumnya kalau dia suka sama kamu.
Rangga
hanya diam.
Sinta : “Sebenarnya udah gak penting sih ya.”
Tiba-tiba
Raffy datang.
Raffy : “Sinta! Ngapain kamu di sini?”
Sinta : “Aku cuma ngobrol sebentar sama Rangga.”
Raffy : “Tentang apa?”
Sinta : “Tentang Bella.”
Raffy : “Bella?”
Sinta : “Udah lah. Udah gak penting lagi. Aku pergi dulu ya, Rangga.”
(Sinta pergi sambil menggandeng Raffy).
Sinta
dan Raffy meninggalkan taman. Di tengah perjalanan, handphone Sinta berbunyi.
Tiba-tiba dia menangis saat membaca sms itu.
Raffy : “Ada apa, Sinta?”
Sinta : “Raf, Dewi…Dewi…”
Raffy : “Dewi kenapa?” (Mulai gugup)
Sinta : “Dewi meninggal. Katanya meninggalnya sama kayak Bella, dibunuh.”
Handphone
Raffy berbunyi, ada pesan masuk. Kemudian dia membaca pesan itu.
Sinta : “Kamu juga dapat sms, kan?”
Raffy : “I..Iya.”
Babak XI
(Di rumah Dewi)
Rangga: “Aku gak nyangka kalo Dewi
akan berakhir seperti Bella, kasian Dewi .. Semoga dia tenang di alam sana”
Sinta : “Aku takut, Raff, .aku takut kalo aku yang akan jadi korban
selanjutnya oleh pembunuh Bella dan Dewi”
Raffy : “Jangan khawatir, Sin. Gak akan terjadi apa-apa sama kamu ”
Sinta : “Tapi, Raff.. Dewi adalah orang pertama yang tau tentang kematian
Bella, dan tidak lama setelah itu Dewi dibunuh, Raff.. dan aku.. dan aku adalah
orang pertama yang diceritakan Dewi tentang kecurigaannya itu. Aku takut,
Raff..!!”
Raffy : “Tenang, Sin.. kamu akan baik baik saja. Aku ada di sini buat
jagain kamu”
Sinta : “Nggak, Raff. Aku gak mau kamu juga jadi korban kalo aku nantinya
benar-benar akan dibunuh sama orang itu.”
Raffy : “Tapi, Sin..”
Sinta : “Udahlah, Raff.. percaya
sama aku.”
Rangga: “Raff, Sin.. kita pulang
yuk!!”
Babak XII
Dua hari
semenjak kepergian Dewi, Sinta diliputi kegelisahan. Rangga datang mencoba
menghibur.
(Di taman)
Rangga: “Gimana kabar kamu Sin? Kelihatannya
akhir akhir ini kamu gelisah banget, kurang enak badan ya?”
Sinta : “Enggak kok, aku baik baik aja cuma mungkin cuaca gak mendukung.”
Rangga: “Udahlah, Sin, aku tau kok
kamu lagi ketakutan banget karena kepergian Bella dan Sinta dalam waktu yang
berdekatan.”
Sinta : “Aku takut, Ngga, aku takut kalo aku akan berakhir sama seperti
mereka.”
Rangga: “Tenang aja, Sin, semua akan
baik baik saja.”
Sinta : “Iya, Ngga .. makasih udah bantu nenangin aku.”
Rangga: “Ngomong-ngomong Raffy
kemana, kenapa gak sama kamu?”
Sinta : “Aku minta dia supaya menjauh dari aku sementara ini , aku takut
dia bakal kenapa-napa karena aku”
(Di jalanan)
Rangga sedang
berjalan pulang menuju rumahnya, tanpa dia sadari, ada seseorang berjubah hitam
berjalan di belakangnya. Orang berjubah hitam itu mengangkat tangannya yang
memegang pisau, dia siap menusuk Rangga. Tapi sebelum pisau itu mengenai tubuh
Rangga, ia berbalik dan berhasil menampik pisau yang telah terarah di
hadapannya.
Pisau itu terlempar jatuh ke tanah
Rangga : “Siapa kamu ?”
Tanpa bermaksud
menjawab pertanyaan dari Rangga, sosok berjubah hitam itu berusaha mengambil
pisau yang terjatuh tepat di bawah kaki Rangga, namun belum sempat tergapai
oleh tangan orang itu, Rangga
menendangnya menjauh, dan kemudian membuka topi yang dikenakan sosok
berjubah hitam itu.
Rangga: “Raffy!! Jadi kamu sosok
yang berjubah hitam itu? Jadi kamu yang sudah membunuh Bella dan Dewi ? tapi
kenapa Raff? Salah mereka apa?”
Raffy : “Karena aku mengaharapkan mereka mati. Sederhana bukan? Mereka
pantas mendapatkannya ” (ucapnya sambil tertawa. Kemudian dia melayangkan
pukulan kearah Rangga).
Mereka
beradu tinju. Perkelahianpun terjadi. Rangga jatuh tersungkur, Raffy siap
melayangkan pukulan terakhirnya. Tapi, tiba-tiba Sinta datang.
Sinta : “Raffy!! Rangga!! Ada apa ini?”
Raffy : (Berbalik) “Sinta?”
Rangga: “Pergi, Sin. Menjauh!”
Sinta : “Kenapa? Ada apa?”
Raffy : “Sinta! Jangan menjauh dariku.”
Rangga: “Pergi, Sin. Raffy yang
membunuh Bella dan Dewi.”
Sinta : “Apa?! Jubah. Kenapa kamu pakai jubah hitam, Raff? Katakan kalau
ini pertama kalinya kamu memakai jubah hitam.”
Raffy : “Sinta, jubah ini udah lama aku miliki, tapi aku baru memakainya
akhir-akhir ini.”
Rangga: “Raffy… Kamu manusia
biadab!”
Raffy : (Berbalik ke arah Rangga) “Apa?! Kamu bilang begitu karena aku
akan membunuhmu?! Begitu?”
Sinta : “Raffy… Kamu….”
Raffy : “Sinta, kamu jangan khawatir. Aku akan menghabisi orang bermulut
kotor ini.”
Rangga: “Dari pada kamu, orang
bertangan kotor!”
Sinta : “Sebenarnya apa yang terjadi?”
Raffy : (Mendekati Sinta). “Sinta, setelah aku membunuh Rangga, kita akan
hidup bahagia, karena tidak ada yang mengganggu hubungan kita seperti Bella,
Dewi, dan orang itu .”(Menunjuk Rangga).
Sinta : “Apa?! Jadi kamu yang membunuh Bella dan Dewi?”
Raffy : “Sssttt… Kamu tenang saja. Kehidupan bahagia kita akan kembali
kok.”
Sinta : “Bahagia apa, Raf? Kamu sudah membunuh teman-temanku!”
Raffy : “Sinta, sayang…” (Memeluk Sinta)
Sinta : (Mendorong Raffy). “Aku pikir kamu orang yang baik. Ternyata aku salah.”
Raffy : “Sinta, setelah apa yang aku lakukan untuk hubungan kita, kamu
lakukan ini terhadapku? Kamu tidak mau kan berakhir seperti Bella dan Dewi.”
Rangga: (Berdiri) “Menjauh dari
Sinta, Raf!” (Menhajar Raffy dari belakang)
Raffy : (Terjatuh, tapi bangkit lagi kemudian membalas pukulan Rangga
hingga berkali-kali)
Rangga: (Terkapar tak berdaya di
tanah)
Sinta : “Hentikan, Raf!!” (Mencegah tinju Raffy yang berikutnya)
Rangga: “Pergi, Sin.”
Raffy menarik
tangan Sinta dan membawanya pergi. Rangga berusaha mengjarnya, tapi tak
sanggup.
(Rumah Raffy tepatnya di kamar
rahasia Raffy)
Tangan
dan kaki Sinta diikat di kursi, tangannya juga disumpal dengan kain. Pipinya
basah oleh air yang keluar dari matanya.
Raffy : (Membuka kain dimulut Sinta) “Aduh sayangku kenapa nangis? Sakit
ya? Kalau kamu mau aku melepaskannya, katakan kalau kamu ingin selalu
bersamaku.” (Melepas kain dimulut Sinta) “Katakan, sayang.”
Sinta : “Untuk apa aku bersama seorang pembunuh!?”
Raffy : “Sayang, jangan begitu. Itu kan untuk kebaikan kita.” (Mengelus
pipi Sinta)
Sinta : (Memalingkan wajahnya) “Kebaikan apanya! Kamu telah membunuh
teman-temanku! Itu tindakan buruk!”
Raffy : “Jadi, apa yang harus aku lakukan? Apa kita juga harus pergi bersama
mereka? Kalau iya, aku akan mengirimmu ke sana terlebih dahulu.” (Menodongkan
pisau keleher Sinta).
BRAAKK….
Terdengar
suara pintu di dobrak.
Rangga: (Berteriak dibelakang
pangguung) “Raffy! Kamu pasti sembunyikan Sinta di sini! Bebaskan dia!
Sinta : “Rang…”
Raffy : (mendekap mulut Sinta dengan tangannya) “Sttt… Jangan sampai
Raffy membatalkan kebahagian kita.” (kembali menodongkan pisau ke leher Sinta)
Rangga: (Dibelakang panggung)
“Raffy! Keluar kamu! Jika kamu memang laki-laki jantan, hadapi aku dan bebaskan
Sinta.”
Raffy : (Menurunkan pisaunya) “Pengganggu!”
Terdengar
suara langkah Rangga yang semakin mendekat.
Raffy : (Menyembunyikan Sinta di bawah meja)
BRAKK…..
Rangga
mendobrak pintu dimana Sinta dan Raffy berada.
Rangga: “Dimana Sinta?!”
Raffy : “Di sini…” (Menunjuk dada sebelah kirinya) “Di hatiku.”
Rangga: “O...Di situ? Jadi, aku
harus merobek dadamu?!” (Mengambil balok kayu yang berada di dekatnya, kemudian
mengarahkannya pada Raffy)
Raffy : (Menghindari pukulan Rangga, kemudian dengan jurus silat, dia
melempar balok kayu dari tangan Rangga).
Rangga: (Menghindari serangan Raffy
dengan pisaunya)
Raffy : (Mencengkeram leher Rangga dengan tangan kiri, kemudian tangan
kanannya siap menusukkan pisau ke perut Rangga)
Sinta : (Melepas ikatan ditangan dan kakinya. Lalu segera mengambil balok
kayu dan memukulkan ke kepala Raffy bagian bawah sebelum Raffy menusukkan pisau
ke perut Rangga)
Raffy : (Jatuh tak berdaya)
Sinta : (Berlari mendekati Rangga)
Rangga: “Tidak apa-apa, tenang. Dia
sudah gak bisa apa-apa.”
Niyu….Niyu….Niyu….
Sinta : “Kamu manggil polisi?”
Rangga: (Mengangguk).
Epilog:
Raffy : (Tangan dan kakinya diikat di tempat tidur) “Sinta! Dimana kamu,
Sinta! Kita harus selalu bersama! Sinta kemarilah! Suter… aku gak gila! Suster…Lepas!
Lepas! Sintaaaaa…! (Memberontak)
(Di tempat lain)
Sinta : “Rangga, makasih ya sudah nolongi aku bebas dari Raffy. Aku gak
tahu kalau dia itu psikopat. Kasihan Sinta dan Bella. Gara-gara aku, mereka
jadi korban”
Rangga: “Sekarang kamu gak perlu
cemas, karena dia gak akan ganggu kamu atau siapapun lagi.”
Sinta : (Menyandarkan kepalanya di bahu Rangga)
~ THE END ~
0 komentar:
Posting Komentar