Hingga pada suatu ketika saat anak itu berjalan pulang dari toko ayahnya anak itu tersandung batu dan jatuhlah dia beserta roti, anak itu sakit namun masih melihat roti itu dan segera mengambilnya, namun roti itu menjadi kotor dan penuh dengan tanah. Anak itu melanjutkan perjalanan sembari menahan sakit dan mencoba membersihkan roti itu. Sesampainya di rumah, anak itu segera menelepon ayahnya dan memberitahu apa yang terjadi. Ayah segera pulang dan melihat kondisi anaknya yang sedikit luka dan juga roti yang sudah kotor itu.
Ayah segera mengeluarkan kotak p3k dan segera merawat anaknya. Namun tetap menasihati anaknya agar berhati-hati. Ayah sekali lagi melihat roti kotor yang tergeletak di meja, lalu dia mengambilnya dan membuangnya. Namun anak yang kakinya sakit itu segera berdiri dan dengan tertatih dia menuju roti yang dibuang ayahnya. Dengan marah anak itu mengatakan bahwa ayahnya jahat, namun ayahnya memeluknya dan mengatakan bahwa besok di tokonya ada banyak roti yang bisa dipilih dan dimakan, hanya perlu berjalan lagi ke toko. Anak itu terdiam namun tetap marah, ditinggalkan ayahnya sendirian di ruang dapur dan merenung di kamarnya.
Jarak perjalanannya sama, cuma hambatan yang dialami lebih berat. Namun karena janji ayahnya akan roti yang baru dan juga rasa bersalahnya kepada ayahnya maka anak itu tetap melanjutkan langkahnya. Meski harus berkali-kali berhenti karena sakitnya, namun anak itu tetap melanjutkan langkahnya. Waktu terus berputar dan kini anak itu telah berada di toko ayahnya ketika malam datang.
Ayah segera menyuruh anak itu memilih roti, sesudah memilih roti anak itu berkata kepada ayahnya jika dia tidak bisa berjalan pulang karena kakinya masih saki. Lalu sang ayah segera menggendongnya dan mereka bersama-sama pulang. Sesampainya di rumah, ayah itu segera mengobati kaki anaknya dan merawat anak itu hingga sembuh. Dan mengatakan kepada anaknya bahwa dia bisa mengambil roti lagi di tokonya, namun tetap berpesan agar jangan jatuh. Sesudah itu ayah memeluk anaknya dengan erat, dan anak itu membalas pelukan ayahnya.
Cerpen Karangan: Ariel Kristant
0 komentar:
Posting Komentar