SOMEWHERE
Mungkin sekarang kita berkawan dan
besok boleh jadi semua terlupa
baik kau padaku, persenan lebih dari semusti
bayu mengusap, selempap setawar sedingin
Aku toh ‘kan kembali seperti sebelum
mengenal kau, tapi jenak ini
‘ku mau percaya teras kecil ini
adalah Dunia, malahan batas Dunia.
Tumpukkanlah segalanya atas
bahwa aku kawanmu dan kau kawanku –
langit berwarna kelabu, bayangkanlah dia merah
seperti dulu lagi di Italia.
Kita bersatu tapi sama tahu dan sadar:
Suatu kata lebih ringan dari bulu merpati;
kataku “cinta”, tapi ‘ku kan lupa
pernah kau bilang : “Ah, cuma sekali mencinta?”
Jangan jadi pusing kerna nyaris-bercintaan ini
semua ‘kan lupa kalau apa yang terbedah,
sehabis perjuangan, sembuh atau terkatup lagi.
Aku toh menyebut “cinta”. Tidak kayak dulu-dulu
juga bukan yang sekali! Ini bukan terpaan.
Jaman masih bergedoncak segila bisa,
udara pucat dan bersedih terhampar:
‘ku mainkan kata yang dulu mengharu
dalam persahabatan padamu pengisi hampa.
(diterjemahkan dari puisi berbahasa Belanda E. Du Perron, Somewhere)
HARI TUA
Tetaplah padaku juita, sebab api makin mati
Anjingku dan aku sudah tua, ketuaan bakal mengelana
Lelaki bernapsu teruna bikin mengkilang pencaran air terbang
sangat kaku akan bakal mencinta
untuk maju, terlalu beku bercinta
Kuambil buku dan dekatkan diri pada dian
Bolak balik lembaran kuning lama; dari menit ke menit
Jam berdetik kena kalbuku; sebuah kawat kering
Bergerak
Aku tidak kuasa layari lautanmu, aku tidak kuasa edari
Ladangmu, juga pegununganmu, juga lembahmu
Tidak bakal lagi, juga tidak pertarungan nun di sana
Di mana perwira muda kumpulkan lagi barisan yang pecah
Hanya tinggal tenang sedangkan pikiranku mengenangkan
Keindahan nyala/api dari keindahan
(diterjemahkan Chairil, yang menurut H. B. Jassin, tidak jelas oleh penyair mana, tapi salinan sajak dari bahasa aslinya ada)
GERONTION
Inilah aku, pak tua dalam bulan gersang
sedang dibaca oleh anak muda, ketika menanti hujan.
Aku tidak berada pada pagar hangat
Juga tidak terbenam hingga lutut dalam rawa garam,
mengayunkan pedang pandak.
Digigit lalar, berkelahi.
Rumahku adalah
(terjemahan sajak ini tidak selesai, baru 7 baris, dari sajak T.S. Eliot, Gerontion)
SONNET
Tidak apa yang diberi gampang saja. Undang-undang mesti kita cari
Gedong-gedong besar berdesak-desakan dalam metari
Dan di belakangnya terjalani jeriji
Jauh tersembunyi gubuk dan teratak keji
Tidak apapun bisa menentukan nasib kita;
hanya tubuh berpasti; si besar dan si kecil rata-rata
mencoba bertambah naik; deretan rumah sakit saja
memperingatkan bahwa kita semua berderajat sama.
Siapapun, juga polisi, tetap menyayangi anak-anak:
mereka ceritakan tentang masa sebelum para perwira
mengenal sepi serta kehabisan langkah
(tiga baris lagi belum diterjemahkan, dari sajak W.H. Auden, Sonnet, terjemahan ke bahasa belanda oleh Van der Plas, dalam buku I Hear America Singing, dari bahasa Belanda lah Chairil menerjemahkan)
SONG XI
Letakkan, cintaku, kepalamu yang terkantuk
Pada lenganku yang tidak setia
Bukankah jaman dan demam membakar
Keindahan yang dipercaya
dari masa kanak, di negeri mimpi –
kuburan saban kali tunjukkan
bahwa sang anak hidupnya pendek,
tapi biarlah sampai pagi
dalam pelukanku kau baring
sebagai insan hidup: usiamu terbatas
dan juga punya salah, tapi ah, bagiku
jelita yang sempurna.
Tubuh jiwa lepas kewajiban
jika mereka yang berkasihan
terhampar di lembah ajaib Venus
dalam deru, sudah mulai biasa saja;
maka dikirimkannyalah wajah impian
(6 baris dari kuplet ini dan 2 kuplet lagi belum diterjemahkan, Song XI, W.H. Auden)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar