Translate

metode pembelajaran puisi 3

Written By iqbal_editing on Minggu, 04 September 2016 | 08.34

Model rima
Salut, kalut, balut, kabut, kebut, rebut,
Sakit, bukit, lilit, pailit, himpit, terjepit, rakit, kulit,
Rangkak, barak, katak, katarak, semarak,
Model lawan kata/pasangan/sinonim
Tapi
aku bawakan bunga padamu
                                          tapi kau bilang masih
aku bawakan resahku padamu
                                          tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
                                          tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
                                          tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
                                          tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
                                          tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
                                          tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
                                          Wah!

Cerita Purba

Ada yang ingin dikerdipkan putih  
Kepada hitam tentang beda
Ada yang ingin diceritakan merah 
Kepada warna tentang amarah
Ada yang ingin dikatakan telinga
Kepada mulut tentang fitnah
Ada yang ingin diungkapkan  perut
Kepada lidah tentang rakus
Ada yang ingin dinyatakan syahwat
Kepada otak tentang nafsu
Ada yang ingin didongengkan mata 
Kepada pelupuk tentang istirahat
Ada yang ingin dibisikkan hati 
Kepada rasa tentang nurani
Ada yang ingin diingatkan kaki
Kepada langkah tentang berhenti
Ada yang ingin diteriakkan awan
Kepada matahari tentang teduh
Ada yang ingin dibicarakan angka
Kepada jumlah tentang berhitung
Ada yang ingin dikisahkan rumput
Kepada beringin tentang kuat
Ada yang ingin dibuktikan mistar
Kepada jarak tentang pasti
Ada yang ingin diperdebatkan utara 
Kepada arah tentang setia
Ada yang ingin dilontarkan luruh 
Kepada daun tentang abadi
Ada yang ingin diperlihatkan air 
Kepada keruh tentang jernih
Ada yang ingin dianggukkan pagi
Kepada embun tentang sejuk
Ada yang ingin dipertontonkan siang 
Kepada malam tentang kerja
Ada yang ingin diperdengarkan angin 
Kepada beliung tentang ribut
Ada yang ingin diingatkan laut
Kepada ikan tentang tempat
Ada yang ingin diisyaratkan waktu
Kepada sejarah tentang
Alif
Ba
Ta
Tsa
(Wahyudi S., Juni 2005)
Dorothy Law Notle, seorang ibu ahli pendidikan, mengungkapkan isi hatinya dalam puisi sebagai berikut.
Jika seorang anak hidup dalam suasana penuh kritik, ia belajar untuk menyalahkan
Jika seorang anak hidup dalam permusuhan, ia belajar untuk berkelahi
Jika seorang anak hidup dalam ketakutan, ia belajar untuk gelisah
Jika seorang anak hidup dalam belas kasihan diri, ia belajar mudah memaafkan dirinya sendiri
Jika seorang anak hidup dalam ejekan, ia belajar untuk merasa malu
Jika seorang anak hidup dalam kecemburuan, ia belajar bagaimana iri hati
Jika seorang anak hidup dalam rasa malu, ia belajar untuk merasa bersalah
Jika seorang anak hidup dalam semangat jiwa besar, ia belajar untuk percaya diri
Jika seorang anak hidup dalam menghargai orang lain, ia belajar setia dan sabar
Jika seorang anak hidupnya diterima apa adanya, ia belajar untuk mencintai.
Jika seorang anak hidup dalam suasana rukun, ia belajar untuk mencintai dirnya sendiri
Jika seorang anak hidupnya dimengerti, ia belajar bahwa sangat baik untuk mempunyai cita-cita.
Jika seorang anak hidup dalam suasana adil, ia belajar akan kemurahan hati.
Jika seorang anak hidup dalam kejujuran dan sportivitas, ia belajar akan kebenaran dan keadilan
Jika seorang anak hidup dalam rasa aman, ia belajar percaya kepada dirinya dan percaya kepada orang lain
Jika seorang anak hidup penuh persahabatan, ia belajar bahwa dunia ini merupakan suatu tempat yang indah untuk hidup.
Jika kamu hidup dalam ketentraman, anak-anakmu akan hidup dalam ketenangan batin.
Model membalik kata
Pelajaran Tatabahasa dan Mengarang
“Murid-murid, pada hari Senin ini
Marilah kita belajar tatabahasa
Dan juga sekaligus berlatih mengarang
Bukalah buku pelajaran kalian
Halaman enam puluh sembilan
“Ini ada kalimat menarik hati, berbunyi
‘Mengeritik itu boleh, asal membangun’
Nah anak-anak, renungkanlah makna ungkapan itu
Kemudian buat kalimat baru dengan kata-katamu sendiri”
Demikianlah kelas itu sepuluh menit dimasuki sunyi
Murid-murid itu termenung sendiri-sendiri
Ada yang memutar-mutar pensil dan bolpoin
Ada yang meletakkan ibu jari di dahi
Ada yang salah tingkah, duduk gelisah
Memikirkan sejumlah kata yang bisa serasi
Menjawab pertanyaan Pak Guru ini
“Ayo siapa yang sudah siap?
Maka tak ada seorang mengacungkan tangan
Kalau tidak menunduk sembunyi dari incaran guru
Murid-murid itu saling berpandangan saja
Akhirnya ada seorang disuruh maju ke depan
Dan dia pun memberi jawaban
“Mengeritik itu boleh, asal membangun
Membangun itu boleh, asal mengeritik
Mengeritik itu tidak boleh, asal tidak membangun
Membangun itu tidak asal, mengeritik itu boleh tidak
Membangun mengeritik itu boleh asal
Mengeritik membangun itu asal boleh
Mengeritik itu membangun
Membangun itu mengeritik
Asal boleh mengeritik, boleh itu asal
Asal boleh membangun, asal itu boleh
Asal boleh itu mengeritik boleh asal
Itu boleh asal membangun asal boleh
Boleh itu asal
Asal itu boleh
Boleh boleh
Asal asal
Itu itu
Itu.”
“Nah anak-anak, itulah karya temanmu
Sudah kalian dengarkan ‘kan
Apa komentar kamu tentang karyanya tadi?”
Kelas itu tiga menit dimasuki sunyi
Tak seorang mengangkat tngan
Kalau tidak menunduk di muka guru
Murid-Murid itu cuma berpandang-pandangan
Tapi tiba-tiba mereka bersama menyanyi:
“Mengeritik itu membangun boleh asal
Membangun itu mengeritik asal boleh
Bangun bangun membangun kritik mengeritik
Mengeritik membangun asal mengeritik
“Dang ding dung ding dang ding dung
Ding dang ding dung ding dang ding dung
Leh boleh boleh boleh boleh
Boleh boleh asalh boleh.”
“Anak-anak, bapak bilang tadi
Mengarang itu harus dengan kata-kata sendiri
Tapi tadi tidak ada kosa kata lain sama sekali
Kalian cuma mengulang bolak-balik yang itu-itu juga
Itu kelemahan kalian yang pertama
Dan kelemahan kalian yang kedua
Kalian anemi referensi dan melarat bahan perbandingan
Itu karena malas baca buku apalagi karya sastra.”
“Wahai Pak Guru, jangan kami disalahkan apalagi dicerca
Bila kami tak mampu mengembangkan kosa kata
Selama ini kami ‘kan diajar menghafal dan menghafal saja
Mana ada dididik mengembangkan logika
Mana ada diajar berargumentasi dengan pendapat berbeda
Dan mengenai masalah membaca buku dan karya sastra
Pak Guru sudah tahu lama sekali
Mata kami rabun novel, rabun cerpen, rabun drama, dan rabun puisi
Tapi mata kami ‘kan nyalang bila menonton televisi.”
Jangan
Jangan benci polisi
yang katanya di jalanan sering korupsi
kirimi saja mereka dengan bunga
atau kerdipan mata dan senyuman
biarkan mereka menjaga negara dengan rembulan
Jangan engkau caci tentara
yang katanya berbekal tenaga
atau menjadi alat penguasa
kirimi mereka dengan kata
atau tentang puisi
biar mereka mempertahankan negeri dengan sinar matahari
Jangan engkau laknat penguasa
yang katanya suka memerintah
atau menumpuk harta
kirimi mereka dengan jagung, padi, umbi
kirimi mereka dengan kangkung, seladah, sawi
kirimi mereka dengan cangkul dan bajak
biar mereka tahu banyak
biar mereka tahu bumi tempat mereka berpijak
model satire

Negeriku

K.H. A. Mustofa Bisri
Mana ada negeri sesubur negeriku?
Sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, teu, dan jagung
Tapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedung
Perabot-perabot orang kaya di dunia
Dan burung-burung indah piaraan mereka
Berasal dari hutanku
Ikan-ikan pilihan yang mereka santap
Bermula dari lautku
Emas dan perhiasan mereka
Digali dari tambangku
Air bersih yang mereka minum bersumber dari keringatku
Mana ada negeri sekaya negeriku?
Majikan-majikan bangsaku
Memiliki buruh-buruh mancanegara
Brankas-brankas bank ternama di mana-mana
Menyimpan harta-hartaku
Negeriku menumbuhkan konglomerat
Dan mengikis habis kaum melarat
Rata-rata pemimpin negeriku dan handai taulannya
Terkaya di dunia
Mana ada negeri semakmur negeriku
Penganggur-penganggur diberi perumahan
Gaji dan pensiun setiap bulan
Rakyat-rakyat kecil menyumbang negara tanpa imbalan
Rampok-rampok diberi rekomendasi
Degan kop sakti instansi
Maling-maling diberi konsesi
Tikus dan kucing
Dengan asyik berkolusi
Model repetisi kata penting
Model ini mencoba menggali dan mengulang kata-kata kunci. Dengan kata kunci ini bisa menjadi tema atau pesan penting dalam puisi. Perhatikan contoh di bawah ini!

SAJAK PALSU
Selamat pagi, pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukkup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu,  ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu. Sebagian
menjadi guru, ilmuwan atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu. Mereka saksikan
ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
Dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakat pun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu
[Agus R. Sarjono,  dalam Horison XXXIV/4/2000]

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik