Namun, terkadang ada pula Bapak-Bapak yang mengisi waktu istirahat dari permainan golf-nya, memang ada lapangan golf di sana, yang tidak hanya digunakan untuk golf, letaknya tepat di tengah kota. Eih.. tidak bisa disebut kota, semacam daerah yang memang untuk pusat hiburan ada banyak toko dan tempat-tempat yang biasa untuk mengisi kesenjangan, uniknya motor dan mobil atau transportasi yang membuat polusi tidak boleh memasukinya, bisa dibilang misi Go Green, keren! Jadi bisa naik sepeda, sepatu roda atau skuter.
“Huh, sampai juga.” keluhku ketika sampai di cafe. Terlihat Bi Sumi yang sedang mencuci piring. Melihat kedatanganku Bi Sumi pun berhenti mencuci piring.
“Bi Sumi boleh pulang. Makasih ya Bi.” ucapku kepada Bi Sumi.
“Baik non. Sama-sama.” Bi Sumi melepas celemek dan bergegas untuk pulang.
“Tadi aku sudah membeli susu cokelat, di mana ya?” aku pun mengobrak-abrik tas sekolah yang tadi ku pakai. Aku pun tersenyum melihat 2 kaleng susu cokelat yang berhasil ku temukan. Ku buka kedua susu itu dengan bantuan dari gunting orange.
“Waduh, botolnya nggak ada yang kosong, taruh di mana ya? kalau nggak dipindahin, nanti ada jamurnya. Walah…” setelah mengobrak-abrik lemari kayu yang lumayan besar, akhirnya hanya ada satu botol kosong yang biasa digunakan untuk tempat kecap, warnanya biru dan cukup untuk menampung 2 kaleng susu yang sudah ku beli tadi. Aku pun memasukkan susu tersebut ke dalam botol yang sudah ku bersihkan sebelumnya, dan meletakkannya di sebelah botol saus.
“Assalamualaikum, panasnya…” dari arah belakang ada yang membuka pintu, yang ternyata adalah Kak Adit, ia langsung merebahkan diri di kursi yang bisa disebut kursi goyang, walau sebenarnya bukanlah kursi goyang.
“Iya kak, panas banget. Suhu bumi berapa sih?” aku menimpali keluh kesah Kakakku yang berambut cepak dan wajahnya yang penuh dengan bekas jerawat, karena sebelumnya ia telah perawatan di salah satu klinik perawatan wajah. Beruntungnya dia.
“ukur aja pake termometer.”
“idih.. yang ada termometernya meledak kali! Kak “Cafe_break.” mau diapain lagi, upgrade dikit-dikit gitu biar lebih waw.” kataku yang sedang memakai celemek.
“nanti lagilah Sa, kita kumpulin uang lebih dulu.”
“okelah.” aku mengacungkan jempol.
“ting… tinggg” bel cafe berbunyi tanda ada pelanggan yang datang, secara otomatis bel memang akan berbunyi jika ada orang yang datang ke cafe (khusus pintu depan). Ide ini muncul gegara aku suka main game Papa’s. Papa’s Hotdogeria, Papa’s Freezeria, Papa’s Pizzeria, dan Papa’s-Papa’s lainnya.
“aku yang temuin ya kak.” aku langsung mengambil note dan meluncur ke luar untuk menemui pelanggan.
“Selamat siang. Mau pesan apa pak?” tanyaku berdiri di samping meja pelanggan itu.
“nasi goreng seafood sama rainbow ice.” ucap lelaki yang berumur sekitar 40 tahun setelah melihat daftar menu.
“Terima kasih.”
Tak lama kemudian bel kembali berbunyi. Aku memutuskan untuk melayani pelanggan itu dulu sebelum kembali ke belakang.
“Selamat siang. Silahkan dipesan.” sapaku
“Burger telur, puding brownies, sama milkshake cokelat.” wanita itu menyebutkan pesanannya.
“Siap.” aku langsung meluncur menuju dapur.
“Nasi goreng satu sama rainbow ice di meja pisang. Burger telur, pudding brownies sama milkshake cokelat di meja durian. Kak telurnya habis, aku lupa beli, Kakak buat pesenan meja pisang dulu aja sama puddingnya..” kataku kepada Kak Adit. Meja-meja di sini memang berbentuk buah-buahan, memang aneh, tapi ini berbeda dengan yang lain.
“Okelah.. cepat.” setelah jawaban terakhir Kak Adit, tanpa menunggu aku langsung menyabet tas dan ke luar cafe.
Rencananya aku akan pergi ke toko kelontong pamanku yang tidak jauh dari cafe. Tapi, malangnya toko itu tutup, aku lupa jika paman lagi pulang kampung sehingga tidak membuka tokonya. Akhirnya aku pun memutuskan untuk membeli di mall yang dekat dengan toko pamanku. Setelah kantong telur sudah di tangan sedikit lega akhirnya, namun entah mengapa perasaanku kurang enak, karena itu aku mempercepat langkah agar cepat sampai di cafe. Setengah perjalanan ke cafe, aku baru ingat kalau Kak Adit belum tahu jika yang ada di botol kecap adalah susu, dan kemungkinan besar Kak Adit salah memasukkan susu ke nasi goreng. Lari adalah jalan ke luar, maka dari itu aku lari.
“Kak, Kakak udah buat nasi gorengnya belum?” tanyaku dengan napas yang masih tersengal-sengal karena lari.
“Udahlah, baru aja Kakak keluarin makanannya. Mana telurnya, kayak habis dikejar anjing saja sih kamu Sa, napas kesengel terus.”
“Hah? Udah dibuat? Waduh… gawat ni kak.” ucapku di antara kaget dan bingung.
“Lah, kan kamu yang suruh. Emang kenapa?”
“Sasa lupa bilang sama Kak Adit, tadi kan aku beli susu, lah botolnya yang kosong cuma botol kecap itu, jadi ku masukkin di botol itu aja..”
“Tadi Kakak ambil yang di sini.” Kak Adit menunjukkan botol yang katanya dicampurkan di nasi goreng. Dan benar itu botol susu.
“Iya itu, tadi aku masukkin di situ. Kecapnya aku pindah di botol ini.” aku menunjukkan botol merah.
“walah Sa.. terus gimana coba. Oh ya, tadi Kakak nemu telur satu di kulkas jadi Kakak udah buat burgernya. Dan masalahnya sekarang nasi goreng itu..”
“Kita lihat dulu ajalah kak lewat kasir.”
Aku dan Kak Adit mengintip lewat kasir yang ada di sebelah kanan meja pelanggan. Saat itu laki-laki yang sudah salah menu, akan menyuapkan sendok nasi goreng ke mulutnya. Kak Adit menutup mata, dia memang lebay. Aku menunggu yang terjadi selanjutnya. Namun, tinggal 1 centi di depan mulut, Bapak itu menaruh kembali sendoknya di piring. Ia menghampiri meja kasir. Aku dan Kak Adit pun bingung, namun langsung bersikap normal setelah mengetahui Bapak itu menuju kasir.
“Maaf makanannya tidak saya makan. Ada yang saya lupa. Ternyata saya lagi puasa, hampir saja batal. Hahaha, maklumlah orangtua.” Bapak itu langsung membuka percakapan sebelum ditanya. Ia tertawa karena penyakit pikunnya.
“Oh.. tidak apa-apa pak. Nanti juga kita yang menghabiskan. Hehehe.” Kak Adit menimpali, ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Berapa semuanya?” tanya Bapak itu kemudian.
“Sembilan ribu pak.”
“Loh, kok murah sekali?” Bapak itu kelihatan bingung.
“Karena kejadian ini ada diskon 50 persen untuk Bapak. Hahaha.” jelas Kak Adit.
“Betul pak.” aku pun meyakinkan.
“Oh ya, terima kasihlah. Maaf sekali lagi. Hahaha, saya benar-benar sangat lupa.” Bapak itu memberikan uang sepuluh ribu.
“Tidak apa-apa pak, Bapak saya pun sering lupa. Ini kembaliannya.” Kak Adit menyerahkan uang seribu kepada Bapak itu.
“Terima kasih. Saya pulang dulu.” Bapak itu pun keluar cafe.
Setelah itu, tawaku dan Kak Adit benar-benar meledak. Hingga-hingga mengganggu pelanggan yang sedang makan.
Cerpen Karangan: Zakiyati Darmawan
0 komentar:
Posting Komentar