Wasit Imaji
Daripada diam tak ada kerjaan,
lebih baik Aku menyaksikan pertandingan dua makhluk hidup yang berbeda, antara
hewan dan tumbuhan. Hewan diwakili oleh ikan mujair dan ayam betina muda yang
masih amat segar melawan kedelai kecil lagi imut sebagai perwakilan dari
tumbuhan. Demi suami dan kedua anakku, walau rasa sedang malas sekali, Aku
harus kuat berdiri menyaksikan sekaligus menjadi wasit pertempuran ini. Sebab,
dari pertempuran ini, suami dan kedua anakku bangga nan semakin cinta sayang padaku.
Kedua kubu telah siap, kedelai
berbentuk bulat-bulat di sebelah kiriku dan ikan mujair beserta ayam betina di
sebelah kananku. Walau melihatku dari belakang aku merasa nyaman dengan
kehadirannya dalam kesepianku. Bagai bintang aku beraksi sebagai wasit. Bulat
berbentuk cekung ke bawah berdiameter tak lebih dari 1 meter menjadi arena
pertempuran ini. Rasa kasihan pada ikan yang tak bisa bernafas jika tak ada
air, membuatku memasaukkan sedikit cairan pada arena ini. semuanya telah siap
dan akan segera dimulai.
“Hey!” Suara kecil mengagetkanku
datang dari gerombolan semut yang Nampak ingin menyaksikan pertempuran ini.
kukumpulkan Mereka dalam tribun penonton berbentuk oval di depanku. Tak
kusangka, bunga-bunga matahari Nampak hadir dalam ruangan putih berukuran
seperti sebagaimana tempat kerja. Cukup bersih. hanya untuk melihat pertempuran
dalam arena lingkaran. Hebat, karcis terjual habis dan tribun penuh dengan
bunga matahari juga gerombolan semut.
“Tesst.” Api kunyalakan bertanda pertempuran dimulai.
Tongkat sengaja kupegang untuk menghalau salah satu bila pertempuran tak
seimbang terjadi. Tak lama, mereka mulai panas. Suara riuh penonton membuat
mereka semangat. Perkelahianpun terjadi. Saling serang, saling pukul higga
sangat-sangat parah terjadinya. Nampak mereka mulai gelap kehitaman, karena
lebam akibat sentuhan mereka sendiri. Opps, Aku harus segera mengevakuasi
mereka sebelum bau mereka memahit. Dengan pelan kujaring mereka keluar arena
setelah api mati. Wahh, suamiku pasti bangga dengan ayam paruh baya ini.
pikirku mengembangkan senyum.
Gerombolan semut juga bunga
matahari yang sedari tadi duduk di tribun pnonton kupindahkan ke dalam area
persegi sekotak plastik dengan sabar dan bangga, kususun semut menggunung dan
kutumpuk bunga matahari mengembang. Dua mahluk ini masih menyisakan tempat yang
kemudian kuisi dengan ayam,mujair dan tempe yang baru saja menghangat karena
pertempuran panas tadi. Dengan rapi bagai berbaris, kususun mereka. Akhirnya,
persegi penuh dengan mereka. Pindah dari ruangan ini, pergi ke tempat suami
juga kedua anakku berdiam menghabiskan waktu yang tersisa untuk menungguku
membawa hasil pertempuran tadi. Saat kubuka pintu ruangan mereka, tampak mereka
tersenyum, aku sudah tau apa yang mereka inginkan. Pastilah yang kubawa
sekarang yang mereka inginkan. Karena sudah lama menunggu, baiklah, Kuhidangkan
dengan penuh rasa bangga sepiring nasi dengan lauk ayam setengah matang, mujair
dan tempe ditemani setumpuk kerupuk gurih, siap untuk mengisi perut suami dan
kedua anakku. Terimalah persembahanku, sepiring nasi sederhana dari wasit
imajinasi.
0 komentar:
Posting Komentar