BERCERITA UNTUK ANAK USIA DINI
Sebelum bercerita, pendidik harus memahami terlebih dahulu tentang
cerita apa yang hendak disampaikannya, tentu saja disesuaikan dengan
karakteristik anak-anak usia dini. Agar dapat bercerita dengan tepat,
pendidik harus mempertimbangkan materi ceritanya. Pemilihan cerita
antara lain ditentukan oleh :
1. Pemilihan Tema dan judul yang tepat
Bagaimana cara memilih tema cerita yang tepat berdasarkan usia anak?
Seorang pakar psikologi pendidikan bernama Charles Buhler mengatakan
bahwa anak hidup dalam alam khayal. Anak-anak menyukai hal-hal yang
fantastis, aneh, yang membuat imajinasinya “menari-nari”. Bagi
anak-anak, hal-hal yang menarik, berbeda pada setiap tingkat usia,
misalnya;
a.sampai ada usia 4 tahun, anak menyukai dongeng fabel dan horor,
seperti: Si wortel, Tomat yang Hebat, Anak ayam yang Manja, kambing
Gunung dan Kambing Gibas, anak nakal tersesat di hutan rimba, cerita
nenek sihir, orang jahat, raksasa yang menyeramkan dan sebagainya.
b.Pada usia 4-8 tahun, anak-anak menyukai dongeng jenaka, tokoh
pahlawan/hero dan kisah tentang kecerdikan, seperti; Perjalanan ke
planet Biru, Robot pintar, Anak yang rakus dan sebagainya
c.Pada usia 8-12 tahun, anak-anak menyukai dongeng petualangan fantastis
rasional (sage), seperti: Persahabatan si Pintar dan si Pikun, Karni
Juara menyanyi dan sebagainya
2. Waktu Penyajian
Dengan mempertimbangkan daya pikir, kemampuan bahasa, rentang
konsentrasi dan daya tangkap anak, maka para ahli dongeng menyimpulkan
sebagai berikut;
a.Sampai usia 4 tahun, waktu cerita hingga 7 menit
b.Usia 4-8 tahun, waktu cerita hingga 10 -15 menit
c.Usia 8-12 tahun, waktu cerita hingga 25 menit
Namun tidak menutup kemungkinan waktu bercerita menjadi lebih panjang,
apabila tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak dirangsang oleh
penampilan pencerita yang sangat baik, atraktif, komunikatif dan
humoris.
3. Suasana (situasi dan kondisi)
Suasana disesuaikan dengan acara/peristiwa yang sedang atau akan
berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional,
ulang tahun, pisah sambut anak didik, peluncuran produk, pengenalan
profesi, program sosial dan lain-lain, akan berbeda jenis dan materi
ceritanya. Pendidik dituntut untuk memperkaya diri dengan materi cerita
yang disesuaikan dengan suasana. Jadi selaras materi cerita dengan acara
yang diselenggarakan, bukan satu atau beberapa cerita untuk segala
suasana.
PRAKTEK BERCERITA
1.Teknik Bercerita
Pendidik perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah
vokal, olah gerak, bahasa dan komunikasi serta ekspresi. Seorang
pencerita harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur penyajian
cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat.
Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus
dikombinasikan secara proporsional adalah sebagai berikut : (1) Narasi
(2) Dialog (3) Ekspresi (terutama mimik muka) (4) Visualisasi
gerak/Peragaan (acting) (5) Ilustrasi suara, baik suara lazim maupun
suara tak lazim (6) Media/alat peraga (bila ada) (7) Teknis ilustrasi
lainnya, misalnya lagu, permainan, musik, dan sebagainya.
2. Mengkondisikan anak
Tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana tertib
harus diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita.
Diantaranya dengan cara-cara sebagai berikut:
a.Aneka tepuk: seperti tepuk satu-dua, tepuk tenang, anak sholeh dan lain-lain. Contoh;
Jika aku (tepuk 3x)
sudah duduk (tepuk 3x)
maka aku (tepuk 3x)
harus tenang (tepuk 3x)
sst…sst..sst…
b.Simulasi kunci mulut: Pendidik mengajak anak-anak memasukkan tangannya
ke dalam saku, kemudian seolah-olah mengambil kunci dari saku, kemudian
mengunci mulut dengan kunci tersebut, lalu kunci di masukkan kembali ke
dalam saku
c.“Lomba duduk tenang”, Kalimat ini diucapkan sebelum cerita
disampaikan, ataupun selama berlangsungnya cerita. Teknik ini cukup
efektif untuk menenangkan anak, Apabila cara pengucapannya dengan
bersungguh-sungguh, maka anak-anak pun akan melakukannya dengan
sungguh-sungguh pula.
d.Tata tertib cerita, sebelum bercerita pendidik menyampaikan aturan
selama mendengarkan cerita, misalnya; tidak boleh berjalan-jalan, tidak
boleh menebak/komentari cerita, tidak boleh mengobrol dan mengganggu
kawannya dengan berteriak dan memukul meja. Hal ini dilakukan untuk
mencegah anak-anak agar tidak melakukan aktifitas yang mengganggu
jalannya cerita
e.Ikrar, Pendidik mengajak anak-anak untuk mengikrarkan janji selama mendengar cerita, contoh:
Ikrar..!
Selama cerita, Kami berjanji
1.Akan duduk rapi dan tenang
2.Akan mendengarkan cerita dengan baik
f. Siapkan hadiah!, secara umum anak-anak menyukai hadiah. Hadiah men
dorong untuk anak-anak untuk mendapatkannya, meskipun harus menahan
diri untuk tidak bermain dan berbicara. Bisa saja kita memberikan hadiah
imajinatif seperti makanan, binatang kesayangan, balon yang seolah-olah
ada di tangan dan diberikan kepada anak, tentu saja diberikan kepada
anak-anak yang sudah akrab dengan kita, seringkali teknik ini
menimbulkan kelucuan tersendiri.
3. Teknik membuka Cerita
”Kesan pertama begitu menggoda selanjutnya ….terserah anda”, Kalimat
yang mengingatkan kita pada salah satu produk yang diiklankan. Hal ini
mengingatkan pula betapa pentingnya membuka suatu cerita dengan sesuatu
cara yang menggugah. Mengapa harus menggugah minat? Karena membuka
cerita merupakan saat yang sangat menentukan, maka membutuhkan teknik
yang memiliki unsur penarik perhatian yang kuat, diantaranya dapat
dilakukan dengan:
Pernyataan kesiapan : “Anak-anak, hari ini, Ibu telah siapkan sebuah cerita yang sangat menarik…” dan seterusnya.
Potongan cerita: “Pernahkah kalian mendengar, kisah tentang seorang anak
yang terjebak di tengah banjir?, kemudian terdampar di tepi pantai…?”
Sinopsis (ringkasan cerita), layaknya iklan sinetron “Cerita bu Guru
hari ini adalah cerita tentang “seorang anak kecil pemberani, yang
bertempur melawan raja gagah perkasa perkasa ditengah perang yang besar”
(kisah nabi Daud) mari kita dengarkan bersama-sama !
Munculkan Tokoh dan Visualisasi “ dalam cerita kali ini, ada 4 orang
tokoh penting…yang pertama adalah seorang anak yang jago main karate, ia
tak takut dengan siapapun…namanya Adiba, yang kedua adalah seorang
ketua gerombolan penjahat yang bernama Somad, badannya tinggi besar dan
bila tertawa..iiih mengerikan karena sangat keras”…HA. HA..HA..HA..HA”,
Somad memiliki golok yang sangat besar, yang ketiga seorang guru yang
bernama Umar, wajahnya cerah dan menyenangkan…dan seterusnya.
Pijakan (setting) tempat “Di sebuah desa yang makmur…”, “Di pinggir
pantai..” “Di tengah Hutan…” “Ada sebuah kerajaan yang bernama ..” “Di
sebuah Pesantren…” dan lain-lain.
Pijakan (setting) waktu, “Jaman dahulu kala…” “Jaman pemerintahan raja
mataram …” ”Tahun 2045 terjadi sebuah tabrakan komet…” “Pada suatu
malam…” “Suatu hari…” dan lain-lain.
Ekspresi emosi: Adegan orang marah, menangis, gembira, berteriak-teriak dan lain-lain.
Musik & Nyanyian “Di sebuah negeri angkara murka, dimulai
cerita…(kalimat ini dinyanyikan), atau ambillah sebuah lagu yang
popular, kemudian gantilah syairnya dengan kalimat pembuka sebuah
cerita.
Suara tak Lazim atau ”Boom” ! : Pendidik dapat memulai cerita dengan
memunculkan berbagai macam suara seperti; suara ledakan, suara aneka
binatang, suara bedug, tembakan dan lain-lain.
4. Menutup Cerita dan Evaluasi
a.Tanya jawab seputar nama tokoh dan perbuatan mereka yang harus dicontoh maupun ditinggalkan.
b.Doa khusus memohon terhindar dari memiliki kebiasaan buruk seperti
tokoh yang jahat, dan agar diberi kemampuan untuk dapat meniru kebaikan
tokoh yang baik.
c.Janji untuk berubah; Menyatakan ikrar untuk berubah menjadi lebih
baik, contoh “Mulai hari ini, Aku tak akan malas lagi, aku anak rajin
dan taat kepada guru!”
d.Nyanyian yang selaras dengan tema, baik berasal dari lagu nasional, popular maupun tradisional
e.Menggambar salah satu adegan dalam cerita. Setelah selesai mendengar
cerita, teknik ini sangat baik untuk mengukur daya tangkap dan imajinasi
anak.
5. Penanganan Keadaan Darurat
Apabila saat bercerita terjadi keadaan yang mengganggu jalannya cerita,
pendidik harus segera tanggap dan melakukan tindakan tertentu untuk
mengembalikan keadaan, dari kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih
baik (tertib). Adapun kasus-kasus yang paling sering terjadi adalah:
a.Anak menebak cerita. Penanganan: Ubah urutan cerita atau kreasikan alur cerita
b.Anak mencari perhatian. penanganan: sampaikan kepada anak tersebut
bahwa kita dan teman-temannya terganggu, kemudian mintalah anak tersebut
untuk tidak mengulanginya.
c.Anak mencari kekuasaan. Penanganan: Pendidik lebih mendekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat.
d.Anak gelisah. Penanganan: Pendidik lebih dekat secara fisik dan lebih
sering melakukan kontak mata dengan hangat, kemudian mengalihkan
perhatiannya kepada aktivitas bersama seperti tepuk tangan dan penyanyi
yang mendukung penceritaan.
e.Anak menunjukkan ke tidak puasan. Penanganan: Pendidik membisikkan ke
telinga anak tersebut dengan hangat ”Adik anak baik, Ibu makin sayang
jika adik duduk lebih tenang”
f.Anak-anak kurang kompak. Pananganan: pendidik lebih variatif mengajak tepuk tangan maupun yel-yel.
g.Kurang taat pada aturan atau tata tertib. Penanganan: Pendidik mengulangi dengan sungguh-sungguh tata tertib kelas.
h.Anak protes minta ganti cerita. Penanganan: Katakanlah ”Hari ini
ceritanya adalah ini, cerita yang engkau inginkan akan Ibu sampaikan
nanti”.
i.Anak menangis. Penanganan: Mintalah orang tua atau pengasuh lainnya membawa keluar.
j.Anak berkelahi. Penanganan: Pisahkan posisi duduk mereka jangan
terpancing untuk menyelesaikan masalahnya, namun tunggu setelah selesai
cerita
k.Ada tamu. Penanganan: Berikan isyarat tangan kepada tamu agar
menunggu, kemudian cerita diringkas untuk mempercepat penyelesaiannya
Suasana cerita sangat ditentukan oleh ketrampilan bercerita pendidik dan
hubungan emosional yang baik antara pendidik dengan anak-anak. Beberapa
kasus di atas hanyalah sebagian contoh yang sering muncul saat seorang
pendidik bercerita, jadi penanganannya bisa disesuaikan dengan situasi
dan kondisi serta kreativitas pendidik.
6. Media dan Alat bercerita
Berdasarkan cara penyajiannya, bercerita dapat disampaikan dengan alat
peraga maupun tanpa alat peraga (dirrect story). Sedangkan bercerita
dengan alat peraga tersebut dibedakan menjadi peraga langsung (membawa
contoh langsung:kucing dsb) maupun peraga tidak langsung (boneka,
gambar, wayang dsb). Agar bercerita lebih menarik dan tidak membosankan,
pendidik disarankan untuk lebih variatif dalam bercerita, adakalanya
mendongeng secara langsung, panggung boneka, papan flanel, slide,
gambar seri, membacakan cerita dan sebagainya.sehingga kegiatan
bercerita tidak menjemukan.
PENUTUP
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar