Translate

cerpen love is bublegum

Written By iqbal_editing on Senin, 24 Juli 2017 | 06.55

LOVE IS BUBLEGUMM
Pertama bertemu dengannya saat hari pertama penerimaan siswa baru di SMP. Hari itu aku melihatnya terlambat datang ke sekolah. Ketika aku dan siswa lainnya sedang mengikuti apel, aku melihatnya memanjat pagar sekolah dan sedang dikejar – kejar oleh satpam sekolah. Entah mengapa aku ingin selalu melihatnya setiap saat. Gelembung permen karet di mulutnya saat itu membuatnya berbeda di hatiku. Aku jadi aneh setelah hari itu. padahal aku tak tahu apakah dia mempunyai perasaan yang sama sepertiku ini.
Sekarang hampir genap enam tahun semenjak pertemuan itu. sejak kelas satu SMP hingga kelas tiga SMA ini aku selalu satu kelas dengannya, tetapi aku belum bisa dekat dengannya. Dia cukup populer di sekolah, anaknya sedikit aneh tapi… ‘aku suka’. Setiap berangkat ke sekolah aku selalu menunggunya di gerbang sekolah, aku tahu itu bodoh dan sia – sia. Namun aku hanya ingin melihatnya dari jauh dan berharap dia juga akan menyapaku suatu saat nanti.
Keadaan tubuhku yang lemah menyebabkan aku harus sering kali mendatangi UKS karena aku sering merasa pusing dan ingin pingsan. Sebenarnya aku nggak punya penyakit yang terlalu parah hanya saja daya tahan tubuhku lebih lemah dibandingkan orang-orang lainnya.
Sehingga suatu ketika, “Nalysha, kamu sakit lagi yah? Lebih baik kamu nggak usah ikut olahraga dulu, kamu ke UKS aja! Yuk… aku temenin,” seru Chika, teman sekelasku.
Saat itu aku memang agak demam, sehingga Chika mengantarku ke UKS. Nggak di sangka di UKS aku bertemu dengan si gelembung permen karet ‘Shandy’. Aku nggak tahu harus ngapain saat itu. hingga dia membuka pembicaraan di ruangan kecil itu, rasanya aku ingin berlama – lama di sana agar bisa bicara banyak dengannya.
“Lo sakit?” Shandy memulai percakapan kami saat itu.
“Iya,” jawabku secukupnya.
“Mau permen karet?”
“Iya,” jawabku sambil sedikit ragu.
“Enak kan?! Tau nggak, permen karet bisa jadi obat semua penyakit loh. Demam, pusing sampe sakit hati,”
“Hm… Kamu kenapa di sini?” aku memberenikan diri bertanya padanya.
“Ah nggak! BT aja sama pelajaran matematika, ya pura – pura sakit deh! He… he… he…” sahutnya sambil tertawa. “kalo lo kenapa di sini?”
“Aku sering demam, apa lagi kalo musim hujan kaya gini,” jawabku seadanya.
“Iya gue sering denger cerita anak-anak sekelas, katanya ada siswi yang daya tahan tubuhnya lemah. Makanya gue kasih permen karet buat lo. Eh, ngomong – ngomong kita sekelas kan? Tapi lo pendiem sih, gue kira lo nggak suka ngobrol ternyata nyambung juga yah?! Boleh dong kapan – kapan di sambung lagi? Gue harus pergi dulu nih! Dah…hm… na…na?”
“Nalysha.”
“Yap… Nalysha,” serunya sambil berlalu meningalkan UKS
Hari itu pertama kalinya aku dekat dengan Shandy. Rasanya nggak ada lagi yang bisa aku ucapin saat itu. permen karet yang saat itu dia kasih jadi obat paling mujarab buat demamku.
Esok harinya di sekolah aku menceritakan semuanya kepada Chika, “Kamu ngobrol apa aja sama Shandy kemarin? Kenapa kamu nggak langsung bilang ke dia kalo kamu udah suka sama dia sejak penerimaan murid baru di SMP dulu, padahal kamu bisa berduaan sama Shandy di sana.”
“Ka, aku takut itu bukan waktu yang baik. Lagi pula, apa aku yang harus bilang suka sama dia? Masa sih dating-dateng nembak, aku sama dia kan nggak akrab.”
“Sha, hari gini masih mikirnin hal kaya gitu? Sekarang sih cewek duluan juga dah banyak yang bilang suka, kamu orangnya nggak PD sih. Kapan coba ada kesempatan bagus kayak gitu lagi? Kamu pikir lima tahun lebih satu kelas terus belum cukup buat saling kenal?”
Mungkin ada benarnya juga perkataan Chika waktu itu, aku harus mengatakan isi hatiku sama Shandy. Tetapi aku bingung gimana caranya bilang ke Shandy, aku juga takut kalau sebenarnya Shandy nggak suka sama aku. Tapi gimana pun resikonya aku harus coba, karena kalau nggak di coba kapan dia akan tahu kalau aku suka sama dia? Akhirnya aku putuskan untuk mengungkapkannya hari ini.
Tetapi saat aku telah mengumpulkan keberanianku untuk menyatakannya, di toilet cewek aku mendengar sesuatu yang membuatku ingin mengurungkan niatku itu, “eh… tahu nggak tadi aku udah ngasih surat cintaku loh ke Shandy, aku tinggal tunggu jawabannya aja deh. Aku yakin pasti jawabannya iya,”
“Hebat! Tapi dia kan terkenal nggak pernah serius sama cewek. Kok kamu malah suka sama dia sih?”
“Habis dia manis sih!”
“Ha…ha…ha,” terdengar tawa mereka yang begitu bahagia.
Aku tersedak karena kaget, aku tahu bukan hanya aku saja yang suka sama Shandy tetapi anak perempuan lainya pun banyak. Entah kenapa, aku jadi ragu untuk mengungkapkannya, keberanianku hilang semua ketika mendengar percakapan tadi. Cewek tadi lebih cantik dariku, pasti Shandy akan menerimanya. aku pun mengurungkan niatku saat itu.
Di depan gerbang sekolah, “Nalysha kan?” terdengar suara pria yang menyapaku.
“Shandy, ada apa? Kok belum pulang?”
“Nggak, gue lagi bingung sebentar lagi kelulusan. Orang tua gue yang di Ausie bilang gue harus lanjutin sekolah ke sana kakak gue juga di sana. Tapi gue nggak mau,”
“Kenapa? Di sana pasti lebih baik buat kamu kan?”
“Gue nggak mau ninggalin seseorang di sini.”
“Siapa?”
“Gue nggak bisa bilang sekarang nanti lo juga pasti tau kok, yang pasti udah lama banget gue suka sama dia, tapi gue dan dia nggak deket.”
“Kenapa nggak bilang suka aja, supaya dia tahu yang sebenernya?”
“Gue rasa, gue bukan tipe dia deh,”
Aku terkejut, ternyata di hati Shandy sudah ada gadis lain yang menempatinya, mungkin untuk selamanya aku nggak akan pernah ada di hatinya. Buatku saat itu melihatnya selama enam tahun sudah cukup berarti, namun apa aku bisa tanpa dia? Shandy memasukan tangannya ke saku dan mengeluarkan permen karet.
“Di salah satu tangan gue ada permen, lo pilih satu. Kalau lo pilih yang ada permennya berarti gue harus tetap di sini, tapi kalau lo ambil yang kosong berarti gue harus ke ausie sama keluarga gue.” Shandy sambil mengulurkan tanganya yang terkepal ke hadapanku.
“Aku? Aku nggak berhak nentuin semua ini, Shan. Lebih baik kamu tentuin aja sendiri!” aku pun berlari meningglakan ruangan itu dan Shandy yang terpaku melihat kelakuanku saat itu.
Jujur aku menyesali semuanya, mengapa tidak ku pilih saja. Tapi aku nggak mau dia pergi aku takut salah memilih. Aku juga masih sakit hati dengan kata – katanya tentang gadis yang ia sukai itu. pasti jarakku dan Shandy akan semakin jauh dengan kejadian sore ini. Aku tak tahu apa yang ia pikirkan saat itu, saat aku pergi dan marah tanpa sebab yang jelas.
Esoknya di sekolah keadan dingin terulang lagi antara aku dan Shandy. Dia bahkan tak menyapaku saat aku memasuki kelas seperti hari sebelum ini. Apa iya dia marah padaku? Aku terus menatapi punggungnya dari belakang, aku berharap dia berbalik dan tersenyum untukku. Dua kursi di depanku rasanya sebagai pembatas yang menghalangiku denganya.
Hari pengumuman kelulusan pun tiba. Aku dan Shandy sama – sama lulus SMA, namun aku dan dia mungkin nggak akan pernah bisa bertemu lagi. Dan kesempatan untuk mengungkapkan perasaanku juga akan hilang.

@@@

“lo udah sadar?” terdengar suara sayup – sayup di telingaku.
“Aku… di mana?”
“Di UKS, tadi lo pingsan waktu apel pelepasan siswa kelas 3.”
“Shandy?”
“Sha, gue masih bingung tentang sekolah itu, gue minta sekali lagi lo Bantu gue putusin mana yang terbaik buat gue.”
“Kenapa sih kamu nggak minta gadis yang kamu suka itu buat mutusinnya? Aku kan bukan siapa – siapa kamu?”
“Soalnya cewek yang selama ini gue sukain itu lo.”
“Apa???”
“Gue serius, dari SMP gue dah suka sama lo. Soalnya lo beda banget buat gue. Tapi gue nggak pernah berani deketin lo, lo terlalu tertutup gue takut salah ngomong ma lo. Tetapi sekarang gue bakalan nerima semua resikonya, gue nggak punya waktu lagi buat bilang suka sama lo selain hari ini.”
“Aku… juga suka kok,” Jawabku pelan.
“Terus, kamu mau aku tetep di sini atau pindah ke Ausie?”
“Shan, aku sih pengennya yang terbaik buat kamu. Aku akan selalu ngedukung semua pilihan kamu kok! Kalo hati kamu maunya kemana?”
“Kalo menurut gue, Ausie lebih baik. Tapi kamu jauuuh lebih baik buat gue,”
“Aku nggak mau jadi penghalang kamu Shan. Lagipula kamu masih bisa hubungin aku lewat e-mail kan di Ausie?”
“Ok! Minggu depan aku mulai berangkat ke sana.”
Seminggu kemudian di bandara, “Sha, tau gak, lo satu – satunya cewek yang pernah gue kasih permen karet? Soalnya buat gue ‘LOVE IS BUBBLE GUM’ gue Cuma akan ngasih benda kesayangan gue ke orang yang paliiiing gue sayang.”
“Jangan lupa telpon aku yah kalo udah sampe sana!” Shandypun memelukku dengan sangat erat, tak terasa air mata membasahi pipiku saat itu. Aku tahu ini bukan perpisahan dan akhir dari semuanya namun ini adalah awal dari kisah cintaku dengannya.
“Iya! Setiap saat kalo lo inget gue, lo makan aja permen karet ini!” Shandy memberikan beberapa bungkus permen karet padaku.
Kisah cinta yang telah lama aku tutup baik – baik kini terbalas, seperti mimpi rasanya. Tapi dia pergi ninggalin aku, sejujurnya hatiku ingin dia tetap di sini bersamaku namun aku tahu pilihan hatinya dan kepuitusan orang tuanya adalah yang terbaik untuknya. Aku akan selalu menunggunya kembali dengan gelembung permen karet di mulutnya yang selalu bisa membuat hatiku tersenyum ceria. Aku telah mengetahui hal baru sekarang, ‘LOVE IS BUBBLE GUM’.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik