Translate

penilaian pengajaran aspek vicara pada drama

Written By iqbal_editing on Kamis, 15 September 2016 | 17.40

    Pembelajaran Drama pada Aspek Berbicara
Dalam Kurikulum 2004, pembelajaran drama diberikan di kelas IX, dialokasikan pada kemampuan bersastra, komponen berbicara seperti tampak pada tabel berikut.
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK
Bermain peran berdasarkan naskah drama yang ditulis siswa
  • Mampu melakukan pemeranan berdasarkan dialog drama dan menyesuaikan dengan karakter tokoh yang dibawakan dengan memperhatikan penggunaan lafal, intonasi, nada/tekanan, dan artikulasi yang jelas.
Teks drama
(Depdiknas, 2003:48).
Berdasakan wawasan drama yang sudah diuraikan sebelumnya, bermain drama berarti memainkan konflik  dengan membawakan karakter tokoh-tokonya. Agar permainan drama tercapai sesuai dengan pembelajaran apresiasi sastra, siswa hendaknya akrab dengan naskah, yaitu membaca, memahami, dan mengerti renik-renik isi naskah. Untuk tujuan itu, pembelajaran drama disarankan mempertimbangkan prosedur pembelajaran.
Tahapan atau prosedur pembelajaran drama yang disarankan Rahmanto (1988:43) sebagai berikut:
(1)     pelacakan pendahuluan
(2) penentuan sikap praktis
(3)   introduksi
(4) penyajian
(5)     diskusi
(6) pengukuhan
Berkaitan dengan pembelajaran, drama bukan hanya pemaparan atau diskusi tentang peristiwa kehidupan yang nyata; drama sebenarnya lebih merupakan “penciptaan kembali “ kehidupan nyata yang dapat digunakan untuk menyampaikan suatu pesan pendidikan (padagogis). (Rahmanto, 1988:90).
Banyak fungsi pedagogis yang diambil dari pementasan drama, yaitu(1) melatih anak berani dan tidak malu, (2) melatih anak mandiri, (3) melatih anak percaya diri, (4) melatih anak disiplin, (5) melatih anak menghargai sesama, (6) membuka siswa tentang karakter manusia, dan (7) melatih kepekaan estetik anak (Tjahjono, 1997:6.1).
c. Indikator Penilaian Keterampilan Berbicara materi sastra
Dalam buku Petunjuk Guru Belajar Bahasa Indonesia dipaparkan bahwa unsur yang dinilai dala  kemampuan bermain drama siswa meliputi penguasaan naskah, mimik dan akting sesuai dengan perannya, keruntutan alur penokohan sesuai dengan naskah, intonasi dan lafal, kejelasan kata-kata dalam dialog, kelancaran gerakan, kesungguhan, dan kesesuaian/keteopatan waktu (Trimansyah, 1998:134).
Berdasarkan petunjuk di atas, unsur yang dinilai dalam bermain drama dapat disederhanakan sebagai berikut;
(1)     Penguasaan materi dialog
(2)     Ekspresi/penjiwaan
(3)     Laval (intonasi: nada, tekanan, artikulasi)
(4)     Kekompakan
d. Langkah-langkah metode Bermain Drama atau Role Playing
Pembelajaran dengan  metode Role Playing melakukan langkah –langkah sebagai berikut.
(1)     Guru menyiapkan skenario pembelajaran.
(2)   Menyuruh siswa secara berkelompok untuk mempelajari skenario naskah drama beberapa hari sebelum KBM.
(3)   Guru meberi penjelasan tentang tujuan yang ingin dicapai dalam KBM.
(5)     Siswa melakukan pertunjukan drama.
(6)     Masing-masing siswa memperhatikan pertunjukan drama kelompok yang sedang tampil sambil memberi penilaian.
(7)     Masing-masing kelompok menyampaikan hasil penilaiannya terhadap kelompok lain.
(8)     Guru memberi refleksi  (Sulistianingsih, 2005).

e.             Kerangka berpikir
Kegagalan pembelajaran berbicara melalui bermain drama pada umumnya adalah kurangnya keberanian siswa tampil di depan kelas. Hal itu disebabkan oleh beberapa kemungkinan, diantaranya: (1) metode pembelajaran yang digunakan kurang tepat sehingga tidak menarik, (2) naskah drama yang digunakan adalah naskah yang sulit dipahami siswa atau materinya jauh dari masalah siswa, dan (3) siswa kurang diberi kebebasan untuk menyatakan ide dan kreativitasnya. Dengan metode pembelajaran yang tepat akan meningkatkan minat dan munculnya kreativitas siswa sehingga kemampuan berbicara melalui bermain drama siswa akan meningkat. Dasar pemikiran tersebut dapat dinyatakan pada bagan berikut.
f.         Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, hipotesis Penelitian Tindakan Kelas ini adalah “Terjadi peningkatan kemampuan berbicara yang signifikan apabila pembelajaran menggunakan metode Role Playing/ bermain drama.”

III.    Metodologi penelitian
A. Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 1    Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah yang berlangsung  selama empat bulan, yaitu Juli sampai Oktober 2006.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas IX D dan E karena mereka memiliki karaktetristik kemampuan berbicaranya hampir sama. Warga belajarnya kurang mampu berbicara, mereka lebih mementingkan diam karena lebih menyukai pelajaran eksakta.. Hal itu dapat dilihat dari ketuntasan belajar klasikalnya yang masih di bawah 70%.

A.       Analisis Data

Data penelitian dianalisis dengan analisis deskriftip. Data yang ada dijelaskan dalam bentuk tabel dan kalimat yang menggambarkan kenyataan kemampuan pembelajaran bermain drama siswa kelas IX SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto pada siklus pertama sampai siklus ketiga.

Adapun langkah analisis data yang ditempuh sebagai berikut.
1)       Data yang sudah dikumpulkan melalui pengamatan dimasukkan dalam tabel tabulasi skor distribusi tunggal.
2)       Menjelaskan hasil prosentase kemampuan siswa bermain drama.
3)       Menjelaskan tingkat keberhasilan teknik pembelajaran yang digunakan untuk menentukan tindakan pembelajaran berikutnya.

B.       Indikator Kinerja

Yang menjadi indikator kinerja penelitian ini apabila kemampuan bermain drama siswa meningkat. Adapun kriteria peningkatan itu tampak sebagai berikut.
1.  Sekurang-kurangnya 70% siswa mendapat nilai bermain drama 7,00.
2. Sekurang-kurangnya 70% siswa termotivasi untuk belajar bermain drama.
3.  Sekurang-kurangnya 70% siswa kelas yang dijadikan sampel penelitian lebih        kondusif terhadap pembelajaran bermain drama.
4.  Sekurag-kurangnya 70% guru mendapat tambahan pengalaman tentang teknik pembelajaran bermain drama.








IV. HASIL PENELITIAN


Penelitian tindakan kelas ini terdiri atas tiga siklus. Setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Untuk dapat melihat peningkatan kemampuan bermain drama, maka setiap siklus diadakan evaluasi. Dari hasil evaluasi diadakan analisis dan refleksi sehingga dapat melaksanakan perencanaan kembali untuk mengatasi masalah yang muncul berdasarkan hasil refleksi tersebut.  Setiap siklus dilakukan prosedur perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting).
1.   Siklus Pertama

a.      Perencanaan (Planning)

2)       Merencanakan pembelajaran dengan metode role playing.
3)       Membuat lembar pengamatan dan evaluasi.
b. Pelaksanaan (acting)
Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebagai berikut.
1). Memberikan informasi.
2)    Menyuruh siswa berkelompok sesuai anggota kelompok yang telah dibentuk sebelum KBM.
3)  Pemfokusan  konsep dan informasi.
Dalam langkah ini, siswa yang telah membaca naskah drama diminta memikirkan kembali  bersama anggota kelompoknya, untuk merumuskan bermain drama yang baik. Masukkan informasi dapat pula berupa penjelasan singkat hakikat drama, unsur drama, dan hal yang akan dinilai dalam bermain drama.
Setelah memahami konsep bermain drama, siswa diajak untuk mengingat peristiwa masa lalu yang paling menyenangkan, menyedihkan, dan perilaku manusia di sekelilingnya yang sesuai dengan karakter tokoh yang akan diperankan.
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk saling bertanya jawab antaranggota, antarkelompok, dan bertanya jawab antara guru dengan siswa tentang kesulitan yang dihadapi dalam pementasan drama.
4)    Siswa berdiskusi kelompok untuk membagi peran sesuai karakter tokoh anggotanya.
5)    Pementasan drama
Di sini terjadi proses simulasi bermain peran sesuai dengan tokoh yang disandangnya. Setiap kelompok secara bergantian menampilkan karyanya.
c.        Observasi atau Pengamatan (Observing)
Selama siklus satu berlangsung, kolaborator mengamati tindakan yang dilakukan oleh guru dan mendata hasil dan kemajuan yang dicapai oleh siswa dengan menggunakan perangkat monitoring  dan evaluasi. Pengamatan kemajuan bermain drama  juga dilakukan oleh anggota kelompok yang lain terhadap kelompok yang sedang melakonkan skenario drama.
d.     Refleksi
Hasil pengamatan dikoordinasikan dengan kolaborator untuk mengetahui sejauh mana kemajuan siswa dalam bermain drama. Jika kemajuan atau keberhasilan dipandang belum berarti, peneliti akan melakukan tindakan pada siklus kedua.

2.    Siklus Kedua
a.     Perencanaan (Re-planning)
Pada langkah kedua ini ditampilkan naskah drama yang sama dengan perubahan pada teknik penampilan  menggunakan teknik rekaman.
d. Pelaksanaan (Re-acting)
Langkah-langkah pelaksanaan  sama dengan siklus pertama hanya ada perubahan dan penambahan yaitu melakukan rekaman dan pada langkah simulasi bermain peran diganti derngan pemutaran kaset hasil rekaman bermain drama setiap kelompok.
e.        Observasi atau Pengamatan (Re-observing)
Kegiatan ini, kolaborator mengamati proses tindakan guru dan mengevaluasi kegiatan siswa, dan siswa juga melakukan penilaian kemajuan terhadap kelompok lain dengan cara menyimak pemutaran kaset hasil rekaman.
f. Refleksi (Re-flecting)
Perenungan dan diskusi dengan kolaborator untuk mengevaluasi kegiatan siklus kedua untuk menentukan kekurangan dan kelebihannya. Apabila hasilnya belum sesuai dengan target yang ditetapkan akan disempurnakan pada siklus ketiga.

3.       Siklus Ketiga

a.     Perencanaan (Re-planning)
Pada siklus ini  perencanaan mengacu pada hasil observasi dasn refleksi siklus kedua.
b.     Pelaksanaan (Re-acting)
Action dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Pada siklus ini mencakup hal berikut.
1)   Pengemukaan masalah, bisa berupa tugas dari guru.
2)       Balikan terhadap tugas-tugas  yang diberikan oleh guru.
c.     Observasi atau Pengamatan (Re-observing)
Pada tahap ini, kolaborator mengamati tindakan kelas (action) yang dilakukan oleh guru pengajar dengan menggunakan perangkat monitoring dan evaluasi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik