Di depan sebuah rumah tua, didampingi riasan bintang-bintang. Aku bersama temanku menongkrong di tempat sunyi nan sepi, yang kami sebut rumah. Walau pada dasarnya, rumah itu bukan milik kami. Di dalam malam-malam yang sepi, aku selalu menuang secangkir kopi untukku dan temanku tanpa adanya tambahan gula yang terasa seperti hidup kami.
Bekerja… Bekerja… dan Bekerja.
Kata yang pantas bagi kami yang selalu menahan lapar sampai hari gajian nanti. Memang takdir tidaklah selalu sama. Bagi kami, para pemalas yang tidak peduli akan masa depan kami. Di dalam kelamnya masa muda yang kami hancurkan untuk keegoisan kami, Bagaikan minum kopi manis yang telah memanjakan kami dan menyisahkan rasa pahit. Terombang ambing di derasnya alur kehidupan, sementara yang kami lakukan hanya berpacaran dan berjudi adalah hal yang memang pantas untuk disesali.
“Tapi mengapa kita hanya menginginkan kenikmatan? Bukankah hal terbaik itu tenang? Tapi kita malah senang merampas hak-hak orang lain dan mementingkan keegoisan sendiri?”
Di dalam dunia yang fana ini memang pantas kita terus dilanda kebingungan. “Kemana tujuan kita?” adalah hal yang lumrah di dunia ini. Tapi pada siapa kita mengadukan hal ini? Pertanyaan yang sangat sulit dijawab tapi memang selalu ada orang yang mengerti. Semua hal-hal itu membuat kepalaku mendidih, lebih baik kesampingkan hal itu dengan secangkir kopi di genggamanku. Di bawah sinar bulan aku mengatakan kesukaanku sekarang.
“Aku lebih suka kopi pahit daripada kopi manis, karena ini adalah hidupku!”
Rasa tersakiti, rasa dibenci, dan rasa tidak peduli adalah perasaan yang aku dapat dari masa laluku. Bahkan temanku sendiri tidak menghiraukan ucapanku, oleh karena itu aku lebih memilih kopi pahit. Walau selama ini aku suka kopi manis, rasa nikmat yang langsung didapat tanpa adanya rasa pahit diawal. Tapi manis yang kumau sekarang adalah manis yang aku dapat setelah rasa pahit.
Oleh karena itu aku sekarang menyukai kopi pahit, Berhenti mengeluh pada kehidupan dan mulai menerima kemudian menikmatinya. Lagi pula kopi pahit pada akhirnya juga akan menjadi manis.
Cerpen Karangan: Kaito Kid
0 komentar:
Posting Komentar