wan, seorang siswa kelas 3 SMA yang
belum jelas masa depannya, berperawakan tinggi, agak kurus dan rambut
keriting yang setiap paginya selalu menyibukkan diri tongkrongan bersama
teman – temannya di jembatan penyebrangan yang baru selesai di bangun.
Membuat orang – orang penuh dengan tanda tanya mengapa anak seperti Iwan
bisa di terima di salah satu SMA favorit yang menjadi dambaan ratusan
siswa yang harus menerima kalah dari perhelatan Penerimaan Siswa Baru,
entah metode apa yang ia gunakan sehingga ia dapat menikmati pelajaran
dari sekolah yang dipandang tinggi oleh masyarakat setempat.
Setiap pagi terlalu banyak angkutan umum yang berhenti hanya untuk sekedar menawarinya naik agar tidak terlambat ke sekolah.
“Ayo nak cepat naik!”ajakan kernet angkutan.
“No way……Pak”jawab Iwan.
“Ayo nak cepat naik angkutan mau berangkat”ajakan kedua dari kernet angkutan.
“No way …..no way, you understand Mr.”jelas Iwan.
“Yes…..yes…….”jawaban seadanya oleh kernet mikro.
Walaupun
nilai bahasa inggrisnya tak pernah lebih dari 7 ( tujuh ) ia tetap
memakai kata itu setiap ada kernet angkutan umum yang menawarinya naik
dan terkadang membuat pedagang gorengan yang setiap paginya sudah
“Ready” dari jam 5 pagi tertawa lepas.
“Hahaha……hahaha….”itulah gaya tertawa yang terdengar setiap paginya”
Wanita tua berumur 60 tahunan yang tinggal sendiri di rumah yang serba
sederhana, berdagang dengan penuh semangat hanya untuk sekedar memenuhi
kebutuhan primernya, wanita yang semangatnya takkan pudar oleh waktu dan
oleh zaman.
Sudah menjadi kebisaaan bagi Iwan berangkat sekolah
jika angkutan umum hanya berisikan segelintir orang yang menandakan anak
– anak sekolah sudah menjejakkan kakinya di sekolahnya masing – masing,
bel masuk sekolah pun sudah berdering menandakan tanda akan segera
dimulainya pelajaran. Sudah menjadi rutinitas Iwan menghadapi Bu Suryani
salah satu petugas piket yang setiap harinya harus mendaftar anak –
anak yang terlambat datang kesekolah.
Seorang petugas piket yang
sudah mengabdikan diri selama 6 tahun, map merah yang setiap hari ia
gunakan sudah menjadi ciri khas tersendiri bagi Bu Suryani.
“Iwan apa kamu tidak bosan terlambat setiap hari”sapa Bu Suryani.
“Maaf bu jam di rumah saya baterainya mati oleh karena itu saya terlambat”jelas Iwan.
“Apakah jam dirumah kamu hanya satu Iwan”tanya Bu Suryani.
“Jam di rumah saya ada 2 Bu yang pertama baterainya mati yang kedua rusak Bu”jelas iwan.
Iwan pun selalu mempunyai alasan mengapa ia terlambat datang ke sekolah
kepada Bu Suryani, tanpa basa basi lagi Bu Suryani langsung
menggoreskan penanya untuk menuliskan daftar anak yang terlambat hari
itu karena Bu Suryani sudah kehabisan akal menghadapi 1001 alasan Iwan,
tetapi Iwan juga harus menerima hukumannya yaitu tidak diperkenankan
mengikuti 2 jam pelajaran pertama, dan hanya satu tempat yang selalu
terlintas di benak Iwan tempat yang nyaman penuh dengan makanan tempat
itu adalah kantin sekolah.
Setiap pagi Iwan selalu menampakan
batang hidungnya di depan Bu Siti penjaga kantin sekolah yang menandakan
Iwan terlambat lagi pagi ini.
“Kamu telat lagi Wan”sapa Bu siti.
“Biasa Bu males berangkat pagi”jawab Iwan seadanya.
“Tapi apa kamu tidak rugi Wan, 2 jam pelajaran kamu sia – siakan”nasihat Bu Siti.
“Saya sudah pintar Bu tidak perlu meneima pelajaran”jawab Iwan dengan angkuhnya.
“Ya sudahlah, mau pesan apa Wan”tanya Bu Siti.
“Bakso dan segelas es teh Bu”jelas Iwan.
Iwan sangat akrab dengan Bu Siti karena setiap pagi Bu Sitilah yang
menemaninya menghabiskan 2 jam pelajaran sementara teman yang lain
sedang menerima ilmu yang sangat berharga. Iwan masih sibuk melahap
semangkuk bakso dan segelas es jeruk yang menjadi menu andalan di kantin
sekolah, Iwan pun tak pernah memperdulikan betapa berharganya ilmu yang
ia sia – siakan di setiap paginya.
Iwan memasuki kelas dengan
keadaan kenyang dan rasa kantuk yang tak tertahankan dikarenakan
kegiatan begadang yang ia jadikan rutinitas hariannya demi mendukung tim
– tim sepak bola kebanggaanya ia rela tidur larut malam bahkan sampai
tidak tidur semalaman, jam pelajaranpun ia jadikan sebagai waktu
istirahat yang paling ideal .
Tugas harian dan Pekerjaan Rumah
sedikitpun tak pernah berusaha mengerjakan, jika ada guru yang
menyuruhnya mengerjakan soal di papan tulis ia hanya terdiam dan membisu
seakan tak mau tahu dan tak ingin tahu jawaban dari soal yang ia harus
selesaikan, akhirnya ada seorang guru yaitu Pak Yudi seorang guru fisika
yang geram karena tingkah laku Iwan dan keluarlah 3 kata yang
memecahkan keheningan kelas saat semuanya serius mengerjakan Latian soal
fisika dari Pak Yudi.
“Iwan coba kerjakan Latihan soal Fisika Bab 2 nomor 5 ”perintah Pak Yudi
“Saya nggak bias pak”jawab Iwan.
“Coba dulu”bujuk Pak yudi.
“Saya nggak bias Pak suruh yang lain aja”perintah Iwan.
“Dasar berandal Sekolah…………….!!!Keluar……..”bentak Pak Yudi.
Karena
kejadian itu hampir semua siswa memanggilnya berandal sekolah dan tak
jarang teman – temannya mengejek Iwan jika sedang berpapasan.
“Awas berandal sekolah lewat”ejek teman – teman Iwan
Kejadian
tersebut selalu diwarnai oleh keributan dan mau tidak mau harus
menghadap Komisi Penertib Sekolah ( KPB ) dan selalu Iwan yang menjadi
pihak yang bersalah dan karena terlalu sering bermasalah dengan sekolah
Iwan pun dianggap jelek oleh para guru dan teman – temannya.
Iwan
pun dikucilkan oleh teman –temannya, para guru dan bahkan sampai
masyarakat ditempat ia tinggal, sejak saat itulah Iwan sering melamun,
terdiam dan entah apa yang sedang dipikirkan. Berapa kali terdengar
kabar bahwa Iwan kepergok melakukan percobaan bunuh diri, Iwan selalu
berkata dirinya adalah manusia yang tak pantas hidup didunia.
Jarum
jam telah menunjukan angka 10.00, pelajaran Matematika pun sedang
berlangsung Iwan pun masih terdiam membisu, melamun melihat awan yang
tak berbentuk lewat jendela yang cukup lebar tak sengaja melihat wali
kelasnya berjalan menggandeng seorang siswi putri yang sangat cantik,
bermata indah, berkulit putih dan berkerudung.
Tanpa disangka
sebelumnya oleh Iwan ia pun tersenyum kecil kepada Iwan, Iwan pun tak
sempat mengatakan sepatah katapun seakan lidahnya menjadi kelu, degub
jantung Iwan seakan lebih kencang berdetak, ia pun tak sempat
mengedipkan mata walau tuk sekali saja.
Tetapi kejutan bagi Iwan
tidak sampai disitu, terdengar ketukan dari pintu kelas yang sengaja
ditutup oleh guru yang sedang mengajar karena sinar matahari yang
menyinari papan tulis membuat tulisan di papan tulis menjadi tak jelas,
wali kelaspun masuk bersama siswi putri setelah dipersilahkan, ternyata
namanya adalah Adita Putri Mahardika seorang siswi pindahan dari Ibu
Kota itulah yang ia katakatanya sewaktu perkenalan tadi. Hal yang
membuat Iwan kaget yang menyebabkan keringat keluar dari badannya adalah
Adita dipersilahkan duduk di bangku yang masih kosong dan hanya ada
satu bangku yang tidah berpenghuni yaitu bangku samping Iwan karena
tidak ada yang mau duduk bersebelahan dengan Iwan.
Pada saat itu
sistem duduk yang digunakan adalah dua bangku satu meja, tanpa disadari
oleh Iwan Adita telah duduk disebelahnya dan mengulurkan tangannya yang
menandakan ingin berkenalan dengan Iwan, dengan sangat gugup Iwan
menyambutnya.
“hai….namaku Adita”sapa Adita.
“ha….hai adita namaku Iwan”jawab Iwan.
“Salam kenal ya Wan, moga kita bisa jadi teman yang baik”jelas Adita dengan penuh senyuman.
“ya……Adita”jawab Iwan seadanya.
Seiring
berjalannya waktu Iwan menjadi semakin akrab dengan Adita dan
menganggap Adita sebagai teman yang bisa mengerti Iwan apa adanya,
senyum dari Iwan sekarang sering mewarnainya di setiap pagi karena
lawakan dari Adita, Iwan selalu berangkat lebih awal hanya untuk bisa
berbincang dengan Adita, Adita adalah anak yang rajin, mandiri,
berprinsip dan juga pintar. Lambat laun Iwan merasa tergugah oleh sifat –
sifat Adita apalagi ia adalah anak yang aktif dalam organisasi dari
OSIS, Pecinta Alam, Pramuka dan mengikuti bimbel pelajaran – pelajaran
yang dianggap sulit.
Semakin hari Iwan mencoba mebuat dirinya
seperti Adita, Iwan mulai mengenal dengan yang namanya belajar,
mengerjakan tugas harian, mengerjakan tugas, belajar bersosialisasi,
sungguh Iwan mengubah kebisaaan buruknya menjadi hal yang patut diberi
acungan jempol oleh siapapun.
Teman – temannya, dewan guru dan
masyarakat ditempat ia tinggal seakan tak percaya akan perubahan yang
terjadi pada Iwan. Ia pun semakin menunjukan bahwa ia ingin berubah
menjadi lebih baik dari mulai mengikuti bimbel pelajaran – pelajaran
sulit bersama Adita sampai mengikuti organisasi yang dianggap mampu ia
ikuti. Iwan menjadi sosok yang bukan berandal sekolah lagi, sosok yang
ceria, penuh semangat dan ramah.
Iwan pun pergi ke ruang PMR
ingin mencalonkan diri untuk menjadi anggota PMR dan tak disangka
sebelumnya oleh Iwan bahwa Adita pun ingin masuk menjadi angota PMR.
“Adita juga mau jadi anggota PMR ya”Tanya Iwan.
“Iya ni Wan, Iwan juga mau jadi anggota PMR ya”jelas Adita.
“Huum ni Dit kita jadi sering bareng ni…..,hehe”canda Iwan.
“akh Iwan bisa aja, berarti kita kompak Wan,hehe….”canda Adita.
Rasa kaget dan senangpun terjadi di benak Iwan karena Iwan akan lebih
sering bertemu dengan Adita, sebenarnya Iwan telah menyimpan rasa cinta
kepada Adita karena belum ada keberanian untuk mengungkapkannya maka
Iwan masih menyimpannya di dalam lubuk hati yang terdalam.
Pertengahan semester 1 kelas 3 SMA Iwan berusaha memperbaiki dirinya dan
Aditalah yang menjadi motivatornya terbesarnya. Adita Putri Mahardika
seorang sosok wanita yang telah melululuhkan dan mengubah Iwan. Hingga
Ujian Semester selesai dan libur umum pun tiba. Hari libur telah
dimanfaatkan iwan dengan cara yang berbeda dengan yang lain iwan
menghabiskan liburannya dengan belajar dan belajar. Hari pertama masuk
di semester 2 kelas 3 Iwan telah di hadapkan oleh pelajaran yang
menguras kerja otak untuk berpikir, hari yang diwarnai hujan setiap
paginya dikarenakan telah memasuki musim penghujan, ditengah – tengah
keseriusan belajar tiba – tiba terdengar pengumuman yang menyebutkan.
“Mohon
maaf kepada guru yang sedang mengajar, bagi seluruh anggota PMR kelas
1, kelas 2 dan kelas 3 diharap berkumpul diruang PMR sekarang juga,
Terima Kasih”terdengar dari pengeras suara kelas.
Nada yang tak
biasa dan terkesan mendadak membuat seluruh anggota PMR bertanya –
Tanya, Iwan dan Adita pun segera meminta ijin kepada guru yang sedang
mengajar dan langsung menuju ruang PMR, sesampainya di ruang PMR Iwan
dan Adita duduk bersampingan terlihat semua anggota PMR dilanda rasa
penasaran karena Pembina PMR yaitu Pak Mahendra berdiri dan hanya
terdiam tanpa kata, raut wajah Pak Hendra menyimbolkan keseriusan dan
hal yang ditunggu akhirnya tiba, dengan setengan membentak Pak Hendra
berkata.
“Telah terjadi longsor di desa Cigarut dan PMR SMA kita
akan membantu para korban, longsor tersebut terjadi pagi tadi, seluruh
anggota PMR di ijinkan pulang dan membawa peralatan sesuai dengan tugas
yang saya bagi di depan papan tulis, dua jam kemudian kalian harus
berkumpul di Lapangan Sekolahan, Terima Kasih !!!!”jelas Pak Hendra.
Iwan
pun sangat bingung karena ia baru bergabung menjadi anggota PMR dan
Iwan melihat dengan seksama ke papan tulis dan mencari namanya disana.
Iwan dan Joko bertugas menandu korban bencana Iwan menerima tugas
pertamanya yaitu memandu korban bencana yang luka parah ke tenda darurat
bersama Joko nama yang terlihat asing baginya, untung saja adita dengan
senang hati membantu Iwan apa saja yang harus ia bawa nanti, sedang
adita sendiri bertugas di tenda darurat untuk merawat korban, setelah
selesai semua anggota PMR dengan tergesa – gesa meninggalkan ruang PMR
termasuk Iwan dan Adita.
Anggota PMR dengan memakai kaos
kebanggaan PMR berwarna biru putih dengan peralatan yang menambah
kharisma dan semua anggota nampak gagah dan siap bertempur untuk
membantu para korban telah berkumpul di lapangan sekolah, Pak Hendra
memberi arahan lanjutan kepada seluruh anggota PMR.
“Semua sudah berkumpul Pak mohon intruksi lebih lanjut”jelas Fahri sang ketua PMR.
“Semua
anggota PMR masuk ke mobil box yang sudah di sediakkan di depan
sekolah, dan perjalanan kira – kira memakan waktu 2 jam, tetapi kita
akan berdoa terlebih dahulu sesuai kepercayaan masing – masing, berdoa
mulai…”jelas Pak Hendra.
“Berdoa selesai tanpa penghormatan bubar jalan”jelas Pak Hendra
Semua
anggota PMR bergegas dengan penuh semangat yang membara menuju mobil
box, 2 jam perjalanan serasa singkat sekali bagi Iwan tetapi semua rasa
semangat yang membara di dalam hati sirna dalam sekejap. Rumah – rumah
sudah ditutupi tanah tangisan – tangisan mewarnai tempat itu Iwan
tercengang bukan kepalang air hatinya seakan tersayat – sayat oleh
kesedihan, tim SAR dan warga sibuk menggali tanah untuk mencari mayat
yang belum ditemukan.
Tetapi Pak Hendra dengan suara yang hampir sama kerasnya dengan peluit memecahkan kepiluan Iwan pada saat itu.
“Semua anggota PMR cepat turun, cepat ……cepat…….cepat”bentak Pak Hendra.
Semua
pun bergegas turun dan Pak Hendra pun langsung memberi arahan kepada
setiap anggota PMR walau walau keringatnya sudah menganak sungai
semangatnya terlihat tak akan padam oleh keletihan dan kelelahan,
setelah sekitar 15 menit Pak Hendra memberi arahan Pak Hendra pun
mengangkat tangannya ke depan lalu kita serempak mengikuti dan berkumpul
membentuk lingkaran dan tangan pun saling bertumpukan sungguh sangat
memberi semangat bagi seluruh anggota PMR yang ikut jiwa Iwan pun
semakin berkobar bagai api yang melalap apa saja didepannya.
“Laksanakan tugas dengan baik, apa kalian sia……pp!!!!”tanya Pak Hendra.
“Kami akan laksanakan dengan baik, sebaik – baiknya itu janji kami, hooooiiiiiiii……”semua anggota PMR berteriak.
Kalimat
terakhir yang telah menggugah Iwan, ia tampan lebih dewasa, cekatan dan
awas dengan tandu di tangannya. Iwan mempunyai patner bernama Joko,
Joko berperawakan tinggi dan berotot tanpa basa basi lagi Joko tersenyum
sambil mengulurkan tangan yang berarti semangat dan kerjasama. Baru
beberapa menit Iwan dan Joko bertugas mereka telah menandu 3 orang
korban bencana dan mereka berhasil memandu ke tenda darurat dengan
kondisi korban yang masih hidup tetapi tiba – tiba Iwan dan Joko
dikejutkan oleh salah sati anggota tim SAR yang berteriak sangat keras.
“Tandu……tandu…….cepat……cepat……darurat!!!!”teriak Pak Budi salah satu anggota tim SAR
Iwan
pun langsung berlari dan Joko pun mengikutinya dari belakang Iwan dan
Joko seakan berlari melawan waktu dan sampailah Iwan dan Joko
dikerubunan orang yang mengelilinginya seorang pemuda yang pingsan tak
sadarkan diri yang tubuhnya penuh dengan darah tetapi orang tersebut
masih hidup dengan cepat Iwan menurunkan tandu dan mengangkut pemuda
tersebut bersama Joko.
Dengan keadaan setengah berlari Iwan dan
joko pun berharap nyawanya masih bisa ditolong, tetapi pemuda tersebut
terbangun dan menjerit sangat keras. Air mata pun mengalir tak
tertahankan, rintik – rintik hujan akhirnya turun membasahi Bumi pertiwi
karena teriakan tadi menandakan pemuda tersebut telah menghembusakan
nafas terakhirnya
Di bawah rintik hujan, diantara tangisan,
diantara rasa menyesal, perasaaan yang tak menentu membuat Iwan
kehilangan keseimbangan diantara langit yang kelam oleh mendung dan
tangisan Iwan pun jatuh tak sadarkan diri.
Setelah sekitar 4 jam
berlalu Iwan pun tersadar dari pingsannya, Iwan baru menyadari ternyata
dia sedang berbaring di tenda darurat korban bencana wajah Pak Hendra
lah yang terlihat jelas oleh Iwan dan Pak Hendra pun mengeluarkan
suaranya yang lembut berbeda sekali dengan Pak Hendra saat memberikan
arahan kepada anggota PMR.
“Apa kamu merasa baik – baik saja Wan?”sapa Pak Hendra.
“ Saya baik – baik saja Pak!, bagaimana tentang korban bencana alam?”jawab Iwan.
“Berkat kerja keras kita semua korban bencana dapat kita bantu dan
tercatat 56 orang luka – luka, 30 orang meninggal dunia dan 5 orang
belum ditemukan!”jelas Pak hendra.
“Apakan sudah selesai Pak penyelamatan korban bencananya, kenapa semua berkumpul disini?”tanya Iwan.
“ Kami semua, tim sar dan warga telah menyetujui bahwa evaluasi korban
pada hari ini kita sudahi dulu karena hari sudah malam”jawab Pak Hendra.
Iwan
pun terdiam dan berpikir sejenak didalam benaknya ia ingin membantu
lebih banyak orang lagi ia ingin menjadi seseorang yang bisa membantu
orang lain, dan Pak Hendra pun segera memberi perintah kepada seluruh
anggota PMR untuk naik ke mobil box dan akhirnya mereka diantarkan ke
rumah masing – masing dan yang rumahnya jauh disarankan untuk menginap
di tempat temannya yang dekat dengan sekolah semua akhirnya sampai di
rumah termasuk Iwan.
Keesokan harinya adalah bukan hari yang
biasa bagi Iwan keseriusan dalam belajar nampak pada raut wajah Iwan,
hari demi hari telah berlalu tanpa terasa Iwan sudah melewati Ujian
Nasional karena dengan nilai yang luar biasa dan sangat memuaskan,
karena prestasi akademiknya yang kiat naik drastis ia memiliki
kesempatan untuk seleksi perebutan beasiswa Kedokteran.
Akhirnya
dengan usaha yang keras ia bisa mendapatkan beasiswa tersebut apalagi
didukung dengan nilai Ujian Nasional yang membanggakan angka 9 berderet
menghiasi kelulusannya iwan bagaikan tertimpa durian runtuh, bersamaan
dengan itu Adita pun tak mau kalah dengan iwan angka 10 pun berhasil ia
raih pada mata pelajaran biologi dan angka 9 juga berderet menyaingi
Iwan, Iwan menyakinkan diri untuk menjadi dokter begitu pula Adita.
Mereka
berdua ternyata di terima di sebuah Universitas yang sudah terkenal
ilmu Kedokterannya, mereka masuk di Universitas yang sama, fakultas yang
sama dan kelas yang sama, di setiap hari kuliah mereka seperti sepasang
merpati yang tak mungkin lepas kemana – mana selalu berdua dan hanya 1
topik bahasan yang menjadi menu mereka yaitu seputar Ilmu Kedokteran,
Iwan dan Adita sangat aktif dan serius dengan Ilmu Kedokteran, S1 dapat
mereka raih dengan waktu yang lebih singkat karena indeks prestasi ( IP )
mereka selalu tinggi dan karena kecocokan dan saling mengenal benih –
benih cinta pun tumbuh bersemi di antara mereka.
Akhirnya mereka
ingin membina hubungan yang lebih serius lagi ke jenjang pernikahan
sungguh berita yang sangat menggembirakan, pasangan muda yang sudah
menyandang gelar Dokter dan dengan kesuksesan di depan mata karena sudah
banyak tawaran dari Rumah Sakit terkemuka yang meminta mereka bekerja
untuk rumah sakit tersebut.
Dr. Iwan, ya dialah yang dulu selalu
terlambat datang ke Sekolah karena keinginan dan tekad yang bulat ia
dapat berubah menjadi seseorang yang lebih baik, ia belajar dari
pengalaman karena pengalaman adalah guru yang terbaik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar