puisi nasi goreng
Wajan berbunyi berdentang mengalunkan iramanya sendiri.
Tangan menari di antara sela-sela wajan dan kompor.
Memetik keharuman jiwa melalui nada-nada yang berima si penggoreng nasi.
Ah,mungkin kau memandang remeh nasi goreng!
Nasi goreng yang tersaji di hadapan para pembeli adalah hasil olahan jiwa berpendarkan asa.
Mengapa?
Karena tiap butir-butir nasi yang beterbangan ke udara,selalu terselip inspirasi di dalamnya.
Selalu terselip hakekat kekata jiwa yang sesungguhnya.
Memaknai hari penuh mimpi dalam kecupan senja pada malam.
Karena ku memaknai harapan dan cita dalam rangkaian nasi yang beterbangan,mengguratkan asa dalam takdir yang membelai lembut.
Karena ku merapalkan cintaku dalam sanubari yang terbangun dari masanya,mengikrarkan satu kata,bahwa nasi goreng selalu tercipta dengan seni dan cita rasa yang menggugah hati.
Persis sama dengan puisiku yang seringkali terlahir ketika sedang goreng nasi.
Hakekatnya pun sama,menggaraskan langkah langkah dalam semburat asa yang terbujur kaku
.
Pagi tadi, sepiring nasi goreng kauhidangkan padaku
di meja makan
ada selembar telur dadar lebar-bulat
di permukaannyanya
kau pun menatapku lembut sekali, seolah
penasaran seperti apa nikmat masakanmu di lidahku.
Sayang, rasanya baru kemarin
aku menikmati nasi goreng buatan Ibu
dan berharap, istriku juga melakukannya
buatku, dan buat anak-anak kelak
—dan ternyata, engkau mampu mengabulkannya
dengan sempurna.
0 komentar:
Posting Komentar