Seperti suara pecahan benda. Suara itu berasal dari kamarku.. Dengan tergesa-gesa ku langsung mengahampiri tempat kejadian. Dan kulihat disitu sudah ada sebuah vas bunga kesayanganku pecah berserakan di lantai, lalu kutatap Pusy, kucingku. Aku menatapnya geram. Pusy yang telah membuat vas bungaku pecah bak kapal menabrak karang besar dan hancur.
Sudah 3 kali dalam sepekan ini Pusy membuat ulah. Pertama, Pusy mencabik-cabik buku tugasku hingga tak terbentuk lagi. Kedua, Pusy membuat adikku menangis karena cakarannya. Dan kali ini dia memecahkan vas bungaku. Dengan segera kubawa Pusy ke luar rumah dan tak izinkan masuk ke rumah. Entah mau sampai kapan aku membiarkannya di luar rumah.
Setelah itu aku kembali masuk ke kamar untuk membersihkan pecahan vas bungaku. Tiba-tiba Ibu datang menghampiriku dan berkata “Adzkya.. Kenapa vas bunga itu pecah?” “Biasa bu. Pusy lagi” Jawabku apa adanya, Ibu langsung memahami perkataanku lalu ia berkata lagi “Oh iya.. Ibu mengerti.. Nak, setelah kamu membersihkan pecahan vas itu. Tata baju-bajumu. Libur tahun ini kita akan pergi ke rumah Nenek”
Dan sore itu pun aku berangkat ke rumah Nenek di Yogyakarta. Sebelum berangkat Ibu menanyakan “Pusy tidak kamu ajak?” “Biarlah bu.. Kita titipkan saja kepada tetangga. Aku sedang malas membawanya”.
Dan akhirnya Pusy dititipkan kepada tetanggaku. Semoga mereka dapat menjaga Pusy dengan baik. Biasanya kemana pun kami berlibur, Pusy selalu diajak tapi kali ini tidak karena aku sedang marah kepadanya. Kami pun berangkat ke Yogyakarta menuju Rumah Nenek.
1 BULAN KEMUDIAN…
Cepat sekali rasanya waktu berlalu.. Hari ini kami kembali pulang ke Jakarta. Di perjalanan aku memikirkan Pusy. Sedang apa dia sekarang disana ya.. Aku sudah amat rindu padanya dan kini aku sudah melupakan kejadian itu.
Sesampainya di rumah tidak langsung ke rumah, melainkan pergi ke rumah tetanggaku ditemani Ibu. Saat kutanyakan dimana keberadaan dan keadaan Pusy, tetanggaku malah menjawab “Maafkan kami.. Pusy mati 3 hari yang lalu karena kedinginan saat hujan turun dan kami lupa membawa Pusy masuk ke rumah. Sekali lagi maafkan atas kelalaian kami…”
Aku menangis mendengar jawaban tetanggaku itu. Menyesal sekali rasanya. Kenapa Pusy tidak aku ajak liburan ini. Namun apa daya.. Nasi sudah menjadi bubur dan Penyesalan selalu datang terlambat…
Cerpen Karangan: Sabrina Alifanisa
0 komentar:
Posting Komentar