Perang
Mimpi
By : Shaiful
Hidayat Al Khatami
|
D
|
ar, der, dor...!!!, suara
senapan selaras panjang yang telah ditembakkan. Pagi-pagi buta pasukan musuh
telah menyerang ke daerah penginapan kami, mereka menyerang gedung dengan
serentak, tanpa kesiapan, diriku sebagai komandan utama berbintang lima langsung
memerintahkan kepada pasukanku agar membalas menembak. Pukul 4.30 sudah terjadi
baku tembak di pusat kota, dalam keadaan belum siap, kami semua melawan dengan
sekuat tenaga kami dan dengan pasukan yang tinggal ada.
Gedung hotel yang kami tinggali untuk menginap mempunyai
8 tingkat, dan pasukan kami berada di lantai paling atas. Di luar sana musuh
semakin banyak, dan lebih buruknya lagi yang memimpin pasukan musuh adalah
sahabatku sendiri yang bernama Rio, sahabat dekatku sejak kecil.
Tiba-tiba terdengar suara ledakan diluar yang ternyata
itu suara granat pasukan musuh yang mencoba menghancurkan pintu utama hotel.
Dengan sigap aku memerintahkan pasukan sergap untuk menjaga lantai dasar,
dengan sigap pasukan sergap mulai turun dan berjaga di lantai dasar. Benar
saja, pasukan musuh dapat menghancurkan pintu utama dan di lantai dasar terjadi
baku tembak. Naasnya, pasukan sergap milikku tidak dapat menahan pasuka musuh
dan mereka semua tewas.
Pasukan musuhpun mulai naik menuju ke lantai 2, disana
sudah ada pasukan devisi 6 yang akan menghandang pasukan musuh, tanpa pandang
bulu merekapun saling baku tembak. Entah mengapa, pasukan musuh bukanya
berkurang malah bertambah, seakan-akan seperti laron-laron yang berdatangan di
teras rumah saat akan turun hujan. Pasukan devisi 5 kamipun kalah di lantai 2
gedung dengan dibantai dengan lemparan-lemparan granat. Tanpa basa-basi musuh
naik ke lantai 3, disana sudah dihadang pasukan devisi 4 milikku, tapi nasib
mereka sama seperti pasukan di lantai sebelumnya, kalah dalam baku tembak.
Dan sampai ke lantai 6 yang dihadang oleh pasukan devisi
1-pun kalah, dan sampailah mereka di lantai 7, yang dimana pasukan devisi utama
dan Aku menghadang. Disinilah perang besar terjadi, pasukan musuh banyak yang
tewas, walau begitu pasukan merekapun muncul terus sampai kami kualahan
menghadapinya.
Dilain sisi, aku menarik komandan utama musuh, lebih
tepatnya sahabatku sendiri Rio, menuju ke salah satu kamar di lantai 7. Kami
melakukan perundingan, akan tetapi Rio tidak menyetujui hasil perundingan,
karena Ia tidak menyetujuinya kamipun berduel satu lawan satu.
Pada awalnya kami
saling baku tembak dengan senapan selaras panjang, saat duel selaras panjang
diriku terluka dibagian tangan kiri dan Rio dibagian kakinya, kami berduel
sampai amunisi selaras panjang kami habis. Setelah habis amunisi kami, kami
berganti menjadi duel menggunakan pistol. Sama seperti tadi, kami berduel
sampai amunisi habis, akan tetapi saatnya duel ini kami tidak ada yang terluka.
Amunisi habis, dan kami berganti berduel dengan menggunakan senjata pisau, kami
saling menyerang dan saling melukai. Dalam duel ini aku terdesak dipojok kamar,
akan tetapi Aku tidak menyerah Aku berusaha sekuat mengkin untuk bertahan. Dengan sigap diriku melompat dan melompati
Rio, lalu Aku menikam dirinya dari belakang dan dirinyapun tewas seketika
dihadapanku. Walau begitu, hatiku merasa sedih karena telah membunuh sahabatku
sendiri yang sudah lama Aku kenal, dengan besar hati Aku meninggalkan mayat
sahabatku dan Aku keluar dari kamar untuk menuntaskan perang ini.
Tanpa kusangka, seluruh pasukan devisi utama tewas di
lantai 7 gedung, banyak sekali darah yang bercucuran diberbagai sudut ruangan.
Saat Aku keluar, para pasukan musuh memandangiku dengan sinis, dan mereka siap
untuk menembak ke arah diriku. Mengetahui hal itu, Akupun lari menuju lantai 8,
lantai puncak dalam gedung tersebut. Aku lari merekapun ikut lari, mereka semua
mengejar diriku dengan membawa senapan selaras panjang yang mana diriku hanya
menggunakan pisau sebagai pertahanan diri. Sesampainya aku di lantai 8, aku
langsung bersembunyi di salah satu kamar sebelum mereka datang. Saat mereka
sampai di lantai 8 mereka langsung mendobrak satu persatu pintu yang ada, dan
pada akhirnya pintu kamar untuk aku bersembunyi telah didobrak, dan diriku
ditemukan, tanpa basa-basi mereka langsung menembakki diriku, seluruh badanku
tertembak, kecuali bagian kepalaku.
Aku terluka parah dan dirikupun jatuh tersungkur dalam keadaan
tengkurap. Dengan keadaanku yang seperti itu, musuhkupun langsung
meninggalkanku sendirian di kamar. Disana diriku merasakan kesakitan yang amat
sangat luar biasa, dalam batinku berkata “ini adalah akhir hidupku”. Lama
kelamaan matakupun mulai terpejam, tubuhku mulai mengkaku, rasa sakit mulai
berangsur menghilang, nafasku mulai sesak dan jantung sudah berdetak dengan
pelan, seakan-akan hidupku menhilang. Akupun mulai terdiam dan tak dapat
merasakan apa-apa, ruhku seakan-akan mulai di cabut, aku sudah pasrah akan hal
ini.
Tiba-tiba, disuatu tempat yang sangat gelap, sunyi, dan
meyeramkan, aku mendengar suatu hal, dan suara itu memanggil diriku, “Nak,
bangun Nak, bangun” seperti itulah kedengarannya. Setelah mendengar hal itu
diriku langsung terperanjat dan terbangun, aku langsung duduk dan kaget dengan
badanku telah basah akan keringat. Ibuku berada disampingku di tepi kasurku,
“Nak, ada apa kok kaget seperti itu?” Tanya ibuku, aku menjawab “Aku tadi mimpi
burukbu.”. “memangnya mimpi apa kamu?” Tanya ibu kembali, dan akupun
menceritakannya kepada Ibu.
Akhirnya ibuku mengerti dan Ia keluar dari kamarku dan
menyuruhku untuk berwudhu dan shalat shubuh. Akupun melihat ke jendela,
memandang keluar jendela kamarku, dalam hatiku Aku bersyukur Aku masih dapat
melihat kehidupan dan kuasaNya setelah Aku tidur, dan Aku bersyukur bahwa
kejadian tadi hanyalah sebuah mimpi.
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar