Dulmuluk berawal dari Kitab Kejayaan Kerajaan Melayu yang selesai ditulis pada 2 Juli 1845, yang berjudul Syair Abdul Muluk. Ada dua pendapat oleh penulis kitab ini, yaitu Raja Ali Haji bin Raja Achmad dari Pulau Penyengat oleh Indra Sakti (Riau) – versi DR. Philipus Pieter Voorda Van Eysinga (seorang hakim di Batavia) dan versi Von de wall menyebut Saleha, sepupu raja Ali Haji. Kitab ini kemudian dipentaskan dalam bentuk teaterikal.
Acara itu menarik minat masyarakat untuk datang berkumpul. Pada tahun 1860 syair “Kejayaan Kerajaan Melayu” juga diterbitkan di Singapura dalam bahasa Melayu oleh Syaidina dan Haji M. Yahya. Pada tahun 1893 Dr. Philipus mencetak kembali dengan menggunakan bahasa latin, diterbitkan oleh Tijschrift Van Nederlands India di Roterdam. Kemudian muncul sebuah buku yang diterbitkan oleh De Burg Amsterdam dengan judul “Syair Abdul Muluk”, yang banyak mengalami perubahan-perubahan seperti: Berbahan menjadi Berhan, Siti Arohal Bani menjadi Siti Roha, Abdul Roni menjadi Abdul Gani dan sebagainya. Perubahan tersebut karena penyesuaian ejaan waktu itu.
Teater Tradisional Dulmuluk mempunyai beberapa ciri yang membuatnya berbeda dengan teater tradisional lainnya, cirinya adalah sebagai berikut:
- Dialognya seringkali menggunakan pantun dan syair
- Peranan wanita diperankan oleh laki-laki, atau tepatnya hanya laki-laki yang bermain
- Di awal dan di akhir pertunjukan Dulmuluk terdapat nyanyian dan tarian yanng bernama “Beremas”
- Dalam pertunjukan dulmuluk, menampilkan kuda dulmuluk sebagai ciri tersendiri
- Adanya tarian dan nyanyian di dalam pertunjukan dulmuluk yang digunakan sebagai simbol, contohnya seperti saat sedih, senang, marah, ataupun mengungkapkan isi hati biasanya diungkapkan sambil berdendang dan menari
- Cerita dulmuluk hanya menceritakan dua syair, yaitu syair Raja Abdul Muluk dan syair Zubaidah Siti.
Setelah dibacakan doa, nasi dan laik dibagi rata sebagai penyempurna syarat upacara. Salah satu pemain sebagai pemeran utama bernama Sultan Abdul Muluk. Seorang anggota yang menjadi pimpinan, menyanyikan lagu bekisoh atau salam pembuka dari dalam kebung. Setelah itu, seorang demi seorang pelakon keluar dari kebung untuk melaksanakan upacara Beramas atau salam pembuka kepada penonton, setelah selesai pemain kembali masuk kebung.Selanjutnya, adegan demi adegan berlangsung sesuai jalan cerita.
Setiap pemain seni pertunjukan Dulmulukdituntut kemampuannya untuk dapat bernyanyi sesuai dengan tuntutan perannya. Sebelum tahun 1972, pertunjukan Dulmuluk dilakukan di lapangan terbuka di mana penonton berada di arena, kemudian mulai tahun 1972 pertunjukan dilakukan di atas panggung, agar penonton yang ada di barisan depan lebih fokus menikmati pertunjukan Dulmuluk. Pesan moral disampaikan melalui hadam, semacam syiar-syiar Islam, mengaji, dll.
0 komentar:
Posting Komentar