- Ciri-ciri Kritik
Kritik mempunyai beberapa ciri, yaitu sebagai berikut :
- Memberikan tanggapan terhadap hasil karya
- Memberikan pertimbangan baik dan buruk sebuah karya sastra.
- Pertimbangan bersifat obyektif
- Memaparkan kesan pribadi kritikus terhadap sebuah karya sastra
- Memberikan alternatif perbaikan atau penyerpurnaan
- Tidak berprasangka
- Tidak terpengaruh siapa penulisnya.
- Cara menulis kritik Sastra
- Kritikus harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang hal yang akan
dikritik. Sebagai contoh, jika akan mengkritik suatu novel, kritikus
harus mempunyai pengetahuan luas tentang novel.
- Sebelum mengkritik, pelajari dengan cermat karya yang akan di
kritik. Pahami segala istilah yang terdapat dalam karya. Baca juga bahan
rujukan karya tersebut.
- Setelah itu, buatlah catatan objektif tentang kelebihan dan kekurangan hal yang akan dikritik.
- Sebelum kritik disampaikan, pikirkan kembali “bagaimanakah perasaan saya jika dikritik semacam ini?”
- Saat menyampaikan kritik, melalui tulisan atau lisan, perhatikan
penggunaan bahasa. Gunakan bahasa yang tidak menyerang orang dan tidak
menyakitkan hati. Beri penilaian yang jujur dan objektif, tetapi tetap
santun. Kritik harus memiliki alasan yang masuk akal atau logis.
- Fungsi Kritik Sastra
Dalam mengkritik karya sastra, seorang kritikus tidaklah bertindak
semaunya. Ia harus melalui proses penghayatan keindahan sebagaimana
pengarang dalam melahirkan karya sastra. Setidaknya, ada beberapa
manfaat kritik yang perlu untuk kita ketahui, antara lain sebagai
berikut:
- Kritik berfungsi bagi perkembangan sastra
Dalam mengkritik, seorang kritikus akan menunjukkan hal-hal yang
bernilai atau tidak bernilai dari suatu karya sastra. Kritikus bisa jadi
akan menunjukkan hal-hal yang baru dalam karya sastra, hal-hal apa saja
yang belum digarap oleh sastrawan. Dengan demikian, sastrawan dapat
belajar dari kritik sastra untuk lebih meningkatkan kecakapannya dan
memperluas cakrawala kreativitas, corak, dan kualitas karya sastranya.
Jika sastrawan-sastrawan mampu menghasilkan karya-karya yang baru,
kreatif, dan berbobot, maka perkembangan sastra negara tersebut juga
akan meningkat pesat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dengan kata
lain, kritik yang dilakukan kritikus akan meningkatkan kualitas dan
kreativitas sastrawan, dan pada akhirnya akan meningkatkan perkembangan
sastra itu sendiri.
- Kritik berfungsi untuk penerangan bagi penikmat sastra
Dalam melakukan kritik, kritikus akan memberikan ulasan, komentar,
menafsirkan kerumitan-kerumitan, kegelapan-kegelapan makna dalam karya
sastra yang dikritik. Dengan demikian, pembaca awam akan mudah memahami
karya sastra yang dikritik oleh kritikus.
Di sisi lain, ketika masyarakat sudah terbiasa dengan apresiasi
sastra, maka daya apresiasi masyarakat terhadap karya sastra akan
semakin baik. Masyarakat dapat memilih karya sastra yang bermutu tinggi
(karya sastra yang berisi nilai-nilai kehidupan, memperhalus moral,
mempertajam pikiran, kemanusiaan, kebenaran dan lain-lain).
- Kritik berfungsi bagi ilmu sastra itu sendiri
Analisis yang dilakukan kritikus dalam mengkritik harus didasarkan
pada referensi-referensi dan teori-teori yang akurat. Tidak jarang pula,
perkembangan teori sastra lebih lambat dibandingkan dengan kemajuan
proses kreatif pengarang. Untuk itu, dalam melakukan kritik, kritikus
seringkali harus meramu teori-teori baru. Teori-teori sastra baru yang
seperti inilah yang justru akan mengembangkan ilmu sastra itu sendiri,
dimana seorang pengarang akan dapat belajar melalui kritik sastra dalam
memperluas pandangannya, sehingga akan berdampak pada meningkatnya
kualitas karya sastra.
Fungsi kritik di atas akan menjadi kenyataan karena adanya tanggung
jawab antara kritikus dan sastrawan serta tanggungjawab mereka dalam
memanfaatkan kritik sastra tersebut.
Dengan demikian, tidak perlu diragukan bahwa adanya kritik yang kuat
serta jujur akan membawa pada meningkatnya kualitas karya sastra. Karena
sastrawan akan memiliki perhitungan sebelum akhirnya dipublikasikannya
karya sastra tersebut. Oleh sebab itu, ketiadaaan kritik akan membawa
pada munculnya karya-karya sastra yang picisan. kritik sastra berfungsi
apabila;
- Disusun atas dasar untuk meningkatkan dan membangun sastra,
- Melakukan kritik secara objektif, menggunakan pendekatan dan metode yang jelas agar dapat dipertangungjawabkan,
- Mampu memperbaiki cara berpikir, cara hidup, dan cara bekerja sastrawan,
- Dapat menyesuaikan diri dengan ruang lingkup kebudayaan dan tata nilai yang berlaku, dan
- Dapat membimbing pembaca untuk berpikir kritis dan dapat meningkatkan apresiasi sastra masyarakat.
- Lima Jiwa Modern
Menurut Subagio Sastrowardoyo apa yang dimaksud dengan keutuhan jiwa
yang dikemukakan oleh J.Elema, yaitu bahwa dalam ilmu jiwa modern,jiwa
manusi itu terdiri dari lima tingkatan, begitu juga dengan pengalaman
jiwa yang disebut niveaux.
Kelima tingkatan tersebut adalah
- Niveaux anorganis
Yaitu tingkatan jiwa terendah, yang sifatnya seperti benda mati,
mempunyai ukuran, tinggi, rendah, penunjang, dalam, dapat diraba,
didengar, pendeknya dapat
diindera.Bila
pengalaman jiwa anorganis ini terjelma dalam kata (karya sastra), maka
akan berupa pola bunyi, rama,baris sajak, alinia, kalimat, perumpamaan,
gaya bahasa, dan sebagainya. Jadi pada umumnya berupa bentk formal.
- Niveaux Vegetative
Yaitu tingkatan seperti tumbuh-tumbuhan, seperti pohon mengeluarkan
bunga, mengeluarkan daunnya yang muda, gugur daun, dan sebaginya.segala
pergantian itu menimbulkan bermacam-macam suasana. Misalnya bila musim
bungan suasana yang ditimbulkan adalah romantik, menenangkan,
menggembirakan. Bila musim gugur menimbulkan suasana tertekan,
menyedihkan, dan keputusasaan. Maka bila tingkatan ini terjelma ke dalam
karya sastra akan berupa suasana yang ditimbulkan oleh rangkaian
kata-kata itu: suasana menyenangkan, mengembirakan, romantik,
menyedihkan, suasana khusuk, marah dan sebgainya.
- Niveaux anaimal
Yaitu tingkatan yang seperti dicapai oleh binatang, yaitu sudah ada
nafsu-nafsu jasmaniah. Bila tingkatan ini terjelma ke dalam kata maka
akan berupa nafsu-nafsu naluriah, seperti hasrat untuk makan, minum,
nafsu seksual, nafsu untuk membunuh dan sebagainya.
- Niveaux Human
Yaitu tingkatan pengalaman jiwa yang hanya dapat dicapai oleh
manusia, berupa perasaan belas kasihan, dapat membedakan baik dan buruk,
berjiwa gotong royong saling bantu membantu dan sebaginya. Bila
tingkatan pengalaman jiwa ini terjelma ke dalam kata, maka akan berupa
renngan-renungan batin, konflik-konflik kejiwaan, rasa belas kasihan,
rasa empati/simpati, renungan-renungan moral,dan sebaginya. Pendeknya
segalaa pengalaman yang hanya dirasakan oleh manusia.
- Niveaux Religius atau Filosofis
Yaitu tingkatan kejiwaan yang tertinggi. Tingkatan ini tidak dialami
oleh manusia sehari-hari, namun hanya dialami ketika sedang beribadah
sholat,dzikir, berdo’a, juga pada waktu merenungkan hakikat dunia, hidup
dan kehidupan, segala renungan-renungan batin sampai pada hakikatnya,
hubungan antara manusia dengan tuhan ,seperti doa-doa, pengalaman
mistik, renungan-renungan filsafat; pendeknya renungan –renungan yang
sampai pada hakikat.
0 komentar:
Posting Komentar