Translate

cerpen akibat minum kopi di sore hari

Written By iqbal_editing on Sabtu, 06 Mei 2017 | 10.36

Hujan sepanjang hari memang melelahkan. Ketika kau menyaksikan euforia hujan yang menjemput pagimu dan kemudian tak berhenti meski jam telah berpusing hingga menunjukkan pukul 1 tengah hari. Maka tiap manusia penuh energi akan mengumpat tentang air yang diturunkan Tuhan ke bumi-Nya itu. Tapi beda hal dengan manusia pengangguran yang memuja-muja hujan tak henti itu karena ia akan punya alasan kepada istrinya jadi ia tak harus keluar mencari kerja. Namun bagiku, mahasiswa yang sedang libur UAS yang tak ada kerjaan, hujan selalu membawa cerita.
Hujan sepanjang hari akan membawa cerita di sore hari. Lagit sore akan menyuguhkan pelangi. Tebak sendiri saja warna-warni yang pamer gaya di pelangi itu. Karena campuran warna pelangi menurutku janganlah disebut satu-satu. Sulit kawan. Kesannya akan berbeda ketika kalian terfokus kepada satu warna atau terfokus pada semua warna. Atau jangan sekali-sekali berpikir warna mana yang lebih dulu tampil dan paling eksis di antara semua warna. Karena itu tidak adil. Sungguh tidak adil. Kalian akan menjatuhkan martabat keindahan pelangi itu sendiri. Kalian akan memprofokasi pelangi. Dan bayangkan jika ulah kalian itu telah membuat pelangi itu tersinggung sehingga ia kemudian akan mengadu pada Tuhan. Tuhan mungkin akan marah dan membuat pelangi baru yang tak berwarna-warni seperti sekarang. Ah… jangan sampai itu terjadi. Jangan. Aku bisa mengutuk kalian jadi batu jika sekali lagi kalian durhaka pada pelangi.
Mari kita lupakan tentang pelangi. Karena aku ingin menyeduh segelas kopi. Bukan kopi hitam pekat pakai gula macam bapak-bapak. Karena aku pun tak suka. Cukup kopi coklat manis Nes****. Ah… aku sengaja menyeduhnya dengan air yang agak panas. Karena aku tak ingin meminum habis kopi itu langsung. Tidak. Jangan terburu-buru kawan. Aku masih ingin menikmati sore yang teduh dan sejuk ini sambil menyeruput pelan-pelan kopiku dengan lamunan. Menikmati tiap keindahan dan kelembutan.
Aku memilih duduk di teras rumah. Kuperhatikan pelangi itu kian lama kian redup. Langit keabu-abuan, langit mendung tipis. Sehingga jika kalian tengok belahan langit yang lain, akan tampak mega yang merah malu-malu. Tapi mungkin tak sedikit orang menyadari indahnya langit sore itu. Karena aku saja, baru ketika aku mengenal lamunan yang dipadupadankan dengan segelas kopi di sore hari, baru bisa menyadari keindahan itu. Ya ampun… Kasihan sekali diriku.
Selesai menyapa langit, aku seruput kopiku lagi. Lalu mataku mencari-cari objek lain yang ingin kusapa. Ah… binatang-binatang piaraan tetanggaku itu ternyata mampu menarik perhatianku. Tak lain tak bukan karena berisiknya mereka yang minta ampun deh. Apa lagi si ayam jago putih bercorak coklat itu. Badungnya itu loh! Masya Allah…. tak habis akal aku dibuatnya geleng-geleng kepala melihat ulah tengilnya itu. Maka aku ingin lihat. Apa lagi yang akan dilakukan si ayam jago tengil itu setelah tempo hari beramtem hebat dengan anak tetanggaku sampai baret-baret tangannya di tinju pakai cakar bengis si ayam jago tengil tak beradab itu.
Aku tahu dia mungkin merasa tindak-tanduknya aku amati. Karena akhir-akhir ini pula dia sering mencoba menyelakaiku sampai-samapai kemarin dia terbang dan mencoba mencakarku ketika aku sedang lengah. Sungguh setrategi bukan sembarang setrategi. Tak kalah hebat dengan strategi gerilya Jendral Soedirman. Maka aku tak boleh sampai lengah lagi. Aku harus tetap waspada dan mencari kesempatan bagaimana harus membalasnya. Dengan berbekal segelas kopi, sore hari, lamunan, dan teras rumah aku akan mengamati musuh bebuyutanku itu. Aku akan mempelajari kebiasaannya dan kelemahannya. Lihat saja ayam. Kau akan menyesal nanti.
Si ayam jago putih tengil ternyata memang yang paling berkuasa di antara para ayam di kawasan itu. Lihat saja bagaimana ia mencoba memarahi si ayam hitam bermuka masam yang mencoba mengambil alih makanan sendiri dan tak mau berbagi dengan para bebek-bebek yang juga piaraan tetanggaku itu. Si ayam jago putih mengepak-ngepak sayapnya heboh, “kok-kok-pok-pok-pok”. Menjaga keserasian antar bangsa, bebek dan ayam dalam kasus ini, adalah penting demi menjaga keharmonisan bertetangga dan demi menjaga harga diri majikan mereka supaya tak pilih kasih nantinya ketika memberi makan. Tapi maaf-maaf saja. Itu tidak cukup untuk membuatku terkesan. Tak cukup hanya dengan itu dia mau mengambil hatiku. Maaf ya ayam. Lagamu itu cuma mampu meluluhkan si ikan teri yang sudah sekarat dari pagi dan mau digoreng satu menit lagi.
Tak lama. Aku lihat si ayam celingak-celinguk. Mungkin ingin memastikan semua warganya bahwa semua yang ada di sana adalah atas kendalinya. Tatapannya seolah memberi kesan jangan sekali-sekali melawannya atau kucakar kau sampai bapakmu malu telah mengawini ibumu dan melahirkanmu. Sungguh keji si ayam itu. Benar-benar harus diberi pelajaran moral.
Si ayam jago putih itu kemudian berjalan dengan kedua cekernya yang aku yakin jika di sop pastilah enak rasanya. Berjalan mendekati seekor ayam betina yang badannya aduhai, montok sekali. Badannya benar-benar proporsional karena banyaknya daging di tubuhnya. Pahanya yang besar, mukanya yang cantik untuk ukuran ayam kampung, dan tubuhnya yang boncel sehingga lucu sekali ketika sedang berjalan. Benar-benar sangat memikat hati ayam jantan mana saja yang normal syahwatnya. Si ayam betina yang montok itu makan dedek pemberian majikannya dengan anggungnya. Melirik jual mahal dengan si ayam jago putih. Si ayam jago putih dengan gagah berjalan sambil mengembangkan ekornya. Mengusir siapa saja yang mencoba mendekati si ayam betina bohai itu. Memastikan nuansa romantis antara mereka berdua. Lalu makan bersama berdampingan. Ah… tersenyum aku dibuatnya. Ternyata. Ayam pun tahu bagaimana harus bersikap mesra.
Tak sabar dengan pendekatan yang itu-itu saja. Si ayam jago putih mencoba memberikan si ayam betina bohai itu first kiss untuknya. Dia makin mendekat dan menciumi si betina bohai itu (ayolah… jangan bayangkan ciuman ayam itu seperti apa. Kau tahu kan… ayam biasanya suka mematuk-matuk lawan jenisnya kalau syahwatnya lagi di ujung jengger). Si betina bohai mengelak malu-malu tapi tetap menatap si ayam jago putih. Menggoda. Aih… matanya itu loh. Mengedip-ngedip genit macam bencong perempatan kalau lagi cari umpan. Membuat si ayam jago putih makin penasaran dibuatnya. Tapi aku rasa itu malah menjadi kesalahan tak terelakkan buat si betina itu. Si ayam jago putih jadi beringas dan tak tahu malunya sudah minggat kemana. Tak ada sopan santun tak ada ijab kobul. Dinaikinya si ayam betina. Ayam betina panik. Melompat ia dan lari kocar-kacir karena kaget akan keagresifan si ayam jago putih. Si ayam jago putih mengejar tak kenal lelah karena sudah terbawa suasana nafsu yang tak baik bagi pencernaan jika tak disalurkan. Menurutnya salah si ayam betina bohai itu yang telah menggoda gejolak kejantanannya duluan. Maka ketika si ayam betina bohai itu terpojok tak berdaya di sebelah kiri kandang ayam dimana di dalamnya terdapat ibu-ibu ayam yang sedang mengerami buah hati mereka. Si ayam jago putih itu menggagahi si ayam betina bohai dengan tanpa keromantisan yang sebelumnya terjalin ketika makan sore tadi. Dengan disaksikan si ibu-ibu ayam dan buah hati yang dierami mereka itu. Ah… aku berdoa semoga saja telur-telur ayam tak berdosa itu tidak tergunjing mental, jiwa raga, dan spiritualnya atas kejadian yang tak baik untuk tontonan anak-anak itu.
Selesai melakukan aksi memalukan itu si ayam jago putih pergi. Pergi begitu saja tanpa ber-kokok atau melambaikan sayap kepada si ayam betina bohai. Ia berjalan pamer. Naik podium, bangku di depan kandang ayamnya, dan ber-kukuruyuk keras sekali. Ya ampun… Ternyata dia merasa bangga karena telah melakukan hal yang telah merusak citra ayam kampung dimana saja di belahan dunia ini dengan berseremoni seperti tadi. Oh Tuhan… ayam ini benar-benar minta dihajar. Tak tahu adat. Kurang ajar. Sungguh. Kasihan betul yang jadi bapak ibunya.
Tapi tak pedulilah dengan siapa bapak ibunya. Karena aku lebih tertarik untuk menyeruput kopiku lagi. Airnya mengalir hangat membelai kerongkongan hingga lambungku. Menentramkan hatiku. Tapi itu cuma sesaat. Sesaat. Kau tahukan makna sesaat? Tak sampai 30 detik kawan. Karena aku langsung tersedak. Tersedak sampai batuk macam nenek-nenek aku dibuatnya.
Si ayam jago putih tengil itu memang tak pernah kenal dan tak pernah tahu akalnya tinggal di mana. Tak lama setelah ia turun dari podium, ia menghampiri seekor nyonya bebek yang paling angkuh di antara nyonya-nyonya bebek yang lain. Nyonya bebek yang hanya tahu makan, tidur, dan bertelur itu tak curiga sama sekali akan tindak tanduk si ayam jago putih yang makin lama makin tak waras saja. Bulu ekor si ayam jago putih itu berdiri. Kawan… kalian mengertikan maksudku arti dari ekor yang berdiri itu. Si ayam jago putih yang ternyata masih memiliki sisa syahwat setelah beromantis-romantis ria tadi dengan si ayam betina bohai. Tak segan-segan dan tanpa assalamualaikum, si ayam jago putih langsung menaiki si nyonya bebek dan ber-kokokokok. Mungkin kira-kira maksudnya, “Nyonya bebekku cintaku, maukah kau kawin denganku?”
Bayangkan. BEBEK. Oh Tuhan. Ayam mau kawin sama bebek. Gila betul dunia ini. Tak heran aku sekarang mengapa ada dongeng seorang gadis yang mau nikah sama aki-aki konglomerat yang sebentar lagi mau teken kontrak sama malaikat atau dongeng tentang laki-laki bujang lapuk, yang tak laku-laku meski telah diobral di pasar malam, yang pergi ke dukun buat minta dikawinkan dengan jin. Astagfirullohal adzim..
Memang betul-betul si ayam jago putih itu. Si nyonya bebek kaget bukan main karena tiba-tiba dinaiki oleh si ayam jago putih. Merasa diinjak-injak harga dirinya, si nyonya bebek teriak sekeras-kerasnya bebek punya suara. Ia menjauh tapi tak lari. Tapi si nyonya bebek itu terus saja mengoceh tak henti-henti, “wek-wek-wek-wek”. Ternyata si nyonya bebek adalah seroang revolusionis betina bebek di sana. Kata lari tak ada dalam kamus bebeknya. Ia tetap berdiri di sana untuk mencaci, menceramahi, minta penjelasan, atau apalah. Bahwasannya aku memang tak paham bahasa binatang apa lagi bahasa bebek, jadi maaf-maaf saja.
Tapi seperti halnya diriku. Si ayam jago itu juga tak mengerti bahasa bebek. Atau lebih tepatnya naluri keayamannya sudah pulang kampung karena telah diusir oleh hawa nafsunya. Sehingga ia tak mengerti dan tak mau mengerti segala macam penjelasan yang dipaparkan si nyonya bebek. Ia tetap saja mencoba dan terus mencoba menaiki si nyonya bebek. Si nyonya bebek makin sakit hati dibuatnya. Ia malu. Malu sekali karena harga dirinya sebagai bebek telah diracuni oleh ayam. Apa yang harus dia katakan pada suami, anak, istri, orang tua, dan kedua mertuanya. Sore itu baginya tak indah sama sekali. Tak ada itu pelangi dan langit mending tipis. Tak ada. Kejam. Dunia telah terlalu kejam mempermainkan nasibnya sebagai seekor bebek.
Sementara warga yang lain (bebek, ayam, dan dua kambing milik tetanggaku lainnya yang ternyata daritadi juga asik memperhatikan si ayam jago putih sepertiku) hanya bisa pura-pura tidak tahu. Mereka bisa apa. Apa lagi si ayam jago putih itu adalah kepala suku mereka. Mereka yang punya kuping tutup kuping. Mereka yang punya paruh dibuat makan. Mereka yang punya jengger digeleng-gelengkan. Mereka yang tak punya akal pengen ikut-ikutan.
Tapi ternyata Tuhan masih sayang dengan si nyonya bebek. Seekor ayam jago hitam besar yang juga sahabat si ayam jago putih, katakan saja ia jendral besar di suku ayam itu, ber-kokokpetok. Marah. Memisahkan si nyonya bebek yang tersedu-sedu dengan si ayam jago putih yang penuh nafsu. Si ayam hitam besar yang gagah itu menghadap si ayam jago putih sampai bertabrakan jengger mereka berdua. Si ayam jago hitam berkata bahwa ia malu punya ketua yang tak tahu adat. Ia marah-marahi si ayam jago putih yang telah mencoreng nama baik ayam kampung mana saja di kampung mana saja. Ah… aku jadi terpesona melihat ayam hitam gagah itu. Sebagai penghormatan dariku, aku akan pastikan dia ayam yang tak akan aku makan jika dipanggang nanti.
Si ayam jago putih tercengang. Kaget ia karena jendralnya sendiri telah berani menentangnya. Akal keayamannya telah kembali dari pulang kampung dan sekarang balik mengusir hawa nafsunya. Si ayam jago putih menjadi malu. Sekarang ia merasa harga dirinya tercakar-cakar dengan teguran dari si ayam jago hitam. Ia sadar telah membuat malu sukunya, dan bangsa ayam mana saja di dunia ini. Ia aib masyarakat ayam dan bebek, serta kambing yang ikut menonton. Ia tertunduk lesu. Berjalan dan masuk ke kolong kandang ayam. Tak keluar-keluar hingga kopiku habis kutelan. Rasa malu mungkin bisa menjadi bentuk introspeksi baginya.
Dan besok adalah hari pembalasan dendamku. Lihat saja ayam. Sore dan segelas kopi memang senjata paling ampuh untuk melumpuhkanmu. Aku akan katakan pada majikanmu apa yang telah kau lakukan pada si nyonya bebek itu. Aku akan melebih-lebihkan sedikit tentang bagaimana kau telah membuat stress si nyonya bebek, sehingga akan menyebabkan daging si nyonya bebek akan tidak enak nantinya jika dimakan akibat dari penyakit stressnya itu. Dan aku juga akan memastikan kau akan dikurung di kandang ayam itu selama mungkin. Tak keluar meski pagi hari. Tak main-main meski siang hari. Dan tak bisa bercinta meski sore hari. Oh…. untuk malam hari, aku pastikan kau tak akan keluar karena tak akan ada maling manapun di dunia ini yang mau dekat-dekat dengan ayam tak tahu adat moralitas sepertimu. Ah…. puasnya hatiku ayam. Maka jangan lagi-lagi kau dekat-dekat denganku. Karena aku pun malu dan tak sudi dekat-dekat dengan ayam macam kamu.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik