CERPEN "Ojek Payung"
Siang ini sungguh terik, aku berjalan terengah-engah sambil membawa tas punggung yang penuh dengan buku. Keringat mengucur dari kepala hingga kaki. Ku pandang sejenak ke atas langit, cuaca sungguh cerah, bahkan saking cerahnya kulitku terasa terbakar. Kupercepat langkahku agar sampai di rumah. Namun, ternyata aku sudah tidak kuat untuk berjalan lagi. Kuhentikan langkahku di tempat duduk di bawah pohon yang rindang, rasanya sejuk sekali sangat cocok untuk melepas lelah dan penat setelah setengah hari sekolah. Tiba-tiba, cuaca yang tadinya panas berubah menjadi mendung. Tak berapa lama kemudian hujan turun dengan deras. Aku berlari mencari tempat berteduh. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah stan toko yang tutup. Sial, bajuku basah kuyub, bisa-bisa aku masuk angin. Ku lirik jam tanganku, yang menunjukkan pukul 13.15, yang artinya 15 menit lagi kelas piano akan dimulai. Padahal hari ini aku ada ulangan kenaikan level, Huh.. sungguh menyebalkan. Gerutuku dalam hati.
Benar-benar sial aku hari ini, sudah pulang jalan kaki, kepanasan, sekarang kehujanan, aku tidak membawa ponsel pula. Mimpi apa aku semalam...hari ini sungguh tak beruntung. Aku berdo’a pada Allah agar aku segera mendapat pertolongan dari-Nya. Tak jauh dari tempatku berteduh, kulihat ada anak-anak berteriak ‘Ojek.. payung.. ojek payung ... ‘ ‘Ha? Aku bersyukur pada Allah, do’aku terkabul’ gumamku dalam hati. Ku panggil salah satu diantara mereka, kemudian seorang anak berlari menghampiriku. Begitu iba ku melihatnya, penampilan anak itu pakaiannya lusuh, kotor, badannya kurus, tidak memakai alas kaki pula. Aku sempat berpikir, apa aku harus berjalan bersama dia? Oh, tapi kalau tidak aku pasti akan telat sampai di rumah. Ku berjalan beriringan bersama anak itu, namun dia sedikit menjauh dan agak kehujanan, karena kasihan, maka aku tarik anak itu untuk menggunakan payung bersamaku.Sambil berjalan ditengah-tengah guyuran hujan, aku bertanya mengenai dia, ternyata dia bernama Fahmi. Dia sudah kehilangan orang tuanya sejak berumur 4 tahun, aku sungguh salut terhadap kerja kerasnya mengahadapi realita di kehidupan ini. Tak terasa, aku sudah sampai dirumah, kuberi anak itu uang dua lebar uang sepuluh ribuan, semula dia menolak, namun aku berhasil memaksanya. Lalu dia melengang ke jalanan yang becek terguyur hujan. Sepertinya aku akan memutuskan untuk tidak berangkat les. Karena aku sudah terlalu capai untuk berfikir lagi. Kubaringkan tubuhku di atas kasur dan aku terlelap.
Keesokan harinya, aku pulang dengan berjalan kaki lagi. Memang sudah sial atau apes, hujan turun lagi, namun kali ini jauh lebih deras daripada yang kemarin. Ku berlari menuju tempat untuk berteduh. Ku lihat senyuman anak-anak ojek payung, mereka senang karena hujan menurut mereka adalah berkah. Kebetulan sekali, aku melihat anak kemarin yang menyewakan payungnya untukku, kupanggil dirinya di seberang jalan. Suatu hal yang mengejutkan terjadi, karena tidak melihat kanan dan kiri saat menyeberang, dia terserempet mobil. Braakkkkk... bunyi benturan yang sangat keras. Hingga melengking ditelingaku, aku langsung menghampirinya. Tak berapa lama banyak orang yang mengerubunginya. Akupun segera menelepon ambulance. Ku antar dia ke rumah sakit. Aku berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD, sambil menunggu kabar dari dokter. Namun, satu hal yang tidak menyenangkan terjadi dokter bilang bahwa anak itu meninggal dunia. Tak terasa aku menitikkan air mata. Sungguh malang anak itu. Semoga dia diterima di sisi-Nya.
Semenjak kecelakaan yang merenggut nyawanya. Setiap hujan datang, kuteringat padanya, ku teringat akan semangatnya. Selamat jalan Fahmi...
0 komentar:
Posting Komentar