Seniman Pengkhianat – (naskah drama karya HB. Jassin)
“Orang-orang yang sudah menjual jiwa dan kehormatannya kepada fasis Jepang disingkirkan dari pimpinan revolusi kita (orang-orang yang pernah bekerja di propaganda polisi rahasia Jepang, umumnya di dalam usaha kolone 5 Jepang). Orang-orang ini harus dianggap sebagai pengkhianat perjuangan dan harus diperbedakan dari kaum buruh biasa yang bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.” (Perjuangan Kita, oleh Sjahrir, h. 24).X : “Belum juga dia datang. Janjinya pukul sebelas. Sekarang sudah lewat setengah jam.”
Y : “Ah, dia banyak urusannya barangkali. Sandiwara sangat maju.”
X : “Itu dia! Manuskripku sekarang ada padanya.”
Y : “Manuskrip yang mana?”
X : “Sandiwara 4 babak, Kesuma Negara.”
Y : “Oh, yang baru lagi?”
X : “Ya, abis? Kemauan zaman. Kita mesti turut zaman, bukan?”
Y : “Aku heran melihat engkau. Apa saja acaranya, engkau membuatnya menjadi sajak, cerita pendek, sandiwara, dan sebagainya.”
X : “Apa susahnya. Bikin saja, asal u sama u, a sama a, b sama b, sudah beres. Bikin cerita pendek syaratnya asal jangan lupa: menghancurkan musuh, musuh jahanam, musuh biadab; kemenangan tinggal tunggu hari lagi. Pihak kita: kesayangan Tuhan, Tuhan telah menjanjikan kita kemenangan dan sebagainya yang muluk-muluk, yang jelek-jelek pada pihak lawan.”
Y : “Kuheran. Engkau dapat menulis demikian.”
X : “Mengapa heran? Engkau juga bisa, kalau engkau mau.”
Y : “Biarpun aku meu, aku tidak bisa.”
X : “Bohong! (berbisik). Mengapa engkau begini bodoh? (sambil menunjuk ke sepatu Y). Lihat! Sepatumu sudah ternganganganga.
Bajumu telah berjerumat. Kalau Kamu mau… kantor kami selalu akan menerima kamu.”
Y : “Kerjaku menjadi apa?”
X : “Biasa. Seperti aku sekarang. Sekali-sekali ada bestelan sajak, atau cerita pendek, atau sandiwara, atau lelucon.”
Y : “Lantas kalau ada bestelen, engkau yang bikin?”
X : “Mau apa lagi?”
Y : “Engkau bisa tulis?”
X : “Bisa.”
Y : “Wah! Engkau ini orang aneh. Misalkan, pemerintah memerlukan rambutan untuk santapan serdadunya. Lantas dia menginginkan rambutan yang jitu, temponya tiga hari, engkau bisa bikin?”
X : “Gampang, tiga hari terlalu lama. Pukul sebelas dibestel jam dua belas sharp, tanggung siap.”
Y : “Tapi engkau toh mengerti, bahwa pekerjaan yang demikian tidak ada jiwanya?”
X : “Jiwa? Perlu apa jiwa sekarang? Jiwa diobral di medan perang.
Hanya engkau yang meributkan perkara jiwa.”
Y : “Bukan demikian. Padaku sesuatu itu mesti ada ‘aku’-ku di dalamnya. Kalau tidak, aku tidak puas.”
X : “Kalau sekarang engkau hendak memasukkan ‘aku’–mu ke dalam suatu pekerjaan, nanti engkau akan mendapat panggilan dari Gambir Barat1.
Y : “Oleh karena itulah, engkau tidak bisa menulis seperti kehendakmu itu.”
X : “Bung! Aku bilang saja terus terang.
Gerak gerikmu sekarang diamat-amati oleh Gambir Barat.”
Y : “Aku sudah tahu lama. Tapi itu aku tidak ambil perduli.”
X : “Engkau harus hati-hati. Omonganmu jangan terlalu lancang.”
Y : “Aku tahu. Aku lemah. Aku tidak punya karaben. Tapi, kalau aku disuruhnya menulis-menulis, seperti yang engkau laksanakan, lebih baik aku makan tanah.”
X : “Apa hinanya? Dia kuanggap majikan, aku buruh. Aku makan gaji. Apa yang dia suruh, toh aku mesti bikin?”
Y : “Engkau mesti ingat. Engkau bukan buruh biasa. Engkau seorang seniman.”
X : “Tidak! Aku tidak pernah bilang aku seorang seniman. Aku orang biasa. Namaku X.”
Y : “Tapi pekerjaanmu? Pekerjaanmu mempropaganda ini itu kepada rakyat.”
X : “Rakyat toh mesti diberi penerangan?”
Y : “Betul! Tapi bukan penerangan yang menjerumuskan itu, kalau engkau bikin propaganda tentang laut, misalnya.”
X : “Aku tidak tahu.”
Y : “Memang. Engkau tidak tahu. Tapi mereka, anak-anak muda yang terpedaya oleh ajak, atau cerita pendek, atau sandiwaramu tentang laut, apa engkau bisa tanggung?”
X : “Mereka mesti tahu sendiri.”
“Sobat! Engkau bangsa apa?”
X : “Aku bangsa Indonesia.”
Y : “Tulen?”
X : “Tulen!”
Y : “Tidak ada campuran?”
X : “Tidak! Ibu bapak 100% bangsa Indonesia.”
Y : “Kalau begitu aku tidak tahu, mengapa engkau mau menggali kubur untuk bangsamu sendiri.”
X : “Aku tidak menggali kubur. Aku makan gaji.”
Y : “Tapi gajimu berlumuran darah bangsamu sendiri.”
X : “Tidak dengan pekerjaanku, bangsa kita toh sudah berlumuran darah.”
Y : “Jadi engkau hendak menambahnya lagi?”
X : “Pekerjaanku ini seperti titik dalam lautan. Tidakkan menambah dan tidak akan mengurangi.”
Y : “Oleh sebab itu, engkau kerjakan?”
X : “Mengapa aku saja yang engkau terkam?”
Y : “Karena aku anggap engkau wakil dari gerombolanmu.”
X : “Bukan golonganku saja yang diperbudak. Semua golongan, tidak ada terkecualinya.”
Y : “Aku juga tahu. Yang menjerit-jerit berteriak-teriak di lapangan besar, seperti orang edan, juga bangsa kita. Juga tukang tipu rakyat.”
X : “Nah. Itu dia. Jadi bukan aku saja.”
Y : “Itu bukan alasan untuk melakukan pekerjaanmu seperti sekarang ini.”
X : “Lantas maumu aku mesti makan angin?”
Y : “Bukan. Engkau dapat bekerja di lapangan lain. Pendidikanmu cukup.”
X : “Maaf. Tapi aku tidak dapat hidup seperti engkau.”
Y : “Engkau mempunyai cita-cita?”
X : “Penuh.”
Y : “Cita-citamu akan dapat menahan segala deritaan.”
X : “Aku tidak bisa. Tinggal di gubuk rebeh seperti engkau, maaf saja. Aku biasa tinggak di Laan. Baju mesti saban hari ganti, sepatu mesti necis, jangan sampai ternganga. Jajan tidak bisa di pinggir jalan, nongkrong seperti engkau. Aku bisa duduk di Oen.”
Y : “Tapi jangan anggap, buah penamu telah kercap seni. Di luar kantomu ini, masih banyak pemuda-pemuda yang benar-benar berdarah seni, 100% lebih bersih dari darahmu. Mereka sekarang gelisah menanti akhirnya penindasan ini. Tapi dalam sementara itu, mereka menangis melihat kelakuan gerombolanmu yang melontekan diri sebagai alat propaganda.”
X : “Engkau cemburu melihat kedudukanku sekarang ini. Itu sebabnya engkau caci-caci aku.”
Y : “Aku tidak ingin kedudukanmu. Aku tidak ingin menjadi beo.
Aku tidak ingin menjadi ekor. Aku tidak ingin menjadi lonte seperti engkau.”
X : “Kalau tidak ingin, engkau boleh tutup mulutmu.”
Y : “Aku tidak akan menutup mulutku.Aku akan meneriak-neriakkan pengkhianatanmu terhadap bangsamu sendiri, yang engkau jadikan mangsa kebengisan tokehmu dan yang engkau coba meliputinya dengan tulisan-tulisanmu, untuk kepentingan kantongmu sendiri. Seandainya leherku yang kurus ini engkau suruh penggal pada tokehmu, aku akan terus berteriak: meneriakkan pengkhianatanmu selama ini!”
Sumber: Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang, HB. Jassin, Balai Pustaka, hal. 88- 92
Unsur pendukung
- gerak (action)
- mimik/ pantomimik
- blocking
- tata panggung
- tata busana
- tata bunyi
- tata lampu
- METODE PEMBELAJARAN
- Role Playing
- STRATEGI PEMBELAJARAN
Tatap Muka | Terstruktur | Mandiri |
· Memerankan tokoh dalam pementasan drama | · Menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh· Mengekspresikan perilaku dan dialog tokoh protaganis dan atau antagonis | · Siswa dapat Menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh.· Siswa Mampu mendiskusikan pengekspresian perilaku dan dialog yang disampaikan teman. |
- KEGIATAN PEMBELAJARAN
Kegiatan | Nilai Budaya dan Karakter Bangsa | Alokasi Waktu |
Pendahuluan· Mengucapkan salam
· Mendata kehadiran siswa · Guru memberikan motivasi atau permaianan yang memacu konsentrasi siswa · Guru menjelaskan kompetensi yang akan dicapai |
ReligiusBersahabat
komunikatif |
10 |
Kegiatan inti· Eksploarasi
F Siswa diminta mengingat apa itu berita F Guru menjelaskan secara lebih mendalam cara membaca berita dengan lafal, intonasi, kejelasan ucapan, tatapan mata dan sikap · Elaborasi F Siswa menyimak tayangan pementasan drama. F Siswa menyimak instruksi guru mengenai metode role playing F Masing-masing siswa mengambil kartu undian F Setiap siswa mengekspresikan tokoh yang di idolakannya F Guru memberikan penilaian · Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, F Siswa menyimpulkan hasil pembelajaran |
Kreatif |
20 40 10 |
Kegiatan akhirF Siswa mereview konsep-konsep penting yang telah dipelajari
F Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta kecakapan hidup (live skill) yang bisa dipetik dari pembelajaran F Guru memberikan motivasi |
Bersahabat dan berkomunikasi |
10 |
- ALAT/ SUMBER/ BAHAN
- Alat :
- Jas
- Dasi
- Kain batik
- Leptop
- In focus
- Sumber :
- Buku Teks kelas XI
- Lembar Kerja Siswa
- Interner
- Bahan :
- Video pementasan drama
- Naskah drama
0 komentar:
Posting Komentar