Sebagai anak tunggal yang tumbuh di lingkungan kaya, Ripto menyukai hobi
balapan motor. Tentu saja, selain hobi ini bergengsi tinggi, Ripto tak
perlu memikir uang untuk masalah memodifikasi motornya. Hal ini karena
orang tua Ripto -yang hampir selalu tak ada di rumah- memanjakannya
dengan uang, uang, dan uang saja. Jangankan hanya untuk memodifikasi
motornya, untuk membeli motor Ninja tiap hari pun sanggup dilakukan.
Di
kalangan biker, Ripto bisa dibilang pembalap yang hebat. Beberapa kawan
menjulukinya dengan sebutan "Raja Jalanan". Sebuah sebutan yang amat
bergengsi di antara para biker. Setiap balapan, hampir bisa dipastikan
pemenangnya adalah Ripto. Tak ada lawan sebanding dirinya. Balapan
dilakukan setiap malam Minggu dan setiap balapan pasti ada yang
dipertaruhkan, baik uang atau anggota tubuh penantang yang kalah.
Beberapa hari sebelumnya, Ripto berhasil mendapatkan jari tangan
lawannya. Bagi Ripto, kemenangan dalam beradu balap memberikan kepuasan
tersendiri. Melihat lawannya kalah dan kehilangan salah satu anggota
tubuh selalu bisa dinikmatinya.
Malam itu, jalanan sangat ramai.
Tampak segerombolan pemuda yang tengah berkumpul di pinggir jalan
dengan motor balap masing-masing. Ya, malam itu Ripto memang dijadwalkan
akan melakukan balapan dengan Taulani yang juga terkenal dari kelompok
Rotor X.
Ripto berdiri di dekat motornya, lalu berbicara di
hadapan Taulani. "Apa yang berani lo taruhkan?" tanya Ripto angkuh,
sambil melihat teman-temannya yang berdiri di belakangnya.
Taulani sendiri menghadapi keangkuhan Ripto dengan santai. Sambil tersenyum, Taulani berkata, "Kaki."
Ripto
terdiam sejenak sebelum menjawabnya. Kehilangan satu kaki jika terjadi
kekalahan, berarti menamatkan "power"-nya sebagai raja jalanan.
"Gimana? Berani nggak?" Taulani berkata lagi sambil berkacak pinggang, menantang keangkuhan Ripto dengan gertakannya.
"Siapa
takut!" akhirnya Ripto berkata. Pikirannya memang sudah kurang waras.
Tapi, kepercayaan dirinya memang sudah tumbuh sejak dia menjadi jawara
di berbagai adu balap liar di manapun. Tak terkalahkan rekor dia selama
ini. Berkaca dari hal tersebut, Ripto sesumbar. Lagipula, dia tak ingin
dibilang pengecut. Bersama motor Honda miliknya yang sudah dikilik oleh
Dhogon, mekanik terpercayanya. Tapi, dari raut wajahnya ada nada
kekhawatiran dari Ripto yang diekspresikan samar. Tidak ada yang melihat
hal tersebut, terkecuali Dhogon.
Setelah semua orang hendak
bersiap ke motor masing-masing, Dhogon mendatangi Ripto dan berbisik
bijak. "Kadang kita harus tahu, kapan saatnya berani dan kapan saatnya
menjaga diri. Supaya tidak kehilangan diri sendiri."
Mendengar hal itu, Ripto mencengkeram kerah Dhogon. "Lu pikir gua takut?"
Dhogon
menepis tangan Ripto dari kerahnya. Kemudian, menjelaskan maksudnya.
"Bukan gitu maksud gua, Bos. Cuma sekadar saran, kalau elu nggak siap
lebih baik di-pending aja balapannya. Daripada terjadi hal-hal di luar
dugaan? Gua nggak mau pulang membawa berita horor buat orang tua elu."
"Seorang ksatria pantang menarik ludah sendiri!" hanya begitu jawaban Ripto. Kemudian, mempersiapkan diri.
Kedua
orang tersebut kini sudah menunggangi motornya masing-masing di posisi
start. Ripto dan Taulani saling memandangi untuk kemudian menatap lurus
ke depan. Di tengah-tengah antara mereka ada Erika, gadis Jepang yang
body-nya terlampau aduhai sehingga digilai para cowok dan membuat iri
para cewek. Erika kemudian mengangkat kedua tangannya.
"Taulani
siap?" Erika menunjuk Taulani. "Ripto siap?" Erika menunjuk Ripto.
Pertanyaan itu disambut gas oleh kedua pembalap. Lalu, Erika berkata,
"Let's go!"
Kedua pembalap itu pun meluncur. Suara motor
masing-masing memecah kesunyian malam. Ripto tanpa ampun langsung
menggeber motornya dengan kecepatan setan. Disusul di belakangnya
Taulani, hanya beberapa detik.
Pada tikungan pertama, Ripto
melaluinya dengan permainan gas, rem dan kopling yang handal. Dia bisa
melaju tanpa mengurangi terlalu banyak kecepatan. Sementara, hal yang
sama pula dilakukan oleh Taulani. Walaupun, jalanan ramai dengan
truk-truk besar dan kendaraan pribadi, Ripto dan Taulani dapat
mengatasinya dengan mudah. Hanya saja, Taulani yang sedikit dapat lebih
mengatasi hal ini sehingga berhasil mempersempit jarak di antara dia
dengan Ripto.
Ripto menengok seperti pembalap-pembalap GP macam Valentino Rossi
atau Pedrossa saat melihat lawannya merapat. Di saat itulah, dia
teringat pesat Dhogon. Perasaan takut kalah, lebih-lebih kehilangan
anggota tubuh mulai menyelimuti Ripto. Karena itu, tak peduli ada truk
atau apapun, dia menambah kecepatannya hingga pol mentok. Kekhawatiran
Ripto hampir menghilang saat tikungan terakhir terlihat oleh matanya.
Ripto merasa sudah menang. Sayang itu hanya perasaannya saja. Tepat di
tikungan, sebuah truk sedang mogok, Ripto yang tengah memacu motornya
tak bisa menghentikannya seketika.
Dan brakkk...
Ripto
terpental ke jalan hingga beberapa meter. Dia belum kehilangan kesadaran
dan masih bergerak-gerak. Kemudian, mencoba membuka helmnya. Sakit yang
luar biasa kemudian dirasakannya. Taulani kemudian berhenti untuk
melihat keadaannya dan melihat Ripto tanpa melakukan apapun.
"Well, sepertinya gua nggak perlu melakukan apa-apa lagi buat elu ya?" kata Taulani.
"Tolong gua... tolong gua..." pinta Ripto yang mencoba menggapai-gapai Taulani dengan tangan kanannya.
Taulani lantas menaiki motornya dan pergi meninggalkan Ripto sendirian. "Mampus lu, anying!"
Dari mata, hidung, dan telinga Ripto merembes darah kental.
Saat
ini Ripto berjuang menawar maut. Pergelangan tangannya patah.
Pandangannya kabur. Napasnya semakin susah. Mulutnya kaku. Saat
orang-orang sekitar mulai berdatangan satu persatu, sebuah mobil yang
sedang melaju kencang. Pengemudinya tampak tidak melihat ada tubuh
bersimbah darah tergeletak di jalan raya dan Ripto hanya bisa melihat
cahaya yang semakin lama semakin jelas. Dan... empat roda mobil pun
menggilas dirinya.
“Grrhhhrhrh.” Hanya itu yang terdengar dari mulut Ripto.
***
Sementara
itu, Taulani yang berhasil mencapai garis finish disambut penuh
kemenangan oleh pengikutnya. Pengikut Ripto hanya terdiam, mengetahui
kekalahan mereka. Dhogon segera mendekat kepada Taulani dan bertanya di
mana Ripto karena setelah ditunggu selama beberapa saat tidak tampak.
"Lu apain Ripto?" tanya Dhogon.
"Weits
tenang bro. Kayaknya temen lu butuh bantuan di tikungan terakhir sana."
Dhogon segera lari ke motornya untuk menyusul ke sana. "Oiya, gua udah
ngelupain soal taruhannya," teriak Taulani yang membuat Dhogon semakin
jengkel.
Di sana, Dhogon melihat jenazah Ripto, digotong ke mobil ambulance. Dhogon lemas. Firasatnya ternyata benar.[]
cerpen balapan terahkir
Written By iqbal_editing on Selasa, 09 Mei 2017 | 03.49
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar