“kenapa tidak besok saja? Sekarang gue mau pergi bersama saudara!” tanya Ernest.
“Iya, sekarang gue juga sibuk” kata Gunawan dengan ikut membelanya.
“tunda dulu saja, kita juga harus kompak latihan drama ini untuk ditampilkan minggu depan” bujuk Kiki. Ernest dan Gunawan mengangguk.
“ya sudahlah demi kelompok deh ya”
Setelah sekelompok serempak untuk latihan, lalu kami pergi menuju rumah Arief bersama-sama. Karena rumahnya terlalu jauh, akhirnya kita sabar dengan kemacetan di dalam kendaraan.
“macetnya minta ampun ya? Aturan tadi di sekolah aja latihannya” kata Devi, sambil menghitung uang di kantungnya.
“sabar aja Dev, itu cuma macet sebentar kok. Sebentar lagi juga kita akan sampai.” sahut Arief.
Sofia dan teman-temannya kemudian turun dari kendaraan, dan langsung bergegas jalan menuju arah gang rumah Arief.
“masih jauh rumahnya?” kata Fany.
“gak jauh kok, nih rumah gue. Dekat kan?” jawab Arief sambil menunjuk rumahnya.
“udah yuk latihan sekarang, jangan buang–buang waktu.” Tegasku.
“ya udah yuk!” kata Kristin. Mulai lah kita latihan drama. Hanya perempuannya saja yang niat untuk latihan, yang anak laki-lakinya malah bermain handphone seperti tidak peduli dengan kelompoknya.
“Ernest, yang serius dong latihannya, jangan main handphone terus!! Dialog lo itu banyak, jadi kita mohon yang benar latihannya” tegas kata Fany.
“iya, iya” kata Ernest sambil berdiri dan memegang naskah.
Retno pun mulai membacakan naskahnya. Kami pun semua memulai latihan dramanya sampai kita menghafal dan kompak dalam berdialog.
“eh endingnya kita sedih nih, gimana kalau pake lagu pas di endingnya?” kata Fany.
“ya udah, kita latihan dari awal lagi. Dan endingnya kita kasih lagu?” kata Kiki sambil membenarkan kerudungnya yang berantakan.
Aku dan teman–teman pun berlatih lagi. Di akhir cerita Ernest beradegan mendorong Sofia. Kemungkinan Ernest sedang tidak serius, dia sambil bercanda ketika adegan itu tanpa tidak sengaja Ernest mendorong Sofia sampai terbentur tempat duduk yang terbuat dari semen.
“kok darah? Ernest?” kagetku sambil menangis.
“Sofia, kok berdarah sih?” kata Kiki.
“eehhh… maaf ya Sof, gue gak bermaksud sumpah!” jawab Ernest dengan ekpresi panik.
“pak, pak, tolongin dong, ini dia berdarah kepalanya” kata Kristin sambil panik.
Bapak itu pun menolong Sofia dan segera membawanya ke UGD Rumah Sakit Elisabeth. Di ruangan itu Sofia menangis karena kesakitan kepalanya terbentur.
“telepon Ayahnya aja, siapa yang punya nomornya?” tanya Kiki dengan cemas.
“gak ada yang punya nomornya, lihat aja di kartu pelajarnya. Dia kan bawa kartu pelajar setiap hari, kita lihat saja alamatnya terus kita cari alamat rumahnya” kata Gunawan.
Mereka pun mencari kartu pelajar aku di tas sampai ketemu.
“cari di tempat pensil deh, dia kan biasanya suka taruh di tempat pensil” kata Fany.
“iya bener juga tuh” jawab teman–temannya. Akhirnya mereka pun menemukan kartu nama dan buru-buru mencari alamatnya.
“assalamualaikum pak, benar ini rumahnya Sofia?” tanya Fany.
“iya benar, ada apa ya?” jawab Ayahnya Sofia.
“begini om, Sofia masuk Rumah Sakit tadi kepalanya terbentur ketika sedang latihan drama tidak sengaja terdorong oleh Ernest” jelas Fany.
“makasih ya sudah kasih tahu. Di Rumah Sakit mana?” tanya cemas.
“Rumah Sakit Elisabeth, om!” jawab Fany.
Fany segera mengajak Ayah dan Ibu Sofia ke Rumah Sakit Elisabeth. Setelah sampai di sana kedua orangtuanya langsung bergegas menemui Sofia. Melihat keadaannya yang sekarang ini, kedua orangtua Sofia langsung memanggil dokter untuk supaya cepat mengambil tindakan. Tindakan dimulai teman–temannya cemas menunggu di ruang tunggu. Setelah 1 jam tindakan dilaksanakan, dan akhirnya pun selesai juga. Ayah dan Ibu ku pun langsung dipanggil dokter untuk diberi resep dan surat izin dokter, sementara aku masih ditemani oleh susternya. Setelah selesai, aku langsung beranjak bangun dari tempat tidur, dan berjalan perlahan lahan menuju pintu keluar.
“pusing pah? ayo pulang” kataku pada Ayah.
“iya, sabar ya. Ini juga kita mau pulang” jawab Ayahku.
Aku dan kedua orangtuaku langsung pulang. Teman-teman langsung sms aku untuk banyak istirahat. Dan Ernest juga sms untuk meminta maaf.
Cerpen Karangan: Sofia Ningsih
0 komentar:
Posting Komentar