Kata siapa kerja itu enak? Memang bisa dapat uang banyak – banyaknya dan
bisa memenuhi kebutuhan dengan hasil keringat sendiri. Kata siapa kerja itu
enak? Kalo yang temen sekolah baik tapi lain di kantor saling menyikut sama
lain. Jabatan paling hebat pasti akan di hina abis – abisan.
Melihat orang yang berhasil saja tidak bisa di tahan dan bisa di pendam.
Berkata dalam hati ’liat aja nanti, lu akan rasakan’. Walaupun dia atasan dan juga
teman baik tapi dia ingin merasakan duduk di kursi ”terhormat” membuat orang mematuhinya.
Banyak orang bersalaman ke atasannya, dia pun langsung memikirkan rencana
untuk menyingkirkan dia. Dengan cara jahat atau cara baik, yang penting orang
itu merasakan apa yang di rasakan oleh dia.
”Cici,”
Langsung orang itu menengok ke belakang ternyata teman kantor yang sama
jabatannya.
”iya, kenapa?” kata Cici sambil senyum.
”kamu gak ucapin selamat ke Ibu Marisa?” kata
Temannya sambil tanya.
Panggilan anak buah ke bagian atas sangat biasa tapi tidak untuk dia.
”udah tadi, aku selamat ke Ibu Marisa”
”untung ya Ibu Marisa naik jabatan. Udah baik,
ramah, murah senyum dan pastinya dia pintar dalam mengurus keuangan di kantor
kita” kata Temannya sambil jelasin.
Pujiannya sangat ingin muntah di hadapannya.
”emang sih, dia sangat jago untuk mengurus
keuangan. Untung perusahaan ini punya dia. Kalo gak, mungkin perusahaan ini
akan bangkrut”
”makanya, dia itu pantes di tahanin” kata Temannya
sambil senyum.
Tahanin? Gak akan lama kok.
“oh iya, aku mau ucapin salam ke Ibu Marisa ya”
kata Temannya sambil liat Cici.
“iya.” Kata Cici sambil senyum.
Lalu temannya pergi agak menjauh langsung Cici keluar dari pesta perayaan
naik jabatannya dari Ibu Marisa. Di luar, langsung dia teriak sekencang –
kencangnya. Ingin hancurin
kantor tapi sayang ntar ada yang liat siapa pelakunya.
”gue harus lakuin cara untuk jatuhin Marisa.
Lagian dia gak pinter dari gue. Gue selalu rangking bagus dan selalu menjadi
kebanggaan di sekolah kenapa harus dia sih?” kata Cici sambil berkata dalam
hati.
Cici menarik nafas dan buang nafas.
“lu lihat aja, Mar. Lu boleh puas dengan pesta lu
tapi gue yang puas dengan pesta gue. Lihat aja nanti” kata Cici dengan nada
kesal.
Langsung Cici masuk ke dalam ruangannya dan melanjutkan pekerjaannya. Jam istrihat
sudah selesai, saatnya kerja. Ketika Marisa ingin masuk ke ruangannya dia
melihat ruangan temannya. Walaupun dia sudah lama berteman dan kerja bareng
tapi jarang berbicara untuk basa basi dan curhat bareng.
Apakah salah jabatan dia yang membuat temannya sangat iri dengan dia? Apa harus
dia melepaskan jabatannya? Semoga saja dia bisa bicara dengan teman lamanya.
Masuk ke ruangannya dan melanjutkan pekerjaannya.
Jabatan mereka berdua sama saja dan beruntung bisa memegang jabatan ini
yaitu Manager Marketing. Gajinya sangat tinggi hingga mencapai pohon. Tapi lain
sikap mereka melakukan pekerjaan dan omongan mereka kepada customer sangat
berbeda.
Customer lebih suka sikap dan omongan Marisa tapi customer tidak suka
dengan sikap dan omongan Cici yang begitu kasar. Makanya jabatan Marisa yang
tadinya mengurus keuangan sekarang mengurus penjualan ke customer. Sedangkan
Cici tetap saja sama.
Hingga jam pulang tiba, saat Marisa keluar dari ruangannya dan melihat Cici
keluar dari ruangan kerjanya juga. Tersenyum ke Cici tapi Cici langsung pergi
tanpa membalas senyumannya. Entah perbuatannya itu terlalu jahat atau licik
bagi dia. Membingungkan.
Esok harinya, seperti biasa saatnya kerja. Semuanya langsung bekerja dengan
tugasnya. Marisa yang sibuk dengan pekerjaan barunya, tiba – tiba Direkturnya datang dan mengebrak
meja Marisa.
”kenapa ya, Pak?” kata Marisa sambil tanya.
”kamu kerjanya gimana sih? Padahal ini tugas
paling gampang” kata Direkturnya sambil marah ke Marisa.
”maaf, Pak. Tapi saya rasa tugasnya saya kerjakan
dengan benar” kata Marisa sambil membela dirinya.
”benar? Ini kamu lihat sendiri”
Marisa melihat mapnya dan tugasnya salah semua yang di kerjakan Marisa.
”saya rasa tugas saya bukan yang ini kok, Pak”
kata Marisa sambil berkata jujur.
”kamu jangan mengelak ya. Kamu liat kan, ini tugas
kamu loh dan ini tulisan kamu. Jangan bohong kamu”
”benar, Pak. Itu bukan hasil tugas saya. Saya
gak pernah memakai…”
“kalo kamu membuat
kesalahan lagi, saya bisa memecat kamu”
Direktur langsung pergi dan Marisa
mengambil map yang di kasih Direkturnya. Duduk di kursinya dan pusing setengah
mati. Menarik nafas dalam – dalam untuk menghilangkan rasa penat dengan kerjaan
yang cukup banyak.
“semangat, Mar. Lu
pasti bisa” kata Marisa berkata pelan.
Lanjutkan pekerjaannya sampai jam
istrihat, Marisa tetap melanjutkan kerjaan yang menumpuk supaya tidak menjadi
beban. Walaupun di tawarin makan
bareng, tapi dia menolak untuk mengerjakan tugas yang menumpuk. Jam pulang
tiba, tetap melanjutkan pekerjaannya dan lembur hingga jam 10 malam.
Tiba di rumah agak malam, membuat Marisa merasa lelah dan ingin besok tidak
masuk karena cape mengerjakan tugas yang sangat banyak. Bingung dengan hasil kerjaan
yang salah padahal dia teliti kenapa tetap salah. Saatnya tidur untuk melupakan
masalah di kantornya.
Keesokaan harinya, Marisa tetap melanjutkan pekerjaan nya dan akhirnya
tepat jam istrihat selesai juga pekerjaannya. Memikirkan siapa yang membuat dia
mengerjakan dua kali untuk tugasnya. Entah, siapa yang lakuin dan itu terlalu
jahat.
Tok, Tok,
Tok........................
”silahkan masuk,” kata Marisa sambil teriak.
Masuklah Asisten dari Direkturnya dan Marisa dengan senyum menyambut Asisten
Direktur.
”kenapa ya?” kata Marisa sambil senyum.
”Ibu, di panggil oleh Bapak” kata Asisten Direktur
sambil memberitahukan.
“untuk apa ya?”
“kayanya masalah tugas yang kakak kemarin sih”
“kayanya masalah tugas yang kakak kemarin sih”
”oke deh”
Marisa dan Asisten Direkturnya langsung menuju ke ruangan Direktur untuk
bertemu dengan Direktur. Berharap tugasnya benar dan tidak di pecat. Semoga saja
benar tugasnya. Masuk ke ruangan Direktur, Marisa dengan sopan masuk dan kaget
melihat Cici yang berada di ruangan tersebut.
”maaf, Pak. Kok ada Cici di sini?” kata Marisa
sedikit bingung.
“kamu anggap dia teman atau musuh?” kata Direktur
sambil tanya.
”teman kok. Dia teman saya sudah dari lama” kata Marisa sambil jelaskan.
”teman kok. Dia teman saya sudah dari lama” kata Marisa sambil jelaskan.
”dia menukarkan tugas kamu yang benar ketika saya pergi
ke toilet. Karena dia tidak suka dengan jabatan kamu sekarang” kata Direktur
sambil jelasin ke Marisa.
Kaget, bingung, kesel, kecewa, mau ngomong apa lagi dengan temannya yang sabar
dengan Cici.
”sekarang kalian bisa berbicara berdua. Saya pergi
dulu untuk bertemu dengan klien. Asisten saya akan memantau kalian dari luar
untuk berjaga – jaga supaya tidak ada keributan” kata Direktur sambil senyum.
”baik, Pak” kata Marisa sambil senyum.
Keluarlah Direktur dan Asisten dari ruangan tersebut. Marisa hanya menarik
nafas dan melihat Cici yang diam saja duduk di kursi itu.
”lu kenapa lakuin?” kata Marisa sambil tanya.
”lu gak denger Bapak ngomong apa?” kata Cici
sedikit cuek.
”tapi lu pasti ada alasannya kan, kenapa?” kata
Marisa dengan serius.
”karena, karena,....” kata Cici sedikit gugup.
”karena apa? Ngomong dong”
”karena gue ngiri sama lu” kata Cici sambil terus
terang.
Marisa melihat ke Cici yang mulai begitu serius.
”gue ngiri lu bisa dapet jabatan yang bagus, gue
ngiri costumer lebih suka lu daripada gue, gue ngiri orang – orang sangat suka
lu dengan keramahan lu, gue ngiri kenapa gue pintar gak dapetin apa yang gue
inginkan. Gue pengen kaya lu, Mar. Makanya gue lakuin ini untuk dapetin tahta
lu” kata Cici sambil jelasin.
Marisa diam dan tetap melihat ke Cici.
”lu mau marah sama gue, silahkan. Lu mau suruh
Bapak pecat gue, silahkan. Gue terima dan gue emang gak pantes jadi sahabat lu”
kata Cici sambil menyesal.
“kenapa sih? Kita udah temanan lama, senang dan
sedih kita jalanin. Kenapa
cuma pekerjaan bikin hubungan kita rusak?” kata Marisa sedikit kecewa.
“karena ego gue, Mar” kata Cici sambil melihat
Marisa.
“sorry buat lu ngiri. Gue gak mau buat lu ngiri. Gue gak mau aja hubungan kita rusak gara –
gara kerjaan. Gue mau kita tetap bersama” kata Marisa sambil senyum ke Cici.
”kenapa lu yang minta maaf? Seharusnya gue yang
minta maaf sama lu” kata Cici sambil menatap aneh.
”karena gue yang salah. Gue gak tau perasaan temen
gue kaya gimana, padahal gue tau sikap lu kaya gimana”
Cici langsung berdiri dan berhadapan dengan Marisa.
”tenang kok, lu tetap teman gue. Walaupun lu buat
jahat sama gue tapi gue tetap peduli sama lu. Karena kita komitmen untuk bareng
– bareng”
Cici langsung nangis dan berpelukan dengan Marisa.
”maafin gue, Mar. Gue emang temen gak tau untung,
gue emang bodoh lakuin ke lu”
0 komentar:
Posting Komentar